Mohon tunggu...
Amie Primarni
Amie Primarni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Pemerhati Pendidikan Holistik

Amie Primarni Dr, lahir dan tumbuh besar di Jakarta. Ayahnya M. Tabrani asli Pamekasan, Madura. Ibu Siti Sumini asli Jogjakarta. Aktif sebagai Dosen, Pemerhati Pendidikan Holistik dan Komunikasi. Penulis Prolifik. Pemilik Mata Pena School. Penggagas Komunitas Dosen Menulis. Ketua Divisi Neurosains Pendidikan SINTESA. Anggota Asosiasi Penulis dan Editor, Assosiati Penulis Penertbit Pergurian Tinggi,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Pendidikan dan Bisnis dalam Tinjauan Teknologi dan Pembelajaran

27 September 2017   17:59 Diperbarui: 27 September 2017   22:06 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dr. Amie Primarni 

Saya tidak bermaksud mendikotomikan antara dunia Pendidikan dan Bisnis. 

Tapi coba jawab,  mana  yang  lebih cepat melakukan perubahan dan penyesuaian antara dunia Pendidikan atau dunia Bisnis ? 

Izinkan saya berbagi pandangan.Kalau dari tataran implementasi maka  dunia bisnis yang paling lebih dulu dan selalu lebih cepat dalam melakukan perubahan dan penyesuaian. Dunia bisnis yang meskipun sudah  melakukan perhitungan yang masak dalam setiap langkahnya. Tetap saja  sebuah dunia yang penuh ketidakpastian.Ketidakpastian inilah  justru yang memacu dan memicu mereka para pebisnis untuk berlomba-lomba  lebih dulu bermain terdepan di banding pesaing-pesaingnya. 

Jika  ada perusahaan yang masih menggunakan sistem lama, maka perusahaan lain  akan mencoba menggunakan sistem terbaru dan terdepan. Agar bisnisnya  bisa eksis dan tetap mampu bersaing. 

Tuntutan dunia bisnis yang  serba tak pasti, dinamis dan selalu membutuhkan cara-cara baru ini  kemudian membentuk karakter-karakter manusia yang cepat sekali bergerak  seirama mengikuti zamannya. Mereka selalu diminta untuk mengupgrade diri  secara periodik melalui berbagai macam pelatihan, seminar, workshop  agar mereka memperoleh pengetahun dan skill yang memadai untuk  menyelesaikan segudang masalah bisnis.

Mulai dari manajemen,  pemasaran, produksi, keuangan hingga ke SDM. Cara-cara lama yang tidak  lagi efektif dan efisien akan ditinggalkan.
Era digital, membuat  dunia bisnis terengah-engah menyediakan dana dan SDM untuk mengganti  sistem manajemen mereka. Tenaga-tenaga SDM super canggih yang kekinian  dicari, tetapi sayangnya mereka belum punya pengalaman yang matang untuk  langsung begitu saja menduduki posisi kunci. Sementara SDM yang ada  sudah tak mampu berakselerasi mengikuti kecakapan yang dibutuhkan. Namun  demikian dunia bisnis jauh lebih cepat dan berani mengambil resiko untuk  mencoba sesuatu yang baru.

Bagaimana dengan dunia pendidikan ?.  Cikal-bakal semua teori dan konsep yang digunakan oleh para pebisnis  sebagian besar lahir dari hasil penelitian dan pemikiran yang panjang  oleh para ilmuwan. Sebuah teori membutuhkan langkah yang panjang untuk  bisa diwujudkan dalam tataran empiris dan menjadi solusi atas masalah  yang ada. 

Proses yang panjang dalam temuan-temuan ini membuat  dunia Pendidikan selalu selangkah lebih lambat dalam merespons kondisi  nyata dilapangan. Sebuah kurikulum misalnya tidak bisa serta merta  diubah sesuai kondisi lapangan secara mendadak tanpa melihat output dan outcome hasil pembelajaran. 

Hari ini di Indonesia saya melihat  meskipun dunia teknologi sudah merambah hingga ke dunia pendidikan.  Tetapi penerapan teknologi sebagai media ajar masih berjalan lambat.  Tenaga pendidik baik itu guru ataupun dosen masih tertatih-tatih untuk  membuat power point melalui gadget. Masih belum berani mengadakan forum  group discussion melalui webinar. Masih ragu ketika harus mengikuti  pelatihan online berbasis telegram atau whats app. Padahal hari ini media  teknologi inilah alat yang paling praktis untuk menyebarkan ilmu hingga  ke akar rumput. 

Ketika dunia bisnis sudah gencar berjualan  melalui online, mereka tidak lagi selalu membutuhkan ruko. Dan beriklan  di mass media. Tapi cukup menggunakan instagram, linked dan web site  sebagai sarana penjualannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun