Mohon tunggu...
Thau'am Ma'rufah
Thau'am Ma'rufah Mohon Tunggu... -

mahasiswa fakultas Syariah IAIN Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berkarir atau di Rumah

28 Oktober 2013   07:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:57 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kesetaraan gender”, nampaknya ungkapan inilah yang membawa angin segar pada setiap perempuan di seluruh belahan dunia sejak pertama kali dikumandangkannya di tahun 1950-1960an. Suatu penghormatan terhadap hak asasi manusia berkaitan dengan kesamaan kesempatan dan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan peran-peran politik, ekonomi dan sosial budaya dalam kehidupan bermasyarakat.

Di Indonesia, isu inilah yang membawa pengaruh yang besar terhadap wanita, terlebih dalam memperjuangkan hak-haknya. Jika dilihat dari sudut pandang hak asasi manusia, tentu ini sangat memberi energi positif dalam menciptakan keadilan bagi setiap orang, untuk sama-sama hidup secara terhormat dan bebas menentukan pilihan hidup, tidak hanya diperuntukkan bagi laki - laki, namun juga bagi perempuan. Karena di Indonesia kita tahu, data yang ada, menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan daripada lali-laki, sebut saja kesenjangan gender di pasar kerja,kekerasan fisik yang dialami oleh kebanyakan perempuan dan pola pernikahan yang dinilai merugikan pihak perempuan.
Namun tak dapat dipungkiri, persamaan gender atau emansipasi wanita menjadi salah satu alasan mengapa wanita terobsesi untuk mandiri dan membuktikan eksistensinya dengan berkarir. Ini tentu berdampak langsung pada keluarga, karena wanita atau ibu yang seharusnya menjadi central bagi keluarga, justru malah tidak 100% ada untuk mengurus keluarga. Jika ini terjadi, akan berakibat pada kesenjangan hubungan dalam keluarga tersebut. Akhirnya, semua anggota keluarga merasa mandiri sendiri-sndiri. Wanita menganggap,"saya tidak butuh suami karena saya bisa menghidupi anak-anak saya sendiri" begitupun suami, merasa bahwa keberadaan istrinya tidak terlalu penting, karena memang waktunya sebagian besar dihabiskan untuk bekerja. Dampak yang ekstrim bisa terjadi pada anak, karena dia merasa tidak diperhatikan kedua orang tuanya maka dia merasa ada atau tidak adanya kedua orang tuanya menjadi sama saja baginya. Tidak ada rasa saling membutuhkan antar sesama anggota keluarga.

Jika begitu, dalam hal implementasinya pada keluarga, ternyata konsep kesetaraan gender memberi pengaruh yang cukup besar dalam hal pembentukan keluarga, kebanyakan sudah terbukti tidak efektif dalam membangun sebuah keluarga yang ideal, yang penuh akan cinta dan kasih sayang, dan saling membutuhkan antar anggota keluarga. Maka tak heran, Barat yang dahulunya sangat aktif menggaungkan konsep kesetaraan gender inipun sekarang mulai beralih ke konsep keluarga yang ibu menjadi centralnya, ibu yang bertugas sebagai pendidik bagi anak-anaknya, dan mengurus rumah tangganya, sementara suami bekerja. Jika kita lihat ini konsep keluarga yang diajarkan Islam bukan???


Namun yang menjadi sangat disayangkan adalah, negara kita yang mayoritas Islam ini kebanyakan orangnya malah tidak bangga dengan konsep keluarga yang diajarkan agamanya. malah mulai mengikuti konsep orang barat dahulu yang malah sudah mulai ditinggalkan oleh orang barat . Bisa dilihat bagaimana sekarang anggapan orang tentang kesuksesan selalu diukur oleh materi yang membuat semua orang berlomba-lomba dalam pencapaian itu, dan secara tidak sadar membuat keluarganya amburadul dan terbengkalai. Sehingga tidak heran perceraian sering terjadi, dan yang menjadi korban adalah anak yang tidak tahu apa-apa. sungguh miris bukan??


Seharusnya anak dididik dengan lingkungan keluarga yang tentram, nyaman, dengan ibu sebagai centralnya.Yang membuat setiap dari anggota keluarga itu saling membutuhkan, dan hubungan mereka satu sama lain menjadi semakin erat. sehingga mencetak seorang anak yang cerdas,dan berakhlaqul karimah.

Dalam keluarga yang ideal, masing-masing mempunyai peran. Perempuan dengan perannya sebagai istri dan ibu, begitupun laki laki dengan perannya sebagai suami dan ayah. Ada hak dan kewajiban yang dimiliki masing-masing. Dan semuanya saya rasa sudah diatur dalam agama secara seimbang, setara dan tidak ada kesenjangan. Tidak mengapa wanita memilih jalan karir, bekerja di luar dari pagi sampai sore, atau bahkan sampai malam, tapi perlu diingat kewajibannya mengurus keluarga harus didahulukan, apakah perannya sebagai istri dan ibu sudah terlaksana dengan baik? Jika memang sudah, anda adalah wanita hebat tentunya. Tapi ingat, tidak berkarirpun saya rasa sama sekali tidak menurunkan gengsi anda sebagai perempuan jika anda berhasil menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anak anda. Be a super woman, super wife and super mom. Jadi, tentukan pilihan sendiri, ingin berkarir atau di rumah???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun