Mohon tunggu...
Amilatur Rohma
Amilatur Rohma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Physics Student | Content Writer | Social Media Enthusiast

A Marketer who enthusiasting on writing. Menulis untuk menyampiakan hal yang tak mampu diucapkan oleh lisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jelajah Sulawesi Tenggara Part 2: Arsitektur Unik Benteng Keraton Buton, Benteng Terluas di Dunia

6 November 2022   16:56 Diperbarui: 6 November 2022   17:06 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain memiliki banyak pesona akan keindahan alamnya, Sulawesi Tenggara juga menyediakan banyak keindahan akan wisata historisnya. Salah satu destinasi historis yang tidak boleh dilewatkan ketika mengunjungi Pulau Buton adalah sebuah benteng yang memiliki arsitektur unik, namanya Benteng Keraton Buton.

Benteng keraton Buton atau dikenal juga dengan Benteng Wolio merupakan salah satu warisan budaya penting di Buton, letaknya di jalan Sultan Labuke, Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Perjalanan kesana dari Pusat Kota Baubau dapat ditempuh sekitar 10-15 menit menggunakan mobil. 

Saat tiba, nuansa kesultanan dan Islam sudah sangat terasa. Kami disambut oleh gerbang besar berarsitektur batu sebagai pintu awal untuk memasuki kompleks benteng. Tak ada tiket masuk dan tak banyak pengunjung saat kami ke sana, maklum kami berkunjung saat pemberlakuan PPKM akibat pandemi sekitar Februari 2021.

Benteng Keraton Buton kini telah berusia ratusan tahun. Pada masa lampau, Benteng Keraton Buton ini dibangun pada abad ke 16, saat Pemerintahan Sultan Buton ke III yaitu La Sangaji masih memerintah dan diperkirakan selesai saat masa Pemerintahan Sultan Buton ke VI yakni La Buke pada tahun 1645. Pembangunan Benteng Keraton Buton pada awalnya dimaksudkan untuk perlindungan dan pertahanan Kesultanan Buton. 

Selain itu, di dalam kompleks Benteng Keraton Buton juga terdapat kawasan pemukiman warga yang berbeda dengan pemukiman diluar Benteng Keraton Buton yaitu bangunan rumah panggung yang mencirikan khas Buton.

Tidak seperti benteng umumnya di Indonesia yang dibangun oleh penjajah dengan beraksitekturkan bangunan Belanda, Benteng keraton buton merupakan benteng yang dibangun oleh masyarakat pribumi yang kental dengan nuansa Islam. 

Bahan baku benteng disusun dari batuan karst, sejenis batuan gunung dan laut yang direkatkan dengan kapur dicampur dengan pasir sungai, komposisi campuran tak tentu dan bahan perekat dari rumput laut. 

Konon kata Bang Iswandi, teman kami sekaligus warga asli Baubau, masyarakat setempat mempercayai batuan tersebut direkatkan dengan campuran putih telur. Namun yang pasti, susunan batuan disana tampak berdiri kokoh dan merekat sempurna satu sama lain.

Salah satu baluara, Baluarana Wandailolo (dok. pribadi)
Salah satu baluara, Baluarana Wandailolo (dok. pribadi)

Dilihat dari luar atau kejauhan, akan terlihat bahwa tinggi dan tebal dinding benteng ini terlihat bervariasi dikarenakan perbedaan ketinggian lahan dan perbedaan kontur tanah dan lereng bukit. Benteng Keraton Buton terletak di puncak setinggi 100 mdpl. 

Dari ketinggian tersebut, tentu kita dapat melihat pemandangan Selat Baubau dan Pulau Muna yang berhadapan langsung dengan Kota Baubau. Mungkin karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal menjadikannya sebagai tempat terbaik pada zamannya untuk mengintai musuh sekaligus tempat pertahanan. Untuk tinggi benteng berkisar 1-8 meter, ketebalannya sekitar 0,5–2 meter.

Benteng Terluas di Dunia

Fakta uniknya, Benteng Keraton Buton ini dinobatkan sebagai benteng pertahanan terluas bukan hanya di Indonesia tetapi di dunia oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) bersama dengan Guinness Book Of World Record pada tahun 2006. 

Bukan tanpa alasan, jika mau menjelajah lebih jauh dari segala sisi, keseluruhan kompleks benteng memiliki luas 23, 375 Ha dengan keliling benteng sepanjang 2.740 meter. Jika dulu dijadikan tempat pertahanan, kini benteng ini menjadi objek wisata yang menampilkan sejarah Kesultanan Buton dengan pemandangan Kota Bau-Bau yang menakjubkan.

Selain dapat menyaksikan pemandangan, di dalam Benteng Keraton Buton juga terdapat beberapa situs sejarah berusia ratusan tahun. Benteng Keraton Buton memiliki empat buah pos pengintai (bastion) di empat penjuru untuk memantau musuh.

Di dalam area benteng terdapat 12 buah lawa atau pintu gerbang dan 16 benteng kecil (baluara). Setiap lawa dan baluara memiliki nama masing-masing dan disesuaikan dengan nama atau gelar orang yang mengawasinya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, 12 buah lawa mewakili jumlah 12 lubang pada tubuh manusia.

Lawana Kampebuni, salah satu pintu gerbang (Lawa) di Benteng Keraton Buton (dok. pribadi)
Lawana Kampebuni, salah satu pintu gerbang (Lawa) di Benteng Keraton Buton (dok. pribadi)

di tiap bastion, tampak meriam berukuran panjang sekitar 2-3 meter di sana sekilas menggambarkan suasana perlawanan terhadap peninggalan penjajahan Portugis dan Belanda. Sebagian meriam tertera angka tahun 1600-1700 an dengan cap bertuliskan VOC. 

Di dalam Benteng Keraton Buton masih terdapat beberapa bangunan bernuansa Islami seperti Masigi Ogena atau Masjid Agung, istana sultan (kamali), makam-makam sultan lengkap dengan batu nisannya, serta rumah adat yang cukup padat. Sayangnya, kami tidak mengeksplor semua bagian-bagian bangunan dalam kompleks benteng tersebut.

Meriam peninggalan Portugis dan Belanda (sumber: gmaps)
Meriam peninggalan Portugis dan Belanda (sumber: gmaps)

Salah satu makam sultan (dok. pribadi)
Salah satu makam sultan (dok. pribadi)

Saat kami kesana, terlihat banyak bangunan perumahan masyarakat tidak lagi mempertahankan konsep rumah adat tradisonal semi permanen yaitu rumah panggung, akan tetapi bangunan rumah dibuat sebagai bangunan permanen yaitu kolong rumah dimanfaatkan juga sebagai tempat tinggal dan dibangun dengan susunan batu gunung dan semen. 

Meskipun dari waktu ke waktu nilai sakral dari Keraton Buton secara perlahan-lahan mulai memudar seiring perkembangan zaman, akan tetapi kegiatan-kegiatan seperti adat dan aktivitas keagamaan serta aktivitas bermukim masih ketat dengan aturan-aturan yang masih tetap dipertahankan sampai sekarang.

Benteng Keraton Buton pada dasarnya masih menunjukkan identitas sebagai situs sejarah bernilai budaya tinggi sebagai peninggalan Kesultanan Buton dan bukti sejarah perlawanan rakyat Buton terhadap penjajah sehingga sangat layak menjadi list destinasi wisata favorit di Baubau.

Referensi 

Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume XI, Nomor 2, Desember 2017 Hal 46-63.

Youtube, "Jelajah Indonesia".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun