Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ternyata Tradisi Bisa Mengalahkan Rasionalitas Ekonomi!

17 Mei 2024   07:59 Diperbarui: 17 Mei 2024   08:06 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terlepas dari mereka yang akan menggelar hajatan tersebut mempunyai uang atau tidak, karena sudah tradisi, maka mereka harus penuhi. Jelas, disini faktor ekonomi atau rasionalitas ekonomi terabaikan, yang menonjol adalah tradisi.

Memang dalam agama dibenarkan untuk menggelar ritual keagamaan sebatas yang wajar, sebagai penghibur atau mengurangi "kesedihan" mereka yang medapatkan musibah, misalnya ritual keagamaan digelar dengan menyajikan nasihat-nasihat (ceramah) tanpa dilengkapi dengan makan-minum dan biasanya hanya dilaksanakan satu sampai tiga hari saja.

Ritual keagamaan seperti ini sudah dilakasanakan oleh suatu organisasi keagamaan, dan sudah banyak diikuti oleh yang lain, yang mencoba mendalami pemahamannya. Namun, ritual keagamaan yang menonjolkan tradisi tersebut, dilapangan  masih banyak sekali yang melaksanakannya.

Kemudian, pada saat ini suatu tradisi yang juga sudah kental dilaksanakan oleh umat yang akan menjalan ibadah ke tanah suci, melaksanakan acara semacam "sedekah" atau ada yang menyebutnya acara pamitan sesama handai tolan, ada yang menyebutnya acara syukuran, ada yang menyebutnya dengan sebutan lain sesuai dengan tradisi yang berlaku dikalangan mereka.

Memang pihak yang berkompeten  berpendapat acara yang demikian boleh-boleh saja, tidak ada masalah, karena bukan  sebuah ritual yang meng-ada-ada. Ada juga pihak yang berkompeten lainnya, berpendapat bukan para undangan yang akan mendoakan mereka yang akan menjalankan ibadah ke tanah suci tersebut, namun mereka yang akan pergi ke tanah suci tersebutlah yang harus mendoakan tetangga, sahabat, kerabat dan handai tolan agar mereka juga dapat melaksanakan ibadah ke tanah suci tersebut.

Menurut hemat saya memang acara yang demikian sah-sah saja, namun jangan sampai memberikan efek negatif, misalnya timbul riak, timbul kesombongan dan lainnya. Semoga saja tidak demikian adanya!.

Terlepas dari itu semua, yang jelas semua ritual keagamaan yang kita laksanakan, apapun agama-nya, apa pun bentuk ritual keagamaan-nya, harus dilandasi ilmu dan pengetahuan agama yang benar dan sedapat mungkin ritual keagamaan yang kita laksanakan tersebut membuahkan kebaikan, bukan sebaliknya justru mendatangkan "kemudhoratan" atau "keburukan".

Kedepankan faktor Ekonomi dan Ilmu.

Sebenarnya tidak hanya itu saja, ritual keagamaan yang dikaburkan oleh tradisi, masih ada yang lain-nya, ini bisa kita saksikan sendiri perkembangannya dilapangan, yang dilakukan oleh sebagian dan atau berbagai kalangan  masyarakat kita.

Dari ritual keagamaan yang kita jalankan tersebut, mungkin tidak berlebihan kalau kita juga mempertimbangkan faktor ekonomi atau faktor rasionalitas ekonomi, agar secara ekonomi kebutuhan, kegiatan dan aktivitas ritual keagamaan yang kita laksnaakan tersebut tidak membeni dan senantiasa bernilai kebaikan atau pahala.

Misalnya, dengan memenuhi faktor tradisi, sehingga  ritual keagamaan tersebut, justru berubah menjadi "ritual tradisi", ini yang perlu dihindari. Sehingga untuk memenuhi tradisi tersebut, kita harus meminjam uang atau utang sana sini. Dengan demikian, berarti tradisi tersebut justru membebani kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun