Oleh Amidi
- Akhir-akhir ini dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi atau Perguruan Tinggi (PT) ada kecenderungan akan dijadikan atau keberadaannya akan disamakan dengan dunia industri. Tidak sedikit pengelola PT yang ada memberlakukan sistem kapitalis tak ubahnya pengelolaan unit bisnis atau industri.
Biaya pendidikan pada PT kini cenderung meningkat, penentuan harga kuliah atau uang kuliah yang sudah tidak memperhitungkan biaya yang timbul, seakan-akan uang kuliah ditetapkan "semaunya saja".
Uang Kuliah Cendrung Meningkat.
Belum lenyap dari ingatan kita, hiruk pikuk kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada PT Negeri (PTN) beberapa waktu yang lalu, kini pemerintah menjadikan atau merubah status PTN menjadi PTN Berbadan Hukum atau PTN BH.
Kalau ditilik dari status PTN di negeri ini, PTN memiliki tiga status, PTN Badan Hukum atau PTN BH, PTN Badan Layanan Umum atau PTN BLU dan PTN sebagai Satuan Kerja Kementerian (PTN Satker).
Kini Kemendikbud pada tahun 2024 ini sudah menjadikan 21 PTN yang statusnya sudah resmi berubah menjadi PTN BH (lihat KOMPAS.com, 14 Agustus 2024)
Bila disimak, uang kuliah, apakah itu uang kuliah pada PTN maupun PT Swasta (PTS) dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dengan kata lain, setiap tahun uang kuliah, baik itu Uang Kuliah Tunggal (UKT), Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) maupun Uang Pangkal setiap tahun mengalami kenaikan.
Bila dicermati, kenaikan uang kuliah tersebut, bila dilakukan pendekatan dengan faktor produksi atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh PT dalam operasional pendidikannya, sah-sah saja. Karena memang faktor produksi atau bahan-bahan yang mereka butuhkan tersebut memang harganya mengalami peningkatan (inflasi). Gaji dan atau honor tenaga pengajar setiap tahun harus disesuaikan alias ditingkatkan.
Namun, ada sisi lain yang bisa dilakukan sebagai pertimbangan dalam menetapkan uang kuliah tersebut. Paling tidak kenaikan uang kuliah tersebut harus sebanding dengan adanya kenaikan faktor produksi atau bahan-bahan yang dibutuhkan tersebut.
Namun, yang terjadi, terkadang kenaikan uang kuliah tersebut sangat bombastis, seperti tanpa mempertimbangkan persentase kenaikan faktor produksi atau bahan-bahan yang dibutuhkan tersebut.
Sehingga, orangtua calon mahasiswa atau orangtua mahasiswa merasa berkeberatan atas kenaikan uang kuliah tersebut. Apalagi bila ditinjau dari kondisi keuangan orang tua mahasiswa dan atau kondisi ekonomi negeri ini saat ini.
Kita tahu saat ini kelas (ekonomi) menengah, sedang dihadapkan pada kondisi sulit. Mereka kebanyakan sudah "makan tabungan" bahkan ada yang menahan konsumsi untuk kebutuhan lainnya, demi membiayai anaknya agar bisa kuliah dan bisa bertahan kuliah.
Tidak sedikit, orangtua mahasiswa yang mengajukan penundaan pembayaran SPP atau UKT pada PT tempat anaknya kuliah.
Seperti salah satu PTS di salah satu daerah, mereka menginformasikan bahwa 50 persen lebih orangtua mahasiswa mengajukan penundaan pembayaran SPP anaknya, karena kesulitan keuangan yang mereka hadapi.
Dunia Pendidikan VS Dunia Industri.
Kita tahu bahwa dunia industri yang ada senantiasa berorientasi pada cuan, mereka terus mengejar dan memburu cuan demi mempertahankan keberadaan dan atau demi kemajuan industri yang dilakoninya. Mereka senantiasa berorientasi dengan memajukan dan mengembangkan industri yang mereka lakoni.
Tidak heran kalau dalam dunia industri pe-ritel-an mereka mempunyai program 1000 gerai. Pada saat ini, tidak hanya pemilik ritel yang mempunyai program 1000 gerai tersebut, tetapi pemilik bisnis kuliner dan lainnya pun demikian.
Begitu juga dunia industri di bidang perbankan, pemilik atau pimpinan bank berlomba-lomba untuk menambah dan mengembangkan kantor yang dimilikinya, termasuk membuka unit bisnis baru yang bersifat horisontal yakni membuka bank syariah.
Begitu juga dengan asuransi, singkat kata hampir semua lembaga keuangan mempunyai program yang sama, sudah dan akan mengembangkan unit bisnisnya.
Sebenarnya tidak salah, jika yang demikian dilakukan juga pada PT, baik itu PTN maupun PTS. Namun, ada faktor lain yang harus menjadi pertimbangan atau dipertimbangkan, karena bagaimanapun dunia pendidikan pada dasarnya tidak sama dengan dunia industri.
Dengan kata lain, sah-sah saja jika dalam pengelolaan PT tersebut pimpinannya memerankan aspek bisnis atau aspek manajemen bisnis dalam mengelola dan mengembangkan PT tersebut. Namun, perlu diingat ada "batasan tertentu" yang harus menjadi pedoman atau yang harus diingat oleh pengelola dan atau pimpinan PT tersebut.
Memang unsur bisnis atau manajemen bisnis dalam mempertahankan dan mengembangkan PT itu perlu, agar PT kita tidak kalah bersaing dengan PT lain bahkan tidak kalah bersaing terhadap PT negeri dari luar yang sebentar lagi akan ramai-ramai masuk ke negeri ini.
Mencerdaskan Bangsa Tetap Diutamakan.
Namun, sekali lagi ada nilai-nilai tertentu yang harus diangkat atau ditonjolkan. Bukankankah dalam UUD 1945 sudah digariskan yang termaktub dalam BAB XIII, pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran"?
Bila ditilik dari tujuan pendidikan yang akan dicapai di negeri ini, maka memang anak negeri ini harus mendapatkan suatu pengajaran atau pendidikan.Â
Pendidikan tidak hanya mencerdaskan anak negeri ini atau anak bangsa, tetapi pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, membangun karakter, melestarikan budaya dan lainnya.
Menurut saya yang lebih penting adalah pendidikan harus menciptakan atau mempertahankan suatu nilai yang terpatri atau yang sudah diciptakan oleh penyelenggara PTN atau PTS itu sendiri.
Seperti di PTS Muhamamdiyah mempunyai dasar nilai yakni "Al-Islam dan Kemuhammadiyahan", begitu juga dengan PTN dan PTS lainnya, mungkin sudah mempunyai nilai tersendiri yang mereka usung.
Nilai ini harus dipertahankan dan harus dijadikan ciri khas, pembeda dan kebanggaan, baik kebanggaan bagi penyelenggara PTN dan PTS maupun kebanggaan bagi orangtua mahasiswa.
Berdasarkan hakikat pendidikan, maka nilai tersebut pun harus termaktub dalam semua tingkatan penyelenggara pendidikan, baik pendidikan tingkat dasar, menengah, atas maupun PT itu sendiri.
Mari kita berlomba-lomba mempertahankan dan mengembangkan PT dan atau lembaga pendidikan yang kita pimpin, dengan senantiasa mengacu pada hal mendasar yakni kewajiban memperoleh pendidikan, mengacu pada tujuan pendidikan dan mengacu pada pengelolaan pendidikan yang profesional serta mempertahankan nilai yang sudah terpatri, namun tidak membawanya menjadi "industri", melainkan tetap mempertahankannya sebagai lembaga pendidikan yang senantiasa mengakomodasi berbagai kalangan yang akan memperoleh pendidikan, bertahan dan maju demi mencetak anak negeri ini atau anak bangsa ini yang berkualitas, kritis, cerdas, dan santun.
Kemudian, jangan biarkan PTN memburu cuan sendiri tanpa ada lagi subsidi atau bantuan, agar PTN dalam menetapkan uang kuliah tidak memberatkan orangtua mahasiswa begitu juga dengan PTS masih perlu adanya uluran tangan pemerintah dalam penyediaan sarana dan pra sarana.
Selamat Berjuang!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H