Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Tidak Memberikan Struk Belanja, Konsumen dan Pebisnis Sama-Sama Dirugikan?

6 November 2024   05:25 Diperbarui: 6 November 2024   11:13 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: PEXELS/iMin Technology

Oleh Amidi

Dengan semakin tingginya tingkat persaingan antar pelaku bisnis, maka berbagai strategi mereka lakukan untuk memburu konsumen, termasuk penyediaan komputer kasir atau Point of Sale (POS) dilengkapi dengan printer thermal atau alat yang digunakan untuk mencetak struk belanja.

Hampir setiap unit bisnis terlebih ritel modern sudah menyediakan komputer kasir, kecuali pedagang di pasar-pasar tradisional, mereka masih menggunakan cara tradisional, menerima pembayaran konsumen yang berbelanja secara manual.

Komputer kasir tersebut, fungsinya adalah agar konsumen yang berbelanja dapat diberikan struk belanja atau bukti transaksi yang diberikan penjual kepada pembeli setelah transaksi pembelian selesai atau suatu bukti pembayaran yang dilakukan konsumen.

Masih Ada Yang Nakal. 

Bila diperhatikan di lapangan, masih ada saja oknum kasir yang tidak memberikan struk belanja tersebut, dengan alasan kertas print-nya habis, printer macet, ada acuh tidak menjelaskan sama sekali, dan berbagai alasan lainnya.

Bila dicermati, bisa saja ada maksud tersembunyi atas tindakan oknum kasir yang tidak memberikan struk.

Bisa saja, mereka ingin "mengelabui" konsumen, agar kalau ada tindakan curang oleh oknum kasir tidak diketahui konsumen.

Bisa saja, jika harga yang tertera pada etalase barang-barang tersebut tidak sama dengan harga yang tertera pada daftar yang ada di kasir atau yang ada di sistem kasir (bisa lebih mahal/tinggi dari label harga yang tertera). 

Bisa saja, karena memang oknum kasir sengaja tidak mau "repot" untuk mencetak struk belanja tersebut dan kemungkinan masih ada alasan lainnya.

Sikap Konsumen.

Dalam menyikapi fenomena tersebut ada konsumen yang "cuek", tidak peduli dengan tindakan oknum kasir tersebut, yang penting mereka sudah membayar dan selesai berbelanja.

Ada konsumen yang "peduli" atau mau mendapatkan hak-nya, mereka bersikeras agar mereka diberikan struk belanja oleh oknum kasir, namun apabila oknum kasir tidak dapat memberikan struk belanja, mereka memaklumi.

Ada pula konsumen yang "getol", jika oknum kasir tidak memberikan struk belanja, mereka membatalkan barang-barang yang akan dibelinya tersebut dan beralih ke tempat lain.

Kemudian ada konsumen yang mencoba memberi pelajaran atau mengedukasi oknum kasir, dengan berkata: "dik/mbak/mas, tindakan saudara tidak benar, saya berbelanja disini karena saya tau bahwa pemilik tokoh/tenant menyediakan komputer kasir dan print thermal ini agar saya diberikan struk belanja, jika tidak diberikan, untuk apa menyediakan komputer dan printer thermal ini, lebih baik saya membayar secara manual saja. Dan biasanya konsumen berujar sampaikan kepada pemilik toko/tenant, jangan demikian?"

 Selanjutnya, ada juga begitu melihat gelagat oknum kasir tidak akan memberikan struk belanja, mereka dengan serta merta marah-marah, emosi, dan bergumam "Saya tidak akan berbelanja di sini lagi, ngapain saya berbelanja di sini kalau begini?"

Bukankah pemilik toko sudah sengaja memberitahukan kepada konsumen melalui kata-kata yang tertera di meja kasir: "jika Anda tidak diberikan struk belanja, Anda jangan membayar" 

Inilah dinamika yang ada. Inilah fenomena yang berkembang. Apa mau dikata, ternyata masih ada saja oknum pihak pelaku usaha dan atau mungkin hanya oknum kasir yang sengaja tidak memberikan struk belanja atau oknum kasir yang tidak dapat memberikan struk belanja tersebut.

Siapa Yang Dirugikan?

Menyikapi fenomena ini, timbul suatu pertanyaan; siapa yang dirugikan?

Konsumen akan dirugikan, karena konsumen tidak dapat memeriksa kembali barang-barang dan harga barang-barang yang dibelinya.

Apakah harganya sudah sesuai dengan harga yang tertera pada label harga yang melekat pada fisik barang atau harga yang tertera pada etalase. Apakah jumlah barang-barang yang dibeli konsumen sudah sesuai dengan yang diberikan kasir.

Dalam kenyataan di lapangan, sering barang-barang yang dibeli konsumen tidak sesuai dengan daftar barang-barang yang ada pada struk belanja tersebut. 

Bisa saja jumlah barang-barang yang dibeli konsumen justru kurang dan atau tidak sesuai dengan jenis, merek dan jumlahnya, karena biasanya di meja kasir, sudah ada barang-barang yang diletakkan di meja kasir dengan maksud untuk promosi agar mata konsumen langsung tertuju pada barang-barang tersebut atau untuk penawaran khusus, dan belum lagi terkadang sudah ada barang-barang konsumen lain yang mereka sudah letakkan di meja kasir.

Bila disimak, maka sebenarnya, bila oknum kasir tidak memberikan struk belanja, maka tidak hanya konsumen yang dirugikan, tetapi pelaku bisnis atau pemilik toko/tenant pun bahkan oknum kasir itu sendiri akan dirugikan juga.

Biasanya, pada struk belanja tersebut akan tertera jumlah barang yang dibeli, harga barang yang dibeli, termasuk diskon atau potongan harga atas barang yang dibeli tersebut. 

Bila kita mengandalkan label harga yang melekat pada fisik barang atau daftar harga barang-barang yang ada pada etalase tersebut, sering tidak lengkap, tidak disajikan besaran diskon, hanya persentase diskon saja, atau hanya ada label yang bertuliskan beli sekian mendapatkan sekian.

Untuk itu, betapa pentingnya konsumen untuk mengambil atau mendapatkan struk belanja tersebut, agar konsumen bisa memeriksa atau bisa mencocokkan barang-barang dan harga barang-barang yang dibelinya yang diambilnya pada etalase toko/tenant tersebut.

Pengalaman saya, setelah makan pada salah satu rumah makan yang memiliki brand terkenal yang menunya disukai banyak orang, sebelum selesai makan, saya memanggil pelayan untuk menyediakan/mempersiapkan beberapa menu nasi bungkus.

Pada saat saya selesai makan, saya langsung menuju kasir untuk melakukan pembayaran, setelah membayar saya langsung menuju mobil dan pulang. 

Setibanya di rumah, istri mencermati struk yang diberikan kasir yang ada dalam kantong plastik nasi bungkus tersebut. Ternyata ada satu menu nasi bungkus yang seharusnya saya membeli satu bungkus tertera di struk dua bungkus.

Nah! Ini jelas merugikan konsumen dan juga akan merugikan pelaku bisnis atau pemilik toko.

Karena saya merasa kecewa dan merasa "dibohongi", maka saya akan bersikap, pada saat saya mau makan kembali, saya mulai mewanti-wanti diri, saya harus berhati-hati dan atau saya tidak makan di rumah makan tersebut, dan saya pindah ke rumah makan lain.

Kemudian, pengalaman saya pada saat berbelanja pada salah satu tokoh ritel modern. Di sana saya berbelanja beberapa item barang, setelah selesai saya langsung antri menuju kasir.

Seperti biasa, kasir meng-entry atau men-scan barang-barang yang saya beli, setelah selesai saya membayar, saya langsung menuju mobil, dalam mobil saya memeriksa struk yang diberikan kasir, ternyata ada barang yang belum masuk dalam struk namun barang tersebut sudah ada dalam kantong plastik.

Saya kembali ke kasir, saya sampaikan bahwa saudara belum meng-entry atau belum men-scan barang ini, saya sampaikan kepada kasir "nanti saya makan-nya tidak baik (tidak halal)", maka kasir dengan serta merta sambil mengucapkan terima kasih Bapak atas bantuannya, kasir segera memasukkan atau meng-entry atau men-scan barang yang belum masuk dalam daftar struk belanja dan saya menambah jumlah pembayaran.

Dari pengalaman ini, artinya pelaku bisnis, atau pemilik tokoh atau bahkan kasir juga yang akan dirugikan, karena tindakan oknum kasir yang kurang hati-hati tersebut.

Nah! Jika konsumen tidak memeriksa struk belanja atau konsumen memeriksa namun tidak peduli, karena mereka beranggapan bukan salah mereka, maka terpaksa oknum kasir harus "nombok" atau mengganti rugi.

Mungkin Anda juga mempunyai pengalaman yang sama atau ada pengalaman lain di sekitar persoalan struk belanja tersebut, mungkin Anda yang dirugikan atau oknum pelaku bisnis atau oknum pemilik toko dan atau oknum kasir yang akan dirugikan akibat ketidak hati-hatian tersebut.

Struk Mutlak harus Diberikan.

Untuk menghindari kerugian, baik kerugian yang akan diderita konsumen maupun kerugian yang akan menimpa pelaku bisnis atau pemilik toko dan atau kasir sendiri, maka bagaimanapun kondisinya, struk belanja tetap harus diberikan kepada konsumen.

Hal ini penting, selain untuk memberikan pelayanan maksimal kepada konsumen, juga untuk menjaga agar konsumen tetap setia menjadi pelanggan kita. Semoga!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun