Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Menyelamatkan Diri dengan Berlomba-lomba Beralih ke Bisnis Digital?

6 Januari 2025   09:42 Diperbarui: 6 Januari 2025   12:53 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi 

Salah satu hikmah dari pandemi adalah timbulnya dorongan untuk melakukan bisnis dengan sistem online atau digital. Mulai saat itu sampai saat ini bisnis digital terus marak, bahkan saat ini semua bidang bisnis mulai dilakukan secara digital.

Para pelaku bisnis saat ini, berlomba-lomba melakukan bisnis dengan sistem digital. Diketahui salah satu kelebihan bisnis dengan sistem digital dibandingkan dengan sistem konvensional adalah "efisien". Aspek "efisensi" dalam bisnis memang sangat diperlukan, agar unit bisnis yang dilakoni oleh pelaku bisnis bisa bersaing dan dapat memenangkan persaingan atau merebut pasar.

Ditengah kondisi pasar yang sedang "sepi", daya beli turun sampai saat ini, bisnis dengan sistem digital merupakan alternatif bagi pelaku bisnis agar bisa bertahan. Selain memang bisnis dengan sistem digital dan atau penjualan denagn sistem online tersebut sedang digandrungi oleh konsumen, bisnis dengan sistem digital juga menjadi alternatif pilihan bagi pelaku bisnis untuk bertahan.

Mengimbangi Bisnis Konvensional

Bila dicermati bisnis atau penjualan dengan sistem digital yang dijalankan pelaku bisnis selama pandemi adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen agar bisa berbelanja tanpa datang langsung ke lokasi, tanpa tatap muka, tanpa kontak langsung dengan pelaku bisnis atau penjual, namun kini bisnis atau penjualan secara digital sudah merupakan kebutuhan dikalangan pelaku bisnis, karena faktor efisiensi dan keberlangsungan unut bisnsi mereka.

Bila disimak, hampir semua bidang bisnis melakoni bisnisnya dengan sistem digital, termasuk media massa dan unit bisnis dibidang pendidikan. Hampir semua media massa yang selama ini menjalankan bisnisnya dengan sistem konvensional, kini beralih dan juga membukan unit bisnis dengan sistem digital.

Contoh; salah satu pelaku bisnis bidang media cetak konvensional yang selama ini berkiprah dan berkembang di provinsi Sumatera Selatan, koran Sriwijaya Post, karena turunnya oplah atau penjualan dan berkurangnya para pemasang iklan, maka mereka selain bertahan dengan sistem konvensional juga melakukan sistem digital yakni "Sripoku.com". Hal ini tidak hanya dilakukan manajemen yang menerbitkan koran tersebut saja, tetapi diikuti oleh media cetak lainnya yang ada di negeri ini.

Mereka juga mengefisienkan produksinya dengan mengurangi halaman dan membuka media digital tersbut, termasuk perusahaan media cetak yang ternama dan selama ini ber-oplah terbesar pun demikian. 

Sebut saja, "Kompas cetak" membuka "Kompas.com" dan "Kompas.id". Begitu juga dengan Koran "Republika" dengan menutup korannya dengan membuka "Republika.co.id", hal ini dilakukan juga oleh manajemen koran "Sindo", dan koran "Tempo" serta masih banyak yang lain melakukan hal yang sama. (lihat Tempo.co, 1 Juli 2023 tentang media massa yang tutup)

Bila ditelesuri, hal demikian tidak hanya dilakukan oleh pelaku bisnis dibidang media saja, tetapi dilakukan juga oleh pelaku bisnis dibidang lain. Seperti Perguruan Tinggi (PT), tidak sedikit PT yang mengembangkan program studinya dengan sistem digital tersebut, mereka hanya melakukan pertemuan tatap muka hanya beberapa kali saja, selebinya dilakukan dengan sistem online atau daring. Hal ini dilakukan untuk efisiensi dan dalam rangka menjaring calon mahasiswa yang tidak mempunyai waktu penuh untuk melanjutkan studi dengan sistem konvensional.

Dibidang ritel pun demikian, mereka berlomba-lomba menawarkan penjualan barang-barang mereka dengan sistem online. Konsumen cukup menekan tombol handphone untuk memesan berbagai barang ini dan ini, tidak berapa lama barang-barang tersebut akan tiba di rumah mereka. Efisien bukan?

Bahkan ada ritel modern yang sudah tersebar di mana-mana sanggup menetapkan lama waktu menunggu barang tiba di rumah mereka setelah memesan dilakukan, cukup menunggu 10-15 menit saja. Betapa tidak, antara jarak rumah pemesan dengan ritel modern tersebut tidak berjauahan, karena mereka sudah ada dimana-mana.

Dibidang transformasi, kita kenal dengan "go car". "grab" dan lainnya. Sehingga, bagi unit bisnis transfortasi konvensional yang ada harus menyesuaikan diri, jika mereka ingin unit bisnisnya tetap eksis.

Singkat kata, hampir semua bidang bisnis di negeri ini sudah membuka dan atau menyediakan unit bisnis mereka dengan sistem digital tersebut. Saya memprediksi unit bisnis dengan sistem digital tersebut, ke depan akan semakin marak dan terus berkembang. 

Sikap Pelaku Bisnis dan Konsumen

Dalam melakoni bisnis secara digital tersebut, baik pelaku bisnis sendiri maupun konsumen harus berhati-hati. Pelaku bisnis dalam melakoni bisnisnya, harus benar-benar dapat memberi kepuasan maksimal kepada konsumen, jangan ada penipuan, jangan ada keterlambatan dan jangan ada unsur yang akan mengecewakan konsumen.

Konsumen dalam melakukan transaksi membeli suatu barang atau jasa, harus berhati-hati, jangan terkena unsur penipuan. Misalnya setelah melakukan transaksi bahkan sudah mentrasfer sejumlah uang, barang yang diharapkan diantar ke rumah ternyata tidak kunjung tiba. Begitu juga dengan barang yang akan kita beli, jangan sampai tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan atau yang sudah kita tentukan pada saat memesannya.

Memang dipihak pelaku bisnis memberi jaminan, barang sampai tepat pada waktu, barang dijamin baik dan memuaskan. Namun, dilapangan, terkadang masih saja ada unsur yang mengecewakan konsumen. Misalnya, barang yang datang tidak sesuai dengan yang dipesan, waktu pengiriman terlalu lama, barang yang datang ada kerusakan dan setusnya.

Bagi pelaku bisnis yang menjamin kesemua itu, tidak ada masalah, tetapi ada juga pelaku bisnis atau penjual yang dikomplain, tidak bertanggung jawab. Ditelepon penjualnya tidak aktif, terutama bagi konsumen yang membeli barang pada penjual yang secara perorangan, bukan pada unit bisnis yang sudah memiliki brand. 

Langkah Antisipasi

Dalam mengantisipasi perkembangan bisnis digital di negeri ini, baik pelaku bisnis maupun konsumen perlu melakukan langkah antisipasi. Bagi pelaku bisnis, memang saat ini bisnis dengan sistem digital tersebut masih dianggap efisien, namun ke depan, bukan tidak mungkin jika sudah ada regulasinya, tentang pengengenai pajak dan aturan ini dan itu, maka akan timbul biaya ini dan itu serta akan timbul beban ini dan itu.

Pada saat timbul biaya dan atau beban yang tidak diinginkan tersebut, maka apakah pelaku bisnis masih bisa bertahan dengan harga jual pada sebelum ada biaya da atau beben ini dan itu tersebut. Apakah pelaku bisnis akan menyesuaikan dengan harga akibat adanya biaya dan atau beban tersebut.

Jika harga jual dinaikkan dan kemungkinan akan tidak jauh dengan harga jual barang-barang atau jasa secara konvensioonal, maka bukan tidak mungkin konsumen akan bergeser untuk melakukan permintaan nya atau membeli barang-barang atau jasa-jasa kepada pelaku bisnis dengan sistem konvensional kembali.

Kemudian yang perlu diantisipasi adalah terus masuknya pendatang baru dibelantikan bisnis dengan sistem digital tersebut. Artinya pesaing semakin banyak, persaingan semakin tajam. Untuk itu pelaku bisnis benar-benar harus dapat mengantsipasi kondisi tersebut.

Kemudian, yang perlu diantisipasi pelaku bisnis dan konsumen adalah ada usnur penipuan atau adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan suatu oknum tertentu, oknum tersebut mau menjalankan misi mereka dengan pura-pura mengantarkan suatu barang atau tiba-tiba ada suatu barang yang diantarkan ke rumah konsumen, padahal barang tersebut tidak dipesan, atau modus operandi lainnya yang dilakukan suatu oknum.

Nah penipuan seperti ini, berdasarkan info yang ada pada media sosial sudah mulai terjadi. Jika ini terus terjadi, maka selain pelaku bisnis dengan sistem digital tersebut akan dirugikan, karena konsumen akan "mengerem" melakukan pembelian secara online, konsumen juga dirugikan karena akan membahayakan diri konsumen.

Kemudian, perlu juga diwanti-wanti, bisa saja ada pesaing, misalnya pelaku bisnis dengan sistem konvensional mau merusak citra pelaku bisnis dengan sistem digital, sehingga mereka melakukan hal yang tidak kita inginkan untuk merusak "citra positif" konsumen terhadap pelaku bisnis dengan sistem digital tersebut.

Konsumen pun harus berhati-hati melakukan pembelian barang-barang atau jasa-jasa dengan sistem digital tersebut, agar tidak merugikan diri sendiri. Intinya adalah bagaimana agar pelaku bisnis digital dan konsumen sama-sama enjoy dan tidak dirugikan.

Dalam hal ini, pihak yang berwenang harus sudah mulai dapat menganrisipasinya sejak dini dengan melakukan berbagai persiapan regulasi dan tindakan serta langkah antisipatif. Selamat Berjuang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun