Memang cuan perlu, namun pada kondisi ini, saya memilih sikap yang kedua, saya mengangap "tidak mengapa" tidak memperolan  cuan alias tidak dibayar pasca pandemi, karena selama ini ratusan artikel saya juga sudah dibayar, karena selama ini media tersebut sudah membesarkan nama saya, karena media tersebut sudah mempromosikan diri saya. Itung-itung pengabdian, dan kita berdoa, agar pada suatu saat media-media tersebut mulai bangkit lagi. Inilah yang dikatakan suatu  pertentangan atau tahuhan antara keprofesionalan dengan cuan.
Bagaimana Sebaiknya?
Dalam menyikapi fenomena yang berkembang tersebut, kita harus mengambil sikap, tinggal tergantung sikap yang bagaimana yang harus kita sikapi. Menurut saya, setidaknya harus ada langkah meninjau kembali persoalan cuan yang harus dikeluarkan dalam mempublis karya ilmiah, karya ilmiah populer yang kita akan publikasikan tersebut.
Perlu ditinjau ulang, jurnal  yang menetapkan cuan sebagai pembayaran yang tinggi untuk bisa dipublis pada salah satu jurnal internasional untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar jabatan fungsional akademik tersebut. Apakah tidak sebaiknya, walaupun harus keluar cuan, namun tidak memberatkan, atau cuan yang akan dibayarkan untuk mempublikasikan karya ilmiah  kita tersebut dibayar oleh PT tempat kita mengabdi.
Perlu ditinjau ulang, jurnal Sinta atau jurnal dalam negeri yang menetapkan pembayaran untuk mempublikasikan karya ilmiah atau hasil penelitian. Apakah tidak sebaiknya, jika ada pembiayaan dalam penerbitan jurnal Sinta tersebut, biaya tersebut ditanggung oleh pengelola atau lembaga yang menerbitkan jurnal Sinta tersebut. Bukankah ini demi pengembangan ilmu pengetahuan dan demi kepentingan lembaga atau PT itu sendiri.
Perlu adanya "pemakluman" karena tidak dibayar oleh media massa tempat kita mempublikasikan karya ilmiah atau karya ilmiah populer kita tersebut. Yakinlah suatu saat mereka akan bangkit dan kembali akan membayar dengan memberikan cuan.
Apakah tidak sebaiknya kita lebih mengutamakan ke-profesionalan anak negeri ini yang akan kita berikan gelar  jabatan fungsional akademik (profesor atau lektor kepala) tersebut atau yang akan mempublikasikan  karya-karya nyata yang bertebaran di ruang publik. Ketimbang, kita harus membebani mereka dengan cuan yang akan "menghalangi" langkah  mereka untuk mempertahankan keprofesionalannya. Selamat Berjuang!!!!!
Oleh Amidi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H