Di tengah teriknya musim kemarau, Desa Loleke menghadapi tantangan serius: krisis air bersih. Sumur-sumur kering, dan sungai yang biasanya mengalir kini hanya menyisakan genangan lumpur.
“Tiap hari kami harus berjalan jauh untuk mencari air. Kadang harus antre berjam-jam di sumber yang tersisa. Itu pun airnya tidak selalu bersih.”
Kondisi ini memaksa warga Loleke untuk beradaptasi. Banyak dari mereka mengandalkan air hujan yang ditampung dalam wadah-wadah sederhana. Namun, tak semua rumah memiliki sistem penampungan yang memadai.
“Sekarang kami lebih bijak menggunakan air. Kami hanya menggunakan untuk kebutuhan mendesak. Mandi dan mencuci pun jadi langka.”
Dari usaha mandiri, warga Loleke juga mengandalkan bantuan dari luar. Organisasi non-pemerintah mulai turun tangan, memberikan penyuluhan dan bantuan air bersih.
“Bantuan datang, tapi tidak cukup untuk semua. Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan kami, terutama di musim kemarau seperti ini.”
Suara warga Loleke menjadi harapan untuk perubahan. Di tengah krisis ini, solidaritas dan kerjasama menjadi kunci. Dengan harapan akan hujan dan solusi berkelanjutan, mereka terus berjuang untuk masa depan yang lebih baik.
Solehah, salah satu warga di desa tersebut mengatakan, musim kemarau kali ini sangat berdampak sekali , di musim kemarau air bersih susah di dapat sedangkan air adalah kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari "ungkapnya."
Krisis air bersih di musim kemarau bukan hanya masalah Lo'leke, tetapi juga tantangan bagi banyak daerah lain. Mari kita bersama-sama mencari solusi agar setiap tetes air dapat dinikmati oleh semua.