Oleh Amidi
Â
Â
Sejak negeri ini dilanda pandemi sampai sampai saat ini media massa, terutama media cetak dan media elektronik banyak yang berguguran. Tempo.co  mencatat ada 37 media cetak yang tutup,  Koran SINDO, Harian Republika,  Tablid NOVA,  Majalah Mombi SD,  Suara Pembaharuan, Koran Tempo, Indopos. Tabloid Bintang,  Tabloid Cek & Ricek, Tabloid Bola,  Majalah Gogirl,  Esquire Indonesia,  Majalah Rolling Stone Indonesia, Jakarta  Globe, Surat Kabar Sinar Harapan, dan lainnya (lihat Tempo.co, 1 Juli 2023).
Kemduain media elektronik (televisi) yang tutup, antara lain  yakni  TV 7, TPI, VH1-Indonesia,  Bloomberg TV,  Spacetoon,  Channel Kemanusiaan,  (JatimTimes.com, 21 April 2023). Kemudian baru-baru ini dikabakan,  PT. Cakrawala Andalas  Televisi atau ANTV melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secar besar-besaran (Kompas.com, 24 Desember 2024). Belum lagi media massa berupa tabloid, majalah, radio dan lainnya, yang juga tidak sedikit sudah tutup alias tidak beroperasi lagi.
Begitu juga di Palembang Provinsi Sumatera Selatan, media cetak yang tutuo meliputi Harian Berita Pagi, Harian Transfaran, Sumsel Post, dan lainnya. Begitu juga dengan media cetak yang ada di Kabupaten/Kota di dalam Provinsi Sumatera Selatan, juga sudah banyak yang tutup.
Â
Yang Ada Pun Rapuh.
Bila disimak, media massa cetak yang masih tersisa pun saat ini "hidup segan mati tak mau", alias "rapuh". Â mereka hanya bisa bertahan dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Bagi media cetak yang sudah tutup tersebut, tidak sedikit yang masih beroperasi dengan nama yang sama,  namun berubah menjadi media  digital.
Bila dicermati, mengapa mereka tutup, penyebabnya antara lain, karena permintaan terhadap media tersebut turun drastis, akibat pendapatan konsumen atau pelanggannya mengalami penurunan sejak pandemi sampai saat ini. Tingkat penjualan koran atau oplah mereka turun drastis, ditambah lagi tidak sedikitnya media yang beralih ke media  digital.
Turunnya permintaan terhadap media tersebut,  menyebabkan pelaku bisnis sudah mengurangi bahkan tidak lagi  memasang iklan pada media tersebut, karena mereka merasa sasaran iklannya sudah berkurang akibat pembaca turun drastis.  Penyebab yang saling berhubungan inilah yang mendorong perusahaan media di negeri ini banyak yang colaps.
Media Digital Marak.
Dari beberapa media cetak dan elektronik (televisi/radio) yang masih bertahan dengan mengandalkan sistem digital  tersebut, sepertinya mereka bisa bertahan sepanjang waktu, karena pemasang iklan pada media digital tersebut merasa pembaca atau pengunjungnya banyak. Apalagi ada suatu sistem yang dibuat, apabila anak negeri ini mau membuka suatu konten, maka yang keluar pertama kali adalah iklan atau ada bagian tertentu pada saat  mereka asyik membaca/membuka/menyaksikan suatu konten diselipkan iklan.
Dengan memperhatikan antusias anak negeri ini yang membuka/membaca/menyaksikan suatu konten pada media  digital, maka para palaku bisnis dibidang media tersebut saat ini berlomba-lomba membuka media digital dengan nama yang sudah ada sebelumnya dan atau ada media digital baru yang masuk pasar. . Tidak berlebihan kalau dikatakan "tiada hari tanpa media digital".
Kecendrungannya, media yang masih bertahan, selain mempertahankan  media konvensionalnya, mereka juga membuka media digitalnya. Hal ini dilakukan mereka untuk mengimbangi "kelesuan pasar" dalam mengkonsumsi media massa konvensional tersebut. Dengan media digital tersebut, dimana saja dan kapan saja konsumen bisa membaca/membuka/menyaksikan suatu konten yang disediakan oleh media massa digital tersebut. Wajar, kalau pelaku bisnis dibidang media massa saat ini berlomba-lomba dan bertahan dengan media digitalnya.
Pertahankan Mereka.
Bagi media massa yang masih bertahan saat ini, baik media massa cetak maupun elektronik (televisi dan radio), baik media massa digital maupun media massa konvensional perlu dipertahankan.
Keberadaan media massa, selain berperan sebagai media infromasi, juga berberan sebagai "sarana mencerdaskan kehidupan bangsa" tersebut selayaknyalah dipertahankan.
Kita ingat pada saat detik-detik kemerdekaan, media massa, pada saat itu "radio" memegang peranan penting. Pasca kemerdekaan pun radio sangat dibutuhkan sebagai media informasi yang startegis di negeri ini saat itu. Sejarah ini, jangan dilupakan dan harus dipelihara, dengan segala perkembangan media massa yang ada sampai saat ini.
Kita tidak mungkin menghindar dari infromasi yang ada, kita tidak mungkin lepas dari media massa, walaupun saat ini teknologi IT sudah luar biasa. Memang katakanlah "google"  yang merupakan perusahaan multinasional Amerika  Serikat yang berkekhususan  pada jasa dan produk internet, pencarian, komputetasi web, dan periklanan digital sudah menguasai media infomrasi yang ada dibelahan bumi termasuk di negeri ini, namun sekali lagi media massa baik konvensional maupun digital, terutama media konevnsional tersebut masih perlu dipertahankan.
Kita tidak ingin lagi ada koran, majalah, tabloid, televisi, radio dan lainnya yang tutup dan akan melakukan PHK Â secara besar-besaran. Kita ingin mereka hidup berdampingan dan bermesraan di negeri ini.
Â
Imbas Media Tutup.
Bila ditelusuri, tidak sedikit dampak negatif yang timbul, akibat media massa tutup dan atau "lesu", pelaku bisnis dibidang  media banyak yang colaps, pendapatan dari sektor infromasi pemerintah  turun, pendapatan pelaku bisnis dibidang media turun, akan ada PHK yang akan menambah deretan pengangguran, pekerja dibidang media massa kehilangan pekerjaannya (termasuk penjajah/loper Koran), pendapatan penulis turun bahkan hilang.
Sebagai contoh salah satu penulis pada media massa cetak (Koran/majalah/dan lainya), mereka kehilangan sumber pendapatannya dari menulis, karena media massa tersebut masih bertahan tetapi tidak mampu lagi memberikan honor. Walaupun demkian masih ada sebagian dari mereka masih tetap menulis walaupun tidak dibayar lagi, namun mereka tidak bisa lagi memperoleh pendapatan.
Syukur bagi penulis yang tidak semata-mata mengandalkan pendapatannya dari menulis masih bisa tetap menulis, namun bagi penulis yang mengandalkan pendapatan dari menulis, mereka beralih ke pekerjaan lain. Sayang,bukan?
Kita tidak ingin, anak negeri ini kecerdasannya tergradasi akibat hilangnya sumber informasi, kita tidak ingin anak negeri ini berlaih pada pekerjaan yang justru mendatangkan kemudhoratan.
Untuk itu harus ada langkah penyelamatan terhadap media massa yang masih bertahan. Berikan incenitf, berikan berbagai bantuan, berikan kemudahan dalam mempertahankan usaha mereka, agar mereka tetap dapat membayar pekerjanya, agar mereka tetap dapat membayar penulis dan bisa hidup seperti sedia kala. Selamat Berjuang!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H