Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Haruskah Aspek "Cuan" Menjadi Penghalang Menyikapi Persoalan Bangsa yang Sedang Berkembang Saat Ini?

8 Februari 2024   14:49 Diperbarui: 8 Februari 2024   14:49 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

oleh Amidi

Petisi kampus yang digencarkan kalangan kampus bebera hari ini, sepertinya membingungkan anak negeri ini. Betapa tidak, disatu sisi ada mantan akademisi suatu kampus yang membuat  petisi  menyikapi persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini, namun pihak  suatu kampus tersebut justru  mengelak/menepis,  bahkan  pihak suatu kampus tersebut berujar bahwa petisi tersebut tidak mewakili suatu kampus mereka, itu hanya mengatasnamakan kelompok tertentu  saja.

Di bagian lain, ada suatu kalangan kampus, entah alumni atau memang kalangan kampus yang masih aktif, berbeda pendapat. Ada yang mempersoalkan persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini, masalah demokrasi macet,  masalah Kokone (Korupsi, Kolusi,  dan neporisme) merajalela. Ada yang tidak mempersoalkan persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini, mereka justru mengatakan  demokrasi berjalan sebagaimana mestinya, negara dalam keadaan baik-baik saja, perekonomian negeri ini lancar.

Tempo.co, 03 Pebruari 2024,  mensinyalir bahwa setelah sejumlah kampus, seperti UGM, UI, UII dan lainnya mengkritik kondisi demokrasi pemerintahan saat ini, ada sekelompok akademisi membuat deklarasi "tandingan" yang menyerukan kondisi Indonesia baik-baik saja. Mereka mengatasnamakan diri  sebagai Alumni PTN dan PTS.

Terlepas dari petisi yang dideklarasikan berbeda tersebut, yang jelas petisi yang tiba-tiba marak beberapa hari ini perlu disimak dengan seksama. Jika benar kalangan kampus tersebut mempunyai pandangan yang berbeda, apakah ilmu dan kacamata sebagai alat pandang mereka memang berbeda atau ada aspek "cuan" yang melatarinya.

Ini menarik untuk dicermati.  Fakta menunjukkan bahwa fenomena kepedulian ini baru muncul akhir-akhir ini alias beberapa hari ini, mengapa tidak jauh-jauh hari?, mengapa pihak yang seharusnya berkompoten mempersoalkan persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini (baca: legeslaitf)  "justru nyaris tidak terdengar".

Sepengetahuan saya, yang pernah saya dengar, maaf,  karena saya berlatar belakang ekonomi, bukan politik. Jika yang peduli atau yang mempersoalkan persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini adalah pihak yang sangat berkompeten, atau pihak yang bersentuhan langsung (baca: legeslatif), maka penyelesaian-nya justru akan lebih cepat dan lebih elegan serta lebih konstitusi, karena memang menyangkut fungsi mereka,  lagi pula mereka punya kuasa atas semua itu. Disamping harus  didorong juga oleh kalangan kampus sebagai bentuk kepedualian sosial mereka, apalagi mengingat kalangan  kampus adalah sebagai agen of change (Inisiator educator) .

Kesampingkan Cuan Kedepankan Kewajiban.

Berdasarkan informasi yang berkembang, bahwa mereka yang tidak mempersoalkan persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini, mereka menganggap "justru tidak ada masalah" atau menurut mereka bangsa ini dalam keadaan baik-baik saja. Mereka yang memberi pernyataan tersebut,  disinyalir ada yang mendorong-nya atau meminta-nya.(lihat viva.co.id, 06 Pebruari 2024) .

Dalam hal ini, tidak berlebihan kalau dikatakan kesampingkan terlebih aspek "cuan" yang mendorong-nya, kedepankan kewajiban sebagai insan akademisi, kedepankan kewajiban sebagai anak bangsa yang cinta dengan bangsa ini.

Jika ini benar, kemana kebebasan berpendapat dan atau kebebasan berpikir anak negeri ini yang memang sudah dijamin Unadang-undang. Sayang, UU yang dibuat dengan mengeluarkan "cuan" negara yang tidak kecil tersebut justru  "dikangkangi",  diacuhkan justru demi kepentingan pihak tertentu untuk mendapatkan "cuan".

Jika demikian adanya, tidak heran kalau ada Rektor yang menghalangi insan kampusnya untuk mengemukakan pendapat atau akan membuat petisi yang sama seperti yang sudah dilakukan oleh rekan-rekan-nya terdahulu. Kemana tanggung jawab "keilmuan" yang kita kantongi selama ini, jika ada unsur "pelarangan" terhadap insan kampus yang akan mengemukakan/menyuarakan  pendapat-nya

Kita tidak ingin, karena ada unsur untuk mendapatkan  "cuan",  atau ada unsur ketakutan kehilangan "cuan", sehingga kebebasan akademik kita "terpasung",  sehingga sifat kepedulian kita "kecut",  sehingga SDM yang berkualitas tak termanfaatkan, dan seterusnya.

Bila ditelaah lebih jauh, bisa saja, karena mereka mempertimbngkan untuk memperoleh "cuan" dan atau akan kehilangan "cuan", sehingga mereka sampai ada yang menyatakan bahwa bangsa ini dalam keadaan baik-baik saja, perekonomian negeri ini dalam keadaan baik-baik saja.

Bagi yang mempunyai "taji", ia berusaha mempertahankan "taji"-nya dengan melarang insan kampus-nya melakukan petisi yang sama tersebut. Apabila, "taji"- nya hilang, ujung-ujung-nya ia akan kehilangan "cuan" juga, wajar kalau ia bersikap pada posisi "ambil aman saja".

            Bagaimana Sebaiknya?

Bila disimak dan dicermati , maaf sekedar sharing, adanya perbedaan pandangan         tersebut memang sah-sah saja, namun yang perlu menjadi perhatian kita semua bahwa dalam memandang/membaca/menyikapi persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini, seharusnya semua komponen bangsa ini sebaiknya  memberikan pandangan yang sama, karena anak negeri ini sudah pada banyak yang cerdas.

Jika tidak, mengapa kita sibuk-sibuk mempersoalkan keputusan Mahkamah Konstuisi, mengapa kita sibuk-sibuk mempersoalkan keputusan KPU, mengapa kita sibuk-sibuk mempersoalkan Bawaslu yang belum optimal mengatasi  pelanggaran pemilu, atau mengapa kita sibuk-sibuk mempersoalkan kesejahteraan, yang belum memenuhi harapan anak negeri ini.  Jika tidak,  biarkan saja semua itu berlangsung dan berlalu, anggap saja "anjing menggonggong kapilah berlalu".

Menurut hemat saya, tidak ada masalah petisi kampus tersebut muncul, walaupun mungkin terbilang terlambat, yang penting bagaimana kita menyikapi-nya untuk memperbaiki kondisi yang sudah terlanjur ini, mempertahankan yang suduah ada, jangan "setback" lagi, perekonomian negeri ini yang sudah baik jangan dirusak dan digerogoti.

Semua komponen bangsa sebaiknya sama membaca/mencemati/menyimak persoalan bangsa yang sedang berkembang saat ini,  petinggi negeri ini harus segera merubah sikap dan tunjukkan sikap jentle man kalau kita memang salah, akui salah, komponen bangsa yang lain, yang salah bersikap, secepatnya menyadari diri, kembali ke jalan yang benar.

Terakhir yang tidak  kalah pentingnya adalah semua anak negeri ini dan atau semua komponen bangsa harus menciptakan kondisi yang kondusif, agar pelaksanaan pesta demokrasi yang mash menghitung hari ini berjalan lancar dan hasilnya sesuai dengan harapan. Semoga, Semoga, Semoga!!!!!!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun