Oleh Amidi
Sepanjang penghasilan anak negeri ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan yang layak, maka pembelian secara kredit dan peminjaman uang di bank atau lembaga keuangan sulit untuk dihindari.Â
Bahkan hampir seluruh pekerja yang mempunyai pendapatan bulanan (gaji), tidak lepas dari jeratan "cicilan", karena kita membeli barang atau jasa secara kredit atau karena kita membutuhkan dana.
Memang ada sebagian yang mempunyai cuan atau uang yang cukup, namun mereka masih melakukan pembelian secara kredit, seperti para pelaku bisnis, karena mereka mempunyai pertimbangan, jika membeli cash uang mereka akan terkuras, sementara jika membeli secara kredit, uang mereka bisa digunakan untuk keperluan bisnis mereka.
Namun, secara umum anak negeri ini sebagian besar mempunyai cicilan, setidaknya cicilan untuk rumah dan kendaraan. Sudah bukan rahasia umum lagi, jika pekerja akan memenuhi kebutuhan pokoknya (rumah) membeli secara cash, mereka tidak memiliki uang untuk itu, apalagi terkadang masih ada pekerja yang menerima gaji masih di bawah UMR/UMP, untuk itu mau tidak mau untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok tersebut, mereka harus melakukan kredit.
Posisi Lemah dan Tergadaikan.
Bila disimak, pembelian atas barang atau jasa secara kredit tersebut berbeda dengan melakukan pembelian barang atau jasa secara cash. Konsumen harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh pihak yang memberikan kredit.
Setidaknya pihak yang akan memberikan kredit, akan melakukan penilaian kelayakan terhadap konsumen/nasabah dengan manerapkan penilaian dengan prinsip 5C yakni; character, capasity, capital, collateral dan condition dari calon konsumen/nasabah itu sendiri.Â
Lima aspek tersebut akan mereka analisis, jika memungkinkan atau memenuhi syarat, maka konsumen/nasabah akan diperbolehkan melakukan pembelian secara kredit. Namun, jika tidak memungkinkan atau memenuhi syarat, maka konsumen/nasabah tersebut tidak diberikan kredit.
Bila ditelusuri, dalam melakukan penilaian atas prinsip 5C tersebut, pihak pemberi kredit sangat teliti sekali, sampai-sampai terkadang harga diri calon konsumen/nasabah "tergadaikan"., karena calon konsumen/nasabah berada pada posisi yang "lemah".