Mohon tunggu...
Amie Primarni
Amie Primarni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Pemerhati Pendidikan Holistik

Amie Primarni Dr, lahir dan tumbuh besar di Jakarta. Ayahnya M. Tabrani asli Pamekasan, Madura. Ibu Siti Sumini asli Jogjakarta. Aktif sebagai Dosen, Pemerhati Pendidikan Holistik dan Komunikasi. Penulis Prolifik. Pemilik Mata Pena School. Penggagas Komunitas Dosen Menulis. Ketua Divisi Neurosains Pendidikan SINTESA. Anggota Asosiasi Penulis dan Editor, Assosiati Penulis Penertbit Pergurian Tinggi,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Covid-19: Peluang Teknologi dan Pembelajaran

25 Januari 2021   08:37 Diperbarui: 25 Januari 2021   08:44 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dr. Amie Primarni

Sepertinya kata-kata mutiara Siapa yang Cepat dan Cerdas dia yang Dapat, berlaku saat ini. Ya, di tengah kesulitan selalu saja dibarengi dengan adanya kemudahan. Kecerdasan seseorang ditandai oleh empat indikator, cerdas spiritual, intelektual, emosi dan fisik.

Dalam melihat sebuah masa depan - meski saat ini tak ada yang pasti tentang masa depan - maka kemampuan melihat peluang, kemampuan bersegera dalam mengimplementasikan peluang, kemampuan kolaborasi dan bersinergi, kegesitan dalam mengambil inisiatif menjadi kunci survive pada kondisi ketidakpastian. Maka sungguh saya senang munculnya inovasi-inovasi baru, terobosan cara baru bisa muncul justru ketika kita dihadapkan pada masalah yang krusial - genting dan penting.

Pendidikan masa depan secara makro akan kembali ditengah keluarga. Artinya, peranan keluarga menduduki peringkat pertama sebagai Sekolah Pertama Anak. Maka Peranan pendidikan dalam Lembaga Pendidikan menjadi perpanjangan tangan dan mitra keluarga dalam mengembangkan potensi anak sejalan dengan kebutuhannya dimasa datang. Lebih khusus, pembelajaran di rumah dan di sekolah. Ke depan, para orangtua harus membiasakan diri dengan teknologi pembelajaran, utamanya dalam mendampingi anak belajar di rumah. Orangtua tak bisa lagi berdiam diri, tapi harus mau terus mempelajari hal-hal baru yang sangat dinamis.

Perguruan Tinggi - apa pun apalagi Perguruan Tinggi basis program studi  pendidikan -  yang mencetak calon-calon guru dan  orangtua ini pun harus memiliki orientasi keteknologian, sebab di masa depan adalah masa depan teknologi sebagai alat yang digunakan secara masif.Para pendidik, harus punya kecakapan teknologi pembelajaran. Sebab ini akan menjadi strategi, model dan metode pembelajaran.

Menambah value visi dan misi Perguruan Tinggi hingga  merombak kurikulum, menjadi syarat terpenuhinya capaian belajar yang sesuai dengan jaman.

Menyusun ulang visi dan misi keluarga, mendudukkan kembali peran, tugas dan tanggungjawab anggota keluarga perlu dilakukan. Kita perlu menyusun strategi penguatan keluarga. Sebab ke depan peluang, tantangan, dan hambatannya akan berbeda.

Meski - prediksi bahwa teknologi juga akan tidak bertahan lama - namun setidaknya dia akan eksis untuk sepuluh tahun ke depan.Platform pendidikan basis teknologi menjadi keniscayaan. Kebijakan pendidikan pun harus mengakomodir perubahan yang drastis dan masif ini dengan cepat.
Jika setahun ini dianggal masa transisi, maka tahun ke dua sudah harus ada kebijakan makro yang didasari kesadaran penuh bahwa dunia memang sudah berganti.Semua insan, orangtua, pendidik, lembaga pendidikan, kebijakan pendidikan harus menyadari ini. Bahwa, masih akan ada pembelajaran-pembelajaran yang mengharuskan tatap muka namun itu akan berkolaborasi dan bersinergi juga dengan teknologi.Pembagian tanggungjawab serta peran pendidikan,  dan pengajaran menjadi penting untuk dibahas. Mana peran dan tanggunjawab orangtua,  pendidik, dan lembaga pendidikan.

Pendidikan di dalam Perspektif Pendidikan Holistik ada empat ranah elemen yang harus dikembangkan yaitu  ranah spiritual, intelektual, emosi dan fisik. Maka empat ranah ini tetap menjadi perhatian insan pendidikan, namun masing-masing dengan porsinya yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sinergi ini kemudian membentuk pola pendidikan baru yang melibatkan orangtua, anak,pendidik dan masyarakat. 

Pertanyaan yang banyak muncul adalah bagaimana pembelajaran emosional dilakukan dengan basis teknologi. Atau bagaimana akhlak diajarkan dengan basis teknologi ? Tentu saja kita tak bisa mengharap teknologi mampu mengajarkan aspek ahlak,  mengasah empati dalam tumbuh kembang anak, namun konten-konten dalam pembelajaran berbasis teknologilah yang bisa berperan untuk mengasah empati, di sisi lain peran orangtua menjadi krusial untuk mendampingi anak dalam menumbuhkan akhlak yang baik sehingga memunculkan sikap empati. Nah disinilah peran pendidik untuk menyusun ulang materi-materi, metode, dan konten  pembelajaran basis teknologi yang setidaknya memuat ke empat elemen itu.

So, jangan diam, bergeraklah menuju dan mengikuti tuntutan jaman selagi kita tetap bertafakur padaNya.

Bukankah kita diminta untuk berikhtiar dalam setiap sendi kehidupan ?

Sekedar renungan di pagi hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun