Mohon tunggu...
Amilatur Rohma
Amilatur Rohma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Physics Student | Content Writer | Social Media Enthusiast

A Marketer who enthusiasting on writing. Menulis untuk menyampiakan hal yang tak mampu diucapkan oleh lisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bakat Memberontak, Berani Berbeda dengan Menjadi Seorang Rebel

18 Februari 2022   08:49 Diperbarui: 18 Februari 2022   08:58 2765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi wanita pemberontak (sumber : Pixabay)

Pernahkah kamu melakukan sesuatu hal yang tidak umum dilakukan. Atau melakukan sesuatu yang dianggap melanggar aturan. Seratus persen kita pasti pernah entah itu dilakukan secara sadar atau tidak.

Dari kecil, kita selalu diajarkan bahwa melanggar peraturan adalah sesuatu yang buruk. Kebanyakan dari kita tumbuh menjadi orang dewasa yang memegang erat nilai ini. Kita takut melanggar peraturan, dan kita pun memandang rendah orang-orang yang melakukannya. Misalnya, siswa yang datang terlambat akan diberi hukuman, siswa yang tidak mengerjakan PR akan dicap buruk oleh guru atau karyawan yang diberi tugas untuk melakukan pekerjaannya namun menggunakan caranya sendiri untuk mencapai target perusahaan kemudian dievaluasi oleh atasannya. Untuk dua contoh pertama memang peraturan pendidikan yang memang wajib untuk dilaksanakan, namun contoh terakhir sepertinya sah-sah saja asal cara yang digunakan tidak merugikan siapapun baik orang lain maupun perusahaan sendiri.

Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan bersama di dalam suatu lingkungan seperti lingkungan kerja, masyarakat, sekolah, atau bahkan di dalam rumah. Aturan diperlukan agar semua anggota bisa hidup berdampingan dengan nyaman. Meski demikian, ada juga orang-orang yang menganut bahwa 'aturan ada untuk dilanggar', banyak orang yang memang tidak bisa hidup dengan menuruti aturan yang ada dan punya aturan mainnya sendiri. 

Orang yang senang memberontak biasanya disebut dengan "Rebel".

Apa itu Rebel?

Rebel atau pemberontak adalah orang-orang yang menyimpang dalam berbagai bidang, tetapi dalam hal yang positif dan konstruktif. Mereka menentang norma-norma yang sudah ada dan melakukan hal-hal yang membuat mereka berbeda dari kebanyakan orang. Sifat pemberontak sendiri identik dengan berani melawan aturan yang dirasa tidak adil. Seorang pemberontak bukan berarti dia melanggar hukum dan mendapat masalah hukum. Namun, mereka adalah orang yang punya karakter tertentu dan karena karakter itu, memungkinkan mereka untuk menjadi pemberontak dalam hal komunikasi, kehidupan dan pekerjaan yang mereka lakukan. Berani beda singkatnya.

Kita umumnya menganggap mereka sebagai pembuat onar, pelawan, orang yang menyulitkan keputusan dan tidak setuju saat mayoritas orang sepakat. Tetapi sebenarnya, pemberontak juga termasuk orang di antara kita yang dapat mengubah dunia menjadi lebih baik dengan pandangan mereka yang tidak konvensional. Tidak itu-itu saja. 

Pada dasarnya manusia memiliki sifat alami untuk memberontak, namun tak semua berani mengutarakannya atau bertindak melawan aturan yang ada.  Nah, bagaimana kalau sekarang dibalik, bahwa melanggar peraturan itu penting? Menurut penulis buku Rebel Talent, Francesca Gino,  menjadi seorang "Rebel" di dunia pekerjaan itu justru memberi kita berbagai keuntungan. Kita hidup di masa penuh gejolak, era teknologi digital yang mengubah sistem secara global, ketika persaingan sangat ketat, reputasi dengan mudah ternodai di media sosial, dan dunia lebih terpecah daripada sebelumnya. Dalam lingkungan yang keras ini, menumbuhkan bakat pemberontak dalam diri seseorang bisa saja dibutuhkan dalam dunia  bisnis untuk berkembang dan menjadi paling diakui.

Saya setuju kalau orang yang bersifat pemberontak cenderung berpikir kreatif dan tidak kolot. Mereka ini berani mendobrak aturan demi melahirkan terobosan baru. Namun, yang pasti tidak semua lingkungan kerja menerima seorang Rebel. Lingkungan kerja seringkali menuntut kita untuk berkompetensi memberikan performa terbaik di antara rekan-rekan kerja dan dalam prosesnya membuat kita harus berani berbeda. Hal itu, tidak serta merta menghapuskan sisi negatif dari sifat pemberontak yang kita punya. Akibatnya, orang yang dikenal sebagai sosok Rebel biasanya tidak disukai bahkan dimusuhi oleh orang-orang sekitar.

Bagi seorang Rebel, menjadi pemberontak bukan hanya tentang berani berbeda dari orang kebanyakan, tapi seorang Rebel harus punya jati diri dan membuat orang lain menyadari dan mengakui kita. Kamu bisa mengambil sudut pandang ini untuk menjadi seorang Rebel yang orisinil, bukan cuma asal memberontak saja.

1. Berpikir layaknya pemberontak

Kunci dari menjadi seorang Rebel adalah mengembangkan pandangan yang berlawanan dari pandangan populer. Bagian dari memegang pandangan yang tidak populer adalah mempertanyakan hal yang dipercayai begitu saja oleh kebanyak orang. Mempertahankan sifat ini sebenarnya sulit karena kita butuh integritas dan tidak mudah terpengaruh oleh pendapat mayoritas. Mempertanyakan suatu hal bukan hanya jalan untuk menjadi berbeda, namun bisa jadi salah satu jalan untuk mencapai kebenaran.

            Saat kita mempertanyakan atau meragukan sesuatu yang pada akhirnya hal itu diketahui sebagai kebenaran, maka kita pasti akan dipandang tinggi oleh rekan-rekan kita. Lihat saja saat dulu sebagian besar orang di abad ke-16 percaya kalau bumi itu datar, ilmuwan matematika Pythagoras, orang yang membuktikan sebaliknya bahwa bumi bulat, hingga kini disanjung dalam sains dan matematika.

2. Menetapkan jati diri dan aturan kita sendiri

Kita tidak perlu menyinggung orang lain atau mengatakan hal-hal aneh untuk menjadi seorang Rebel. Bahkan kita tidak harus melanggar aturan yang ada, yang harus kita lakukan adalah menjadi diri sendiri dan bertindak dengan cara yang menonjol dari orang kebanyakan. Masih ingat kan, ada istilah bahwa murid yang paling diingat guru ada 2; yang paling pintar atau yang paling bandel? Kita bisa menjadi Rebel dengan memilih menjadi sosok yang paling antimainstream. Seperti jika karyawan kebanyakan masuk bekerja saat tepat atau terlambat dari jam kantor dan pulang dengan menyisakan segudang lemburan, jadilah orang paling pertama yang masuk dan orang yang pertama pulang.

3. Melakukan apa yang kita mau, bukan yang orang lain harapkan

Level tertinggi dari seorang Rebel adalah melakukan apa yang benar-benar kita inginkan dari hati, bukan karena penilaian atau mememenuhi ekspektasi orang lain. Seorang Rebel akan memilih melakukan urusannya, bukan untuk menyenangkan orang lain. Dengan begini, kita dapat menjadi versi terbaik dan menjalani semua hal karena itulah yang benar-benar kita inginkan. Kita menjadi orang yang lebih terbuka dan berani mengutarakan pendapat ketika merasa sesuatu tidak benar, di saat yang lain takut untuk angkat bicara misalnya.

            Untuk menjadi Rebel yang diakui, kita juga harus berani memperjuangkan keyakinan kita dan orang-orang yang berkeyakinan sama. Di dunia kerja terutama, mengabaikan ejekan atau politik kantor adalah sifat hebat yang harus dimiliki, tetapi harus tahu kapan harus membela diri atau kapan harus diam. Bila ada yang mengejek kita, tidak perlu kita balas dengan ejekan, sederhana saja cukup katakan, "Jangan ganggu saya, saya tidak menyakiti siapa pun".

4. Menjadi Rebel yang bertanggungjawab

Kita pasti paham bahwa setiap  tindakan yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensi. Apapun itu. Jadilah seorang Rebel yang bertanggungjawab. Jika tindakan kita memiliki potensi melukai diri kita ataupun orang lain, maka hindarilah sebisa mungkin. Menjadi berbeda memang penting tapi kita tidak perlu melakukan hal-hal merugikan untuk itu. Kita boleh berkata lantang dan berjalan dengan dagu terangkat, tetapi tidak harus melukai atau menjatuhkan orang agar dipandang. Menjadi pemberontak adalah soal menjadi jati diri sendiri, dan merendahkan orang lain untuk diakui bukanlah ciri seorang Rebel.

Jadi, menjadi Rebel bisa menjadi kebutuhan atau pilihan. Sama seperti pilihan dalam hidup, mau mewujudkannya atau menolaknya. Semua kembali ke diri kita masing-masing. Apakah kita ingin mengikuti skrip yang diberi atau menulis cerita kita sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun