"So i listen to the radio, all the songs we used to know..." Itulah sepenggal lirik lagu dari The Corrs yang berjudul "Radio". Namun di sini saya tidak akan membicarakan soal band yang berjaya di era 90-an dan awal 2000-an, melainkan justru ingin membahas soal benda yang dijadikan objek lagu tersebut, yaitu "radio", atau lebih tepatnya yaitu kegemaran mendengarkan radio.
Radio, yang merupakan alat komunikasi yang ditemukan oleh seorang fisikawan asal Italia bernama Guglielmo Marconi, berperan besar bagi sejarah bangsa kita. Terutama pada masa Kemerdekaan Indonesia.
Radio ketika itu, hanya menjadi satu-satunya wadah berita dan informasi seputar proses kemerdekaan Indonesia, termasuk saat pembacaan teks proklamasi kemerdekaan oleh Ir. Soekarno disebarluaskan ke seluruh penjuru negeri, hingga diketahui dan dirayakan dengan gegap gempita oleh seluruh rakyat Indonesia. Dan kemudian tersebar pula hingga ke penjuru dunia.
Pada perkembangannya, radio tidak hanya digunakan sebagai sarana menyampaikan dan mendengarkan berita dan informasi, namun juga menjadi media hiburan yang merakyat. Di mana dari radio kita bisa mendengarkan berbagai jenis lagu dan juga menyimak cerita rakyat seperti drama radio, dongeng, wayang golek (khusus di daerah Jawa Barat), atau juga mendengarkan siaran langsung pertandingan sepakbola.
Selain itu bisa menjadi media promosi melalui iklan produk dari pihak sponsor, dan juga iklan layanan masyarakat yang berupa program pemerintah atau kampanye untuk melakukan kegiatan tertentu.
Dulu kala saat kemajuan teknologi belum sepesat dan secanggih sekarang, mungkin kita sering melihat di warung-warung kopi, orang-orang berkerumun selain nongkrong dan minum kopi, juga mereka asyik mengobrol sambil menyimak suara radio yang dinyalakan oleh pemilik warung kopi. Atau saat ada acara perkumpulan warga, acara ronda malam, radio senantiasa menjadi "kawan setia".
Namun saat ini, pemandangan seperti itu seakan menjadi "langka".
Kalaupun ditemukan, pasti tempatnya di daerah pinggiran kota, atau malah di pedesaan. Dan orang yang mendengarkannya pun rata-rata berasal dari kalangan usia "tua", atau menjelang tua.Â
Meski radio terus bertransformasi dari yang bentuknya besar, berantena, dan memakai batre (ada juga yang ukurannya mini), hingga saat ini bisa didengarkan lewat handphone bahkan bisa melalui streaming online, namun tampaknya radio tetap sepi "penggemar".Â
Sebenarnya sebelum terjadi kemajuan teknologi melalui handphone (lebih tepatnya smartphone), kehadiran radio sebagai media informasi dan hiburan merakyat di Indonesia mulai tersisihkan sejak bermunculannya berbagai televisi swasta.
Sehingga, masyarakat yang semula mencintai radio, beralih menjadi mencintai televisi yang menyuguhkan acara-acara menarik melalui media "audio visual". Tidak seperti radio yang hanya menghadirkan "audio" atau suara saja.Â
Apalagi saat ini, di mana wabah "gadget" menyebar luas ke mana-mana, tidak hanya di daerah perkotaan, namun juga hingga ke pedesaan, tidak hanya orang dewasa, namun juga anak-anak, membuat radio seperti nyaris tak "dikenal" oleh kalangan anak zaman sekarang.
Saat ini yang terlihat justru hampir semua orang "disibukkan" dengan smartphonenya, terutama kalangan muda dan remaja. Dan kalaupun telinga mereka dipasangi headset, pasti bukan radio yang mereka dengarkan, melainkan lagu-lagu dari "playlist" di handphone mereka.
Memang, mendengarkan radio seolah menjadi kegiatan yang langka, apalagi hobi. Masa iya di zaman serba canggih seperti sekarang masih saja hobi mendengarkan radio?! Mungkin begitu pikiran mereka.
Namun saya justru sebaliknya. Dengan segala hingar bingar kemajuan teknologi, saya termasuk orang yang setia dengan hobi jadul saya, yaitu mendengarkan radio.
Bagi saya, radio seperti menjadi saksi bisu perjalanan hidup saya dan memiliki histori panjang dalam hidup saya.
Saya tidak ingat kapan pertama kali saya mulai mendengarkan radio. Mungkin ketika saya masih sangat kecil dan masih tinggal di Karawang.
Namun yang pasti, ketika saya dan keluarga saya pindah ke kota Subang(ketika itu umur saya 5,5 tahun), radio seperti telah menjadi "bagian penting" dalam kehidupan keluarga kami.
Saat itu kami belum memiliki televisi. Jadi sebagai pengisi waktu, setiap malam, saya, kakak saya, dan ibu saya yang sedang menunggu kepulangan ayah bekerja, berkumpul di dalam kamar sambil mendengarkan radio yang waktu itu bentuknya kecil.
