Bila dikaji,  bahwa iklan yang menyesatkan atau menipu, tidak hanya merugikan konsumen atau pihak yang "terhipnotis" oleh iklan tersebut, tetapi lebih jauh lagi akan merugikan pihak peng-iklan itu sendiri.  Batapa tidak, karena bisa saja dengan tidak melakukan iklan yang menyesatkan tersebut, obat atau produk  yang akan mereka jual tersebut masih tetap akan dibeli konsumen yang sering memburu obat atau produk tersebut.  Ada saja pangsa pasar-nya, ada saja konsumen yang akan membeli-nya.
Namun, dengan adanya informasi bahwa iklan yang mereka lakukan tersebut menyesatkan atau adanya unsur penipuan, maka konsumen yang seharusnya sudah membeli atau akan membeli, bisa jadi membatalkan niat-nya untuk membeli. Tidak hanya itu, dalam jangka panjang produk yang kita iklan kan  akan ditinggalkan  oleh konsumen.  Dengan demikian, maksud hati dengan  iklan tersebut akan memperoleh keuntungan besar, eh ternyata, karena  konsumen cermat, karena gencarnya inofrmasi, maka justru iklan tersebut akan membunuh diri sendiri.
Bagaimana Sebaiknya?
Dalam menyikapi produk yang di-iklan-kan dengan jalan menyesatkan atau adanya usnur penipuan,  pihak penerima/pembaca/pemanfaat/konsumen  iklan,  setidaknya harus mengenal atau mengetahui apakah iklan suatu produk tersebut memang benar  atau justru menyesatkan atau menipu.
Iklan dikatakan benar atau tidak menyesatkan apabila; iklan yang dilakukan tidak melanggar  Undang- undang Perlindungan Konsumen (UUPK),  iklan disajikan dengan  jujur,  iklan yang disajikan harus bisa di pertanggung jawabkan, iklan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, iklan tidak boleh menyinggung perasaan atau atau merendahkan martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku dan golongan, iklan harus dijiwai oleh  persaingan yang sehat (lebih lengkap lihat repository.untag.sby.ac.id).
Kemudian dalam melakoni bisnis, pelaku bisnis harus mengedepankan hak-hak konsumen, termasuk dalam meng-iklan-kan produk  mereka.  Salah satu hak konsumen dalam  UUPK  pasal 4 ayat (c) adalah hak atas infromasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan  barang dan/ jasa. Dengan demikian iklan yang disajikan haruslah trasfaran tanpa  ada unsur yang menyesatkan atau  unsur penipuan
Kemudian, seyogyanya, konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan /atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa  yang diterima tidak sesuai  dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya atau akibat iklan menyesatkan. Hal ini sudah termaktub dalam UUPK  Nomor 8 tahun 1999, khususnya pasal 4 huruf (h). Kemudian, dipertegas pula dalam  pasal 7 huruf g,  pasal 8 ayat (1) huruf f, pasal 9 ayat (1) dan pasal 10 (hukumonline.com, 01 Mei 2012)
 Untuk mencegah pelaku bisnis meng-iklan-kan produknya dengan jalan menyesatkan atau menipu,  sudah selayaklah kita mematuhi UUPK yang sudah digariskan tersebut, sebelum banyak terjadi korban seperti korban yang berjatuhan akibat mengkonsumsi suplemen penurun kolestrol yang beredar di Jepang, maka  sudah selayaknyalah ada tindakan tegas berupa hukuman (funishment) bagi pelaku, agar ada efek jera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H