[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="ehow.com"][/caption]
Banyak orang tua menganggap daya imajinasi pada anak-anak kurang penting untuk dikembangkan. Anak-anak yang suka berimajinasi dianggap suka berkhayal.  Padahal daya imajinasi memiliki peran penting untuk bisa menjadi orang yang kreatif  dalam merencanakan sesuatu dan dapat berkomunikasi dengan baik. Beberapa cara bisa dilakukan untuk mengasah imajinasi pada anak-anak antara lain dengan dongeng, membaca dan menulis.
Dengan dongeng anak-anak hanya mendengarkan lalu berimajinasi dalam pikirannya. Demikian pula membaca, imajinasi hanya bermain dalam pikiran. Umumnya yang kita tahu anak-anak menuangkan imajinasi dengan gambar, tapi tidak ada salahnya kita melatih mereka dengan menulis. Anak-anak akan lebih  bebas menuangkan imajinasinya dalam bentuk tulisan.
Mungkinkah anak-anak bisa membuat sebuah tulisan? Kita saja yang orang dewasa mengalami kesulitan untuk membuat sebuah karangan atau tulisan apalagi anak-anak. Saya beberapa kali membaca karya anak-anak Indonesia terbitan Mizan (Kecil-Kecil Punya Karya), yang tulisannya sangat luar biasa. Saya pikir anak-anak-Indonesia punya kemampuan luar biasa dalam menulis ini. Menulis bukan hanya berasal dari bakat tapi juga kebiasaan. Bagaimana caranya? Cara yang paling gampang adalah dengan membiasakan anak-anak membaca.
***
Membaca dan menulis merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika sering membaca maka otomatis sangat mudah untuk menulis dan semakin sering membaca, tulisan yang dihasilkan akan semakin bagus apalagi jika dibiasakan sejak dini. Namun membiasakan anak-anak merangkai kalimat menjadi sebuah tulisan bukanlah hal mudah.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, sekolah-sekolah di Indonesia kurang dalam hal membiasakan anak membaca. Yang ada siswa hanya dibiasakan menghafal. Membaca itu tahu, mengerti dan otomatis hafal sedangkan menghafal hanya tahu saja tapi belum tentu mengerti jadi gampang hilangnya dari memori otak kita. Kalau yang terakhir itu adalah pengalaman pribadi hehehe...
Sekolah anak saya (8 th) Â kebetulan adalah sebuah sekolah Internasional berkurikulum Inggris di Kairo. Di sekolah ini, membaca merupakan tugas harian anak sehingga mau tidak mau anak "dipaksa" untuk membaca, sehari satu buku. Bukan buku tebal yang ditugaskan untuk dibaca, tapi hanya buku cerita bergambar atau buku pengetahuan setebal tidak lebih dari 20 lembar saja. "Pemaksaan" Â ini rupanya sudah membuatnya menjadi terbiasa dan ketagihan.
Selain melatih spelling dengan benar, kebiasaan ini otomatis menambah kosa katanya. Penambahan kosa kata akan mempermudah dia untuk membuat sebuah tulisan. Grammar atau tata bahasa itu soal nanti, tapi bagaimana anak-anak bisa merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat adalah sebuah prestasi yang patut diapresiasi.
***
Awalnya saya kaget ketika dalam sebuah PC (Parent Consultation) guru menunjukkan pada saya sebuah tulisan 5 paragraf yang berisi cerita sederhana hasil karya Faiz anak saya. Menakjubkan, kata gurunya karena Faiz bisa menulis sebuah cerita lengkap dengan ekspresi tokohnya. Misalnya dengan kata-kata "wow!! (ekspresi takjub) lalu "Ouuchhh" (ekspresi kaget) dan lain sebagainya. Ada beberapa kesalahan dalam tulisan itu yaitu penulisan pada kalimat lampau tapi guru hanya menggaris bawahi kosa kata yang salah dan menuliskan yang benar di atasnya.
[caption id="attachment_219935" align="aligncenter" width="401" caption="Contoh PR (photo by ellys)"]
Melatih anak menulis juga saya dapati dalam beberapa PR sekolah. Pekerjaan rumahnya berupa selembar kertas dan berisi sebuah cerita sederhana (3 paragraf) lalu anak ditugaskan untuk menggambar apa yang terjadi dalam cerita tersebut dalam 4 kotak yang sudah disediakan. Jadi seperti ringkasan cerita dalam bentuk gambar. Kemudian anak juga ditugaskan untuk menuliskan pesan yang ada dalam cerita. Yang terakhir anak diberi tugas untuk membuat cerita yang memiliki pesan yang sama dalam cerita itu.
Nah, tugas yang terakhir ini yang saya pikir akan membuat anak belajar mencari ide, lalu menyusun alur dan merangkainya menjadi sebuah cerita utuh.  Perlu dicatat, bahwa di sekolah pelajaran tata bahasa  apalagi teknik menyusun tulisan tidak diajarkan secara khusus.
Alhasil Faiz bisa menghasilkan 5 paragraf dengan bahasa yang mengalir. Tata bahasanya sih belum tepat tapi harus diapresiasi bahwa dia sudah bisa membuat cerita apalagi cerita berbahasa Inggris. Cerita yang dia buat juga bukan kejadian yang sesungguhnya walaupun dia bercerita tentang dia dan kakak perempuannya. Artinya dia berimajinasi dalam tulisannya.
[caption id="attachment_219936" align="aligncenter" width="367" caption="Tulisan Faiz"]
Yang saya tahu pelajaran Bahasa Indonesia juga mirip seperti ini. Ada bacaan, lalu diberikan soal dibawahn, biasanya menyebutkan tokoh cerita, dan ringkasan. Bedanya tidak ada tugaws membuat cerita lain yang idenya sama dengan soal bacaan. Soal yang diberikan juga berupa pilihan ganda, kalau menurut saya sih kurang melatih kreativitas siswa ya..
Saya pikir cukup penting melatih anak menulis. Dengan menulis anak akan cukup punya tempat untuk menuangkan imajinasinya. Tapi juga perlu diingat bahwa kemampuan menulis juga berasal dari kebiasaan lain yaitu membaca. Tunggu apalagi, biasakan anak-anak membaca dan biarkan mereka menulis...
Salam hangat..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H