Kami sangat serius mendengarkan acara radio favorit kami yaitu Dongeng Sunda (dengan pendongeng tenar asal jawa barat bernama "Ua Kepoh") atau juga sandiwara radio (seperti Brama Kumbara, Saur Sepuh, dsb). Bahkan drama horor legendaris berjudul "Misteri Nini Pelet" yang suara tawanya selalu membuat bulu kuduk berdiri.
Begitupun bila pagi hari, kami selalu mendengarkan radio yang acaranya sama, yaitu Dongeng Sunda (namun berbeda judul).
Bila siang hari acaranya lagu-lagu, dan sore hari kembali acara dongeng sunda dan sandiwara radio. Begitu seterusnya selama bertahun-tahun, seolah tak ada bosannya.
Bahkan kehadiran televisi tak mampu menyingkirkan radio dari kehidupan keluarga kami (kebetulan kondisi ekonomi keluarga kami pas-pasan hingga kami hanya memiliki televisi hitam putih yang hanya menayangkan TVRI. Kalau kami ingin menonton acara televisi swasta, kami harus menontonnya di rumah tetangga atau rumah teman dekat).
Saat saya memasuki masa sekolah, dari SD, SMP, hingga SMA, radio selalu menemani saya. Bila sedang belajar, apakah menghapal atau mengerjakan PR, saya selalu melakukannya sambil mendengarkan radio.
Namun seiring bertambahnya usia, acara favorit di radio tidak lagi dongeng atau sandiwara radio, melainkan acara musik dan seputar informasi mengenai dunia hiburan yang diceritakan oleh penyiarnya.
Acara berita pun sering saya dengarkan, termasuk seputar daftar harga sembako, sayur mayur, bumbu, dsb yang selalu terdengar lucu di telinga saya,"Harga cabe keriting, cabe rawit, kentang ukuran sedang, blabla..." Anak zaman sekarang pasti tak pernah mengetahuinya!
Menginjak remaja, acara "request" lagu dan kirim salam yang waktu itu melalui "kartu request" yang disediakan oleh pihak radio menjadi acara favorit saya, selain acara musik lain (lebih tepatnya lagu-lagu) secara umum.
Bahkan saya pernah memberikan kaset kosong milik saya untuk direkamkan lagu-lagu pilihan saya ke pihak studio radio dengan memberikan "upah" seikhlasnya saja. Telinga saya saat itu seolah "dipenuhi" oleh lagu-lagu dari radio.
Lalu ketika beranjak dewasa, radio  menjadi "teman" saya ketika merenung sendiri sambil merebahkan tubuh dan menatap langit-langit kamar.
Bila saya sedang sendiri, sedang sedih, galau, bosan, suntuk, dsb, radio selalu ada di sisi saya. Atau ketika saya bengong tak ada kegiatan, mendengarkan radio seolah menjadi "kegiatannya".
Acara favorit saya masih seputar musik dan informasi atau juga berbagai tips yang disampaikan. Bahkan meskipun saya sudah memiliki televisi berwarna dengan berbagai acara dari berbagai stasiun tv swasta, namun "keasyikan" saya mendengarkan radio seolah tak mampu tergantikan.Â
Apalagi ketika wabah handphone melanda, dan mendengarkan radio bisa melalui handphone dan headset, saya pun tak luput untuk melakukannya. Bisa dilakukan sambil membaca buku, atau sambil menulis, atau hanya tiduran bermalas-malasan.
Meski begitu, terkadang dari radio juga bisa muncul "inspirasi" atau ide untuk melakukan sesuatu yang positif, misalnya berolahraga, bersilaturahmi kepada teman, dsb.
Begitupun setelah saya menikah, hobi saya tsb seolah "tak tergantikan". Apalagi dengan pesatnya teknologi yang menghadirkan "smartphone", saya bisa mendengarkan radio sambil melakukan berbagai "aktivitas", mulai dari browsing, ber-medsos, atau membuat tulisan. Semuanya serba mudah. Saya tinggal memilih acara mana yang menarik, lagu mana yang enak didengar, atau informasi apa yang ingin saya dengar. Semuanya bisa saya peroleh secara gratis(tanpa harus menggunakan kuota atau biaya apapun).
Jadi bila kebetulan smartphone saya sedang "cekak" alias tidak ada kuotanya, saya tinggal mendengarkan radio saja.
Di sana juga saya bisa mendengarkan banyak lagu asyik, informasi menarik, bahkan cerita atau candaan lucu dari para penyiarnya.Â
Terlebih lagi bila sedang dalam perjalanan menggunakan mobil pribadi, sepertinya asyik bila sambil mendengarkan radio untuk mengusir kejenuhan atau sekedar menghibur hati dan kepala yang sedang mumet, apalagi bila terjebak macet.
Jadi, hobi yang klasik ini masih tetap asyik untuk dinikmati bukan?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H