Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Aksi Boikot Ternyata Berdampak Tidak Signifikan, Namun Memberi Bukti Konsumen Harus Diposisikan sebagai Raja!

3 Februari 2024   15:14 Diperbarui: 4 Februari 2024   06:55 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

oleh Amidi

Masih segar dalam memori  kita aksi boikot yang dilancarkan oleh anak negeri ini selaku konsumen di negeri ini beberapa waktu lalu, karena mereka simpati dan menentang negara yang menciptakan pertikaian (Israel).

Aksi tersebut sah-sah saja dan masih wajar, aksi tersebut bukan semata-mata karena mereka "benci" dengan produk yang diproduksi oleh pelaku bisnis yang diduga terafiliasi dengan Israel, namun karena mereka lebih menonjolkan nilai kemanusiaan yang terpatri dalam sanubari-nya.

Mereka tidak ingin adanya pertikaian tersebut, mereka tidak ingin adanya "pembantaian" kepada saudara-saudara kita yang lemah dan tidak berdaya tersebut

 

Bila ditelusuri, aksi boikot terhadap produk-produk yang diproduksi oleh pelaku usaha yang diduga terafiliasi dengan Israel tersebut, terlepas dari menyimak faktor pendorongnya (agama), yang jelas aksi perang dan atau perbuatan yang tidak manusiawi, perbuatan "biadab" tersebut membuat anak negeri ini  yang peduli menjadi "geram".

Terlepas dari aspek agama negara yang  "diserang"  (Palestina) dari  perbuatan biadