Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kini Bank Terancam Tutup Kembali!

25 Mei 2024   06:14 Diperbarui: 26 Mei 2024   08:31 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Kini dunia perbankan kembali terancam, setelah tutupnya ratusan kantor bank dan akan ada lagi penutupan kantor bank di negeri ini. Masa sulit yang dihadapi industri perbankan pada saat krisis moneter yang menjelma menjadi krisis ekonomi tahun 1998 lalu, akan terulang kembali bila pengelola bank tidak sigap menghadapi kondisi moneter akhir-akhir ini.

Berdasarkan data OJK awal Februari 2024, jumlah kantor bank menyusut sekitar 294 atau 3% secara tahunan (yoy) menjadi 24.268 kantor. Pada Februari 2024 lalu Bank BUMN menutup sebanyak 483 kantor dan bank swasta sebanyak 411 kantor (lihat kompas.com, 10 Mei 2024)

CNBCIndonesia, 13 Mei 2024, memberitakan bahwa OJK sedang melakukan "pembersihan" terhadap Bank Perkereditan Rakyar (BPR) atau BPR Syariah (BPRS) dalam penguatan. Pada Maret 2024, BPR di Indonesia sebanyak 1.566 bank, menyusut 57 bank dari Desember yang tercatat masih sebanyak 1.623 BPR.

Kedepan akan ada lagi penutupan BPR dan BPRS tersebut, OJK menyampaikan akan ada sekitar 20 BPR lagi yang tutup tahun ini (fInance.detik.com, 22 Maret 2024)

Mengapa Tutup?

Kasus penutupan kantor bank, memang bukan hanya terjadi di negeri ini, di negara maju pun demikian, seperti beberapa waktu lalu, pemerintah Amerika Serikat telah menutup tiga bank yakni Silicon Valley Bank, Silvatage Bank, dan Signature Bank.

Disinyalir dalam RM.id, 14 Maret 2023 bahwa penutupan tiga bank ini merupakan peristiwa kebangkrutan terbesar industri keuangan sejak krisis besar tahun 2007-2008 yang lalu. Kemudian ambruknya tiga bank tersebut menimbulkan ketakutan akan risiko merembet ke sektor dan negara lain sehingga menimbulkan stabilitas sistem keuangan global.

CNBCIndonesia, 10 Mei 2024, memberitakan bahwa UBS, raksasa bank asal Swiss akan melakukan PHK terhadap ribuan karyawannya secara global pada tahun ini. Kondisi ini lama-kelamaan akan berimbas pada penutupan bank tersebut, bila tidak disikapi dengan baik.

Penutupan bank tersebut dikarenakan memburuknya neraca keuangan dan tidak mampunya bank-bank tersebut memenuhi kewajibannya pada saat deposan melakukan penarikan dana secara besar-besaran (rush money).

Hal ini sudah dimulai sejak krisis ekonomi melanda negeri ini tahun 1998 lalu, ditambah lagi krisis ekonomi melanda dunia akhir-akhir ini. Dengan adanya krisis ekonomi tersebut, banyak bank yang tutup. 

Kemudian beberapa tahun belakangan ini, kembali dunia perbankan dihadapkan pada "gangguan" pandemi, yang menyebabkan pendapatan anak negeri ini, mengalami penurunan.

Kondisi ini mempengaruhi perbankan, bank mulai kesulitan meraup dana dari nasabah yang akan memarkirkan dana-nya di bank, ditambah lagi "aksi" nasabah mengambil simpanan-nya di bank. Sehingga, tidak heran kalau perbankan berlomba-lomba menaikkan suku bunga simpanan dan melonggarkan suku bunga pinjaman, demi memburu nasabah, walaupun pihak bank harus menanggung resiko atas kebijakan yang mereka lakukan tersebut.

Dengan demikian, tidak heran kalau saat ini banyak bank yang tutup baik bank milik swasta nasional maupun bank milik swasta internasional, dan ke depan akan ada lagi bank yang tutup.

Selain itu, karena dunia perbankan juga menghadapi kasus kejahatan perbankan yang tidak sedikit. Seperti kasus "salah transfer", kasus gagal bayar kepada nasabahnya, termasuk tidak sedikit bank yang diterpa masalah korupsi dan hilangnya uang nasabah mereka yang melibatkan oknum pihak bank itu sendiri. (lihat Amidi dalam kompasiana.com, 14 Desember 2022).

Ditambah lagi sistem digitalisasi perbankan. Dengan adanya digitalisasi dalam dunia perbankan, selain berdampak positif dalam pelalayan, juga memberi dampak negatif bagi dunia perbankan. 

Dalam jangka panjang akan ada pengurangan karyawan yang tidak sedikit, akan adanya berbagai modus operandi dalam bentuk pembobolan rekening nasabah yang akan berdampak pada menyusutnya kembali kepercayaan nasabah terhadap dunia perbankan.

Ditambah lagi bank membebani nasabah, tidak sedikit potongan ini dan itu yang dikenakan bank kepada nasabah. Dilansir oleh CNBC Indonesia, setidaknya ada enam (6) potongan atau biaya yang dikenakan bank kepada nasabahnya, yakni biaya administrasi bulanan, biaya administrasi penarikan di teller, biaya berupa denda dibawah saldo minimum per bulan, biaya penggantian buku tabungan, biaya trasfer antar bank, dan biaya penarikan melalui ATM. (CNBC Indonesia.com, 14 Juli 2019).

Tidak hanya itu saja biaya yang akan dikenakan bank pada nasabahnya, ada biaya pinjaman/kredit. Bila kita akan mengajukan kredit pada bank, maka bank akan mengenakan biaya pada nasabah pada saat kredit sudah akan dicairkan. Ada yang namanya biaya administrasi kredit, ada povisi dan lainnya, yang besarnya pun berbeda antar bank.

Belum lagi adanya persaingan sengit antar dunia perbankan sendiri, terlepas dari kebijakan paket Oktober (Pakto) yang mempermudah berdirinya suatu bank, yang jelas bank terus bertambah dan bank terus menambah kantor pelayanan demi memburu nasabah, mereka lupa jika biaya operasional terus membengkak, sehingga tidak heran kalau tidak sedikit bank hidup segan mati tak mau.

Wajar, jika nasabah akan mulai menimbang-nimbang. Apakah, jika saya memarkirkan/menyimpan dana saya di bank masih aman? Dan berbagai pertanyaan lain yang akan menghantui perasaan nasabah.

Kondisi ini sangat memungkinkan kalau ke depan akan ada bank yang akan ditutup kembali dan tidak hanya terjadi pada bank-bank kecil, tetapi bank yang sudah besar, dan bank yang dinyatakan sangat sehat, serta perkasa pun akan menghadapi nasib yang sama, bila salah menyikapi kondisi ini.

Bank Harus Sehat dan Perkasa. 

Dengan demikian, maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa bank-bank di negeri ini tidak dalam baik-baik saja. Untuk itu tidak ada pilihan, bank harus benar-benar sehat dan perkasa. Dengan demikian, berarti bank harus memenuhi syarat kesehatan suatu bank. 

Bank mutlak harus meninggalkan cara-cara lama, pemilik dan atau pimpinan bank harus sedapat mungkin mencegah "moral hazard" yang sering terjadi dalam dunia perbankan, pemilik dan atau pimpinan bank harus dapat bertindak tegas terhadap orang dalam yang ikut memposisikan dirinya sebgai white collar worker dan pemilik/pimpinan bank harus dapat mengantisipasi dampak penerapan pelayanan digilatalisasi dalam dunia perbankan, jika bank tidak akan ditutup atau jika bank tidak akan terancam colaps.

Pihak yang berkompeten, Pihak Bank Indonesia (BI), begitu juga dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), harus bijak dalam menyikapi fenomena yang menerpa dunia perbankan saat ini dan kedepan.

Tidak ada salahnya kalau BI mulai kembali merating mana-mana saja bank yang dalam dirinya terjangkit penyakit atau sudah terindikasi kesulitan likuiditas, dengan kata lain, mana-mana saja bank yang terindikasi tidak sehat, segera mengambil tindakan.

Jika akan disehatkan, sebaiknya tidak lagi membebani uang negara, kita tidak ingin kasus BLBI terulang kembali, sebaiknya lakukan dengan cara-cara pembinaan dan pengawasan yang ketat mulai saat ini.

Saya yakin, pemilik/pimpinan bank dan kita semua, tidak ingin jika bank-bank yang masih tersisa di negeri ini hasil merger dan yang bertahan dengan kekuatan sendiri tersebut,"terancam" karena tindakan kita yang salah, karena tindakan internal bank sendiri yang menciptakan ketidakpercayaan nasabah, karena tindakan kita yang membiarkan "moral hazard" bercokol dalam dunia perbankan, karena tindakan kita yang "terlena" dalam pembinaan dan pengawasan. Mari kita selamatkan industri perbankan pada khususnya dan lembaga keuangan pada umumnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun