Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Realitas THR Masih Jauh dari Harapan!

17 April 2024   16:32 Diperbarui: 19 April 2024   03:05 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, perlu diingat bahwa pekerja/buruh merupakan bagian integral maju mundurnya suatu unit kerja/perusahaan. Hubungan industrial Pancasila harus dibangun dan dijaga, agar rasa cinta dan kemesraan antar pekerja/buruh dengan pemberi kerja terus terbangun.

Untuk itu, tahun depan, selayaknyalah semua pemberi kerja peduli dengan THR, minimal harus ada upaya untuk memberikan THR, pemberi kerja seharusnya jauh-jauh hari sudah mempersiapkan uang THR, pada saatnya tinggal memberikan/membayar saja. 

Jika ada persoalan keuangan, bisa dikomunikasikan dengan pekerja/buruh yang penting terbuka dan jujur, saya yakin pekerja/buruh akan memaklumi jika memang ada persoalan dengan keuangan. Namun, jika ada unsur kesengajaan menghindar THR, maka tidak dibenarkan.

Bagaimana dengan perusahaan yang tidak mengindahkan Permenaker tersebut? 

Sampai saat ini, saya belum mendapat informasi pemberi kerja/perusahaan yang tidak membayar THR kena sanksi tegas. Saya menyimak, tahu lalu, memang ada sanksi bagi perusahaan, namun sanksi tersebut menurut saya belum memberi efek "jera".

Seperti bagi yang terlambat membayar THR akan dikenakan denda 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. 

Ada teguran tertulis, ada pula sanksi adminsitratif, pembatasan operasional/kegiatan usaha dan baru ada ancaman penutupan. Pasca Ramadhan ini publik menunggu pemberian sanksi tersebut.

Menurut hemat saya, sudah selayaknya persoalan ini disolusi dengan bijak. Untuk memberi efek "jera" memang dirasakan perlu ada sanksi pidana dan/atau menutup perusahaan. Namun harus hati-hati, bisa "bumerang", karena pemerintah masih perlu dengan perusahaan dalam rangka menekan jumlah penganguran dan meningkatkan penerimaan negara.

Untuk itu, karena THR masih jauh dari harapan, maka ke depan akan lebih bijak jika dilakukan pengawasan rutin jauh-jauh hari, secara bersama-sama mencari solusi persoalan yang dihadapi perusahaan, menekan biaya siluman (illegal cost) dan mengerem ulah invisble hand yang akan menambah beban perusahaan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah perusahaan harus jujur dan terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun