Oleh Amidi
Bila disimak, sepertinya konsumen masih perlu berhati-hati dalam mengkonsumsi suatu produk, makanan, minuman, obat, kosmetik, dan lainnya. Kasus kosmetik ilegal yang marak beredar akhir-akhir ini mengindikasikan konsumen tidak diberi jaminan dalam mengkonsumsi suatu produk yang sudah beredar dan suatu produk tersebut benar-benar layak untuk dikonsumsi.
Belum lenyap dari ingatan kita, kasus roti dengan "dua merek" yang diduga mengandung bahan pengawet berbahaya, sodium dehydroacetate yang biasanya digunakan untuk kosmetik (lihat kembali bisnis.com, 19 Juli 2024).
Kini muncul lagi kasus beberapa produk kosmetik yang dilarang beredar dan atau tidak boleh dikonsumsi atau illegal. Kosmetik illegal tersebut akan merusak kulit, dalam hal ini satgas telah menyita kosmetik illegal senilai Rp. 11,4 miliar (lihat tempo.co, 30 September 2024)
Belum lagi, adanya informasi melalui media sosial yang mensinyalir salah satu air minum galon yang mengandung zat besi yang berlebihan, yang akan merusak kesehatan.
Ada yang mensinyalir, makanan ini dan minuman itu yang mengandung bahan yang tidak baik atau tidak halal bagi pemeluk agama tertentu.
Ada yang mensinyalir makanan, minuman dan lainnya yang tercemar bahan kimia berbahaya, sehingga menimbulkan kasus "keracunan" dan masih ada lagi kasus lainnya.Â
Konsumen Tak berdaya?
Informasi yang beredar tersebut, membingungkan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, makanan, minuman, obat, kosmetik dan lainnya.
Betapa tidak? karena makanan, minuman, obat, kosmetik dan lainnya yang disinyalir membahayakan kesehatan tersebut, terkadang masih saja beredar.
Kemudian, bukan rahasia umum lagi, bila ada berita yang menyatakan bahwa produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut mengandung zat kimia yang membahayakan konsumen, tidak lama kemudian berita tersebut "nyungsep" atau menghilang begitu saja, dan atau tidak lama kemudian ada berita yang mengkonternya, bahwa produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut tidak terbukti mengandung bahan kimia yang membahayakan kesehatan tersebut.
Dengan demikian, terkadang dengan serta merta, persoalan yang sedang berkembang tersebut dengan mudahnya dianggap selesai.
Dengan kata lain, dalam menyikapi persoalan yang sedang berkembang tersebut, kita langsung berupaya untuk "menepisnya", dengan dalih setelah dilakukan uji coba atau pemeriksaan, suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut "tidak terbukti sama sekali" atas apa yang sedang dipersoalkan oleh publik.
Tak ayal lagi, pemilik atau pelaku bisnis yang memproduksi produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut, aman-aman saja, tinggal konsumen bagaimana menyikapinya.
Apakah konsumen tetap akan mengkonsumsi produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut? Apakah konsumen akan berhenti menggunakan atau mengkonsumsi produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut? Apakah konsumen akan ragu untuk mengkonsumsi kembali produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut?
Jawabnya, tergantung atau terpulang kepada konsumen sendiri. Biasanya, tidak sedikit, konsumen yang masih bertahan atau masih menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut.
Apalagi, bila belum terbukti, bila ada konsumen yang "keracunan" atau bila belum ada konsumen yang "sakit" akibat mengkonsumsi suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut.
Malahan, ada sebagian konsumen yang "cuek" saja dengan informasi atas suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut yang membahayakan kesehatan mereka, mereka tetap saja menggunakan atau mengkonsumsinya.
Di negeri ini sudah ada suatu badan atau lembaga atau institusi yang menangani atau mengurusi masalah produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau jenis produk lainnya.
Memang, begitu ada berita atau ada sinyalemen suatu produk yang mengandung bahan kimia yang membahayakan kesehatan, biasanya dengan serta merta mereka "sigap" menindaklanjutinya dengan memeriksa suatu produk tersebut.
Produk tersebut akan diperiksa di laboratorium, dicek proses produksinya di lapangan, diambil sampelnya untuk diperiksa dan seterusnya.
Lantas, timbul pertanyaan? Bagaimana jika belum ada informasi atau sinyalemen suatu produk yang akan membahayakan kesehatan konsumen? Apakah lembaga atau institusi tersebut juga melakukan hal yang demikian? Apakah lembaga atau institusi tersebut juga melakukan pemeriksaan dan pengawasan rutin di lapangan?
Untuk menjawabnya, perlu informasi yang akurat dan informasi langsung yang berasal dari sumbernya dan harus ada pihak yang memiliki kekuasaan yang lebih yang bisa "menengahi" persoalan yang satu ini.
Jika pihak yang "tidak berkompeten", atau pihak yang hanya "peduli" pada persoalan yang satu ini saja yang "mengangkat" dan "mempersoalkannya", namun tidak memiliki kekuasaan lebih, biasanya persoalan yang satu ini sepertinya sulit untuk dituntaskan.
Konsumen sepertinya berada pada pihak yang tidak berdaya dan atau berada pada posisi yang lemah, mereka perlu perlindungan, mereka perlu adanya kepastian dalam menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk. Memang di negeri ini sudah ada lembaga perlindungan konsumen, sudah ada lembaga pengawas dan persaingan usaha.
Lembaga perlindungan konsumen sebagai tempat konsumen untuk mengeluhkan dan melaporkan persoalan yang dihadapinya, melaporkan jika hak-hak konsumen terabaikan, melaporkan jika suatu produk menimbulkan persoalan kesehatan, melaporkan jika ada pelaku bisnis yang tidak memberikan hal-hak konsumen.
Sekali lagi, konsumen hanya mempunyai hak untuk menyampaikan atau melaporkan persoalan tersebut saja. Untuk menindak lanjutinya tergantung kepada lembaga-lembaga yang ada tersebut.
Konsumen Harus Dilindungi!
Dalam menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya, konsumen harus benar-benar mengetahui bahwa suatu produk tersebut harus benar-benar aman untuk digunakan atau dikonsumsi atau harus benar-benar aman dari faktor yang membahayakan kesehatan.
Untuk itu, konsumen harus benar-benar dapat diberikan kepastian dalam menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetik atau lainnya tersebut.
Konsumen tidak hanya diidentikkan bak raja, yang harus diberikan pelayanan yang baik, prima dan memuaskan, tetapi konsumen juga harus dipahami sebagai bagian integral untuk memastikan unit bisnis kita bisa bertahan atau tidak dan konsumen harus dipahami sebagai bagian dari pihak yang akan menentukan kemajuan atau perkembangan unit bisnis yang kita lakoni.
Untuk itu, konsumen sangat dibutuhkan oleh pelaku bisnis, pelaku bisnis bergantung dengan konsumen, konsumen juga merupakan orang yang akan menentukan keberlangsungan unit bisnis yang kita lakoni. Dengan demikian, antara konsumen dan pelaku bisnis atau produsen atau penjual merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.Â
Dengan memahami keberadaan konsumen tersebut, diharapkan pelaku bisnis tidak hanya akan memposisikan konsumen sebagai raja, tetapi akan memposisikan konsumen juga sebagai mitra. Kemudian pihak yang berwenang sebaiknya melakukan pemeriksaan dan pengawasan lapangan secara intens dan rutin serta dirahasiakan, agar konsumen senantiasa dilindungi dan unit bisnis yang dilakoni oleh pelaku bisnis tetap bisa bertahan. Semoga!!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H