Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ramai-ramai Mengusung Program Ekonomi Hijau, Bisakah Terealisasi?

4 November 2024   14:38 Diperbarui: 4 November 2024   23:13 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Dalam rangka mencalonkan diri sebagai kepala daerah, para kandidat gubernur, bupati, dan wali kota saat ini ramai-ramai mengusung salah satu program unggulan mereka yakni menjaga dan melestarikan lingkungan dengan mengedepankan ekonomi hijau.

Program ini, mulai diangkat setelah selama ini negeri ini dihadapkan pada berbagai bentuk kerusakan lingkungan dalam rangka melakukan pembangunan dan mengejar pertumbuhan ekonomi.

Atas dasar atau landasan ini lah, sehingga hampir semua calon kepala daerah mengusung program ekonomi hijau tersebut. Tidak hanya itu, mereka pun melengkapinya dengan ekonomi biru.

Ekonomi hijau dapat diartikan suatu sistem perekonomian yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi yang mendorong pengurangan emisi dan polusi, peningkatan efisensi energi dan sumber daya, serta menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem. Beberapa conroh ekonomi hijau adalah; pengembangan eko wisata, pertanian organik, dan energi terbarukan (Al Overview).

Ekonomi hijau pertama kali dicetuskan oleh sekelompok ekonom dalam laporan berjudul; "Blueprint a Green Economy" yang ditujukan kepada pemerintah Inggris pada tahun 1989. Laporan tersebut berisi saran bagi pemerintah Inggris untuk melakukan pembangunan berkelanjutan (koran tempo.co, 14 Juli 2023).

Paradoks.

Bila diperhatikan, apabila kita hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan atau mengejar pembangunan ekonomi saja, maka akan ada variabel ekonomi atau variabel lain akan terabaikan. 

Misalnya dengan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi (over heating), maka terkadang akan menciptakan ketimpangan yang luar biasa, akan mendorong timbulnya kantong-kantong kemiskinan, akan terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, sehingga akan merusak lingkungan.

Jika ini diabaikan, jelas akan terjadi paradoks, akan terjadi suatu kondisi yang bertolak belakang. Di tengah gencarnya negeri ini mencanangkan kelestarian lingkungan, di sisi lain, justru dengan mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut akan terjadi kerusakan lingkungan yang luar biasa.

Saya tidak begitu yakin dengan pernyataan pihak (organisasi keagamaan) yang menerima Izin Pengelolaan Tambang akan menjamin tidak terjadi kerusakan lingkungan. Betapa tidak? Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan atau arena yang dijadikan objek pertambangan semua akan mengalami gangungan ekosistem. Tanah dikeruk sedalam-dalamnya, lingkungan sekitarnya terjadi erosi dan seterusnya.

Sebagai contoh; salah satu daerah yang ada di salah satu provinsi di negeri ini yang mengusahakan atau memproduksi "batu bara", bila kita lihat lokasi tambang, maka akan terlihat bekas pengerukan tanah yang sangat dalam. 

Bila kita meilhat ke bawah, mobil yang akan mengakut batu bara tersebut "bak mobil mainan anak-anak", saking kegiatan pengerukan tanah tersebut sudah sangat dalam sekali atau sudah jauh ke dalam tanah. Bila tidak diantisipasi bukan tidak mungkin akan terjadi bencana.

Begitu juga dengan jenis dan atau kegiatan pertambangan lainnya, yang kesemuanya berdampak pada kerusakan lingkingan, bila tidak disikapi dengan bijak. Memang negeri ini akan memperoleh pendapatan dari adanya kegiatan penambangan tersebut, namun perlu adanya kesimbangan.

Apalagi bila kita mengacu pada bagi hasil yang kita terima. Misalnya bagi hasil dibidang pertambangan minyak dan gas bumi (migas) yang konon hanya 30 persen saja kita terima dari hasil produksi yang mereka lakukan. Artinya, disatu sisi, SDA kita terkuras, di sisi lain pendapatan kita boleh dibilang belum maksimal. 

Untuk itu, tidak ada salahnya, kalau kita "mempertimbangkan kelanjutannya", bagaimana dengan kegiatan penambangan dalam jangka panjang, karena kita juga harus memikirkan anak cucu kita, bukan? 

Dapatkah Terealisasi?

Bila disimak, program ekonomi hijau yang diusung para calon kepala daerah tersebut, memang sudah selayaknyalah didukung dan diberi apresiasi. Namun, apakah program tersebut akan terealisasi?

Bila kita menyimak dan belajar dari pengalaman, maka sepertinya kita akan meragukan program ekonomi hijau tersebut akan berjalan dengan baik, apalagi bila kita masih tetap terobsesi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi atau tanpa mengantisipasi dampak negatif yang akan timbul.

Sepertinya SDA yang terkandung di dalam bumi ini, pengelolaannya ke depan sepertinya tetap akan kita berlakukan seperti yang lalu-lalu saja, karena melihat kondisi dan prilaku sepertinya "masih seperti dulu" saja. 

Dalam hal ini, terkadang kita dihalangi oleh suatu alasan karena kita belum memiliki modal besar, belum mampu menjalankan teknologi tinggi, dan sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki belum mumpuni untuk mengelola sendiri areal tambang tersebut.

Padahal, bila kita cermati, kondisi negeri ini saat ini, sudah luar biasa mengalami perubahan dan kemajuan. Kita sudah memiliki SDM yang mumpuni, kita sudah bisa mengoperasionalkan teknolgi tinggi dan kita pun sudah mampu dari sisi permodalan. Tinggal bagaimana kita menyikapinya, apakah kita akan terus menjalankan kebiasaan kita seperti selama ini, atau kita mau berubah untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Harus ada kemauan keras, jangan hanya sekedar di atas kertas atau hanya sekadar program untuk mengambil simpati pemilih. Saya yakin, mereka mampu untuk mewujudkan program ekonomi hijau tersebut, sekali asal ada kemauan keras, asal ada keikhlasan untuk membangun dan mengembangkan serta memajukan daerah.

Kita harus sedapat mungkin mengesampingkan kepentingan politik atau mengutamakan kepentingan ekonomi ketimbang kepentingan politik. Kita harus memikirkan kemaslahatan umat atau masyarakat luas, negeri ini menanti terobosan besar kita.

Untuk merealisasikan program ekonomi hijau dalam rangka melestarikan lingkungan tersebut, kita harus menggunakan power kita, harus menggunakan kesempatan kita selagi memimpin atau selaku diberikan kewenangan untuk mengelola dan mengurus potensi SDA dan SDM negeri ini melalui jabatan yang kita emban tersebut. 

Kapan lagi, kita akan mengubah kondisi yang selama ini kita belum dapat memenuhi keinginan dan harapan semua anak negeri ini. Kapan lagi, kita akan mengoptimalkan potensi SDA dan SDM negeri ini demi kesejahteraan anak negeri ini sendiri.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah harus ada kemauan keras dan atau harus ada ambisi besar untuk mendorong terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka memperbaiki dan atau meningkatkan pendapatan negeri ini tanpa merusak lingkungan, tanpa menciptakan ketimpangan dan tanpa mendorong peningkatan angka kemiskinan. Selamat berjuang!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun