Oleh Amidi
Â
Secara resmi tempat anak negeri ini meminjam  uang adalah pada lembaga keuangan, baik bank maupun non bank (misalnya; koperasi simpan pinjam  atau sejenisnya).
Namun, untuk meminjam uang pada leiimbaga keuangan tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Jika mau meminjam dana di bank, maka harus ada persyaratan tertentu, walaupun jumlah yang dipinjam relatif kecil, kemudian bank akan mengadakan analisis kredit dengan pendekatan 5 C yakni Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition  atau jika akan meminjam pada koperasi simpan pinjam, kita harus menjadi anggota terlebih dahulu selain syarat lainnya.
Sehingga tidak sedikit anak negeri ini berupaya untuk meminjam uang pada rekan kerja atau tetangga, atau sanak saudara. Meminjam uang diluar lembaga keuangan tersebut, dirasakan tidak "ribet" Â dan lebih leluasa.
Kemudian, bagi pekerja untuk memenuhi kebutuhan dana "darurat" atau "ada kebutuhan mendesak", biasanya mereka akan meminjam uang dengan jalan  "kas bon" pada tempat mereka bekerja, untuk mengembalikan pinjaman atau membayar utang tersebut cukup dipotong gaji bulanan. Bagi pemeberi kerja pun tidak berkebratan, karena pekerja tersebut dijamin oleh status pekerjaannya sebagai pekerja tetap, artinya kas bon tersebut tidak akan macet, dapat dipastikan dibayar dengan melakukan pemotongan gaji bulanan mereka.
Susah Menagih!
Namun, bila pihak yang meminjam uang  pada kita  adalah kenalan kita, rekan kerja kita, tetangga kita atau saudara kita, biasanya kita  akan mengalami kesulitan untuk menagih utang tersebut. Saya yakin, Anda mengalami sendiri hal tersebut.
Menapa sulit?. Bila ditelusuri, dalam hal meminjamkan dana atau memberi pinjaman atau me-ngutang-i  mereka tersebut, tidak dilakukan secara formal, tidak diterapkan suatu syarat seperti yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagaimana lazimnya tersebut. Tidak dilakukan akad kredit, tidak dilakukan perjanjian dan singkat cerita dalam meminjamkan uang tersebut hanya dilatari unsur kepercayaan dan atau kasihan kepada pihak yang akan meminjam  uang tersebut.
Sehingga, tidak jarang pada saat kita akan menagih utang kepada mereka, kita akan mengalami "kesulitan", "susah setengah mati" untuk menagihnya bahkan kesannya  justru kita "mengemis" kepada mereka.
Â
Mengapa kita harus mengemis?.Â
Kembali ke awal bahwa memang pada saat kita memberi pinjaman uang tersebut, kita tidak memberlakukan syarat-syarat tertentu, termasuk kita tidak memberikan  hukuman (funishment) apabila mereka ingkar janji (wanprestasi).
Dengan demikian, enak saja mereka "melenggang" atau membangkang tidak mau membayar utang-nya, terkadang sudah satu tahun lebih belum juga mereka bayar, padahal pada saat meminjam mereka berjanji, mereka meminjam dalam waktu singkat saja, satu bulan saja sudah akan mereka bayar, atau pada saat gajian mereka akan membayar dan beragam bentuk janji-janji lainnya.
Berbada dengan tempat meminjam, seperti lembaga keuangan bank atau non bank, mereka memberlakukan syarat dengan ketat, dan termasuklah rincian hukuman bila pihak yang meminjam uang (debitor) Â ingkar janji atau melakukan keterlambatan pembayaran. Jika mereka terlambat akan kena denda adminsitrasi dan lainnya dan apabila ada sinyal kredit macet, mereka akan menggunakan tenaga penagih atau debt collector untuk mendatangi tempat tinggal pihak yang melakukan keterlambatan membayar utang tersebut.
Kredit macet yang dialami lembaga keuangan pun juga terjadi atau memang ada, tetapi tidak "separah" kredit macet pada kita orang per orang  yang meminjamkan uang tanpa persyaratan tertentu tersebut.
Jika kita meminjamkan uang tanpa persyaratan tertentu tersebut, dengan kata lain hanya dengan unsur kepercayaan atau unsur kasihan, maka kredit macet akan terjadi dan biasanya lama, bahkan biasanya bisa tidak tertagih sama sekali alias "lenyap".
Pengalaman keluarga,  saya dan mungin Anda, meminjamkan  uang kepada rekan kerja dan tetangga, sudah hampir dua tahun "macet" alias tidak bisa ditagih dan hal ini bukan sekali dua kali, terkadang sering. Disinilah kesannya kita akan "mengemis" menagih utang, bila kita mempertanayakan prihal utang tersebut, terkadang jawabannya tidak bersahabat, emosi bahkan marah. Padahal dalam agama utang harus dibayar. Inilah fakta yang ada! Inilah dinamika yang terjadi!.
Lain hal nya dengan orang atau badan yang meminjamkan uang dengan bunga atau balas jasa pinjaman yang tinggi (baca:lintah darat), mereka meminjamkan uang kepada siapa saja yang akan meminjam uang, namun peminjam dikenakan bunga atau balas jasa pinjamanan yang luar biasa besarnya, melebihi yang lazimnya bahkan terkadang dua-tiga kali lipat jasa pinjaman yang ditetapkan bank atau non bank (koperasi siimpan pinjam).
Misalnya kita meminjam uang sebesar Rp. 1 juta, kita  diminta untuk mengembalikan pinjaman tersebut pada bulan depan setelah kita meminjam atau sesuai dengan perjanjian yang nilai utang plus bunga menjadi Rp. 1.5 juta. Jika kita tidak membayar sesuai dengan waktu dan besaran yang disepakati, kita  akan kena denda berlipat ganda.
Jika kita melakukan penundaan pembayaran, kita  akan didatangi petugas penagih utang  (debt collektor) yang biasanya, mereka lakukan dengan unsur "memaksa" mereka meminta kita harus segera membayar utang tersebut.
Â
Bagaimana Sebaiknya?
Jika kita selaku pemimjam, jangan melakukan penundaan pembayaran, meminjam harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan membayar, kasihan kepada yang sudah menolong meminjamkan uang kepada Anda tersebut.  Kemudian, bila ada uang jangan ditunda-tunda untuk membayar. Berdasarkan pantauan dilapangan, biasanya kita terlambat melakukan  pembayaran utang atau trjadinya kredit macet, karena kita mencoba untuk menunda-menunda pembayaran utang, sehingga yang  terjadi berlaurt-larut, utang macet, ditagih tak kunjung membayar. Kasihan kepada yang sudah meminjamkan uang-nya tersebut.
Kemudian, kita  yang meminjam uang kepada pihak yang meminjamkan uang tersebut, harus "tenggang rasa'. Rasakan. bila Anda diperlakukan demikian, ditagih sulit membayar, ditagih banyak alasan ini dan itu, maka mungkin Anda juga akan "kesal" dan "marah". Kok, kita yang memberi pinjaman, tetapi kita yang justru mengemis?
Bagi kita yang meminjamkan uang, harus berhati-hati. Terkadang karena unsur kasihan padahal uang kita terkadang pas-pas-an, terkadang kita  mengorbankan kebutuhan kita, demi meminjamkan uang kepada rekan kita tersebut.  Padahal, yang terjadi kita sulit menagih uang yang kita pinjamkan tersebut.
Sebaiknya, jika ada saudara kita, rekan kita, atau pihak yang akan meminjam uang, sebaiknya dibantu saja, diberikan ala kadarnya saja, ada baiknya  jangan dipinjamkan, tolak denga halus, dan berikan saja uang secara suka-rela atau  ala kadarnya.  Misalnya, bila yang akan meminjam tersebut mengajukan pinjaman uang sebesar Rp. 1.juta, sebaiknya kita  tidak memberi pinjaman, tetapi kita  hanya memberinya uang dengan cuma-cuma sebesar Rp. 100 ribu atau hitung-hitung "sedekah", agar yang akan meminjam uang tersebut tidak kecewa apabila tidak kita kabulkan dan kita tidak perlu mengemis untuk menagihnya kembali.
Namun, sebaliknya, jika kita adalah  orang yang memiliki banyak uang atau tergolong kaya, berikan saja uang senilai yang akan dipinjamnya  itu, dan  niat kan saja, mau dibayar "ok' tidak dibayar "tidak apa-apa". Nah, ini akan membuat kita  tidak perlu sibuk-sibuk menagih utang  dan tidak akan mengemis dalam menagih utang. Selamat Mencoba!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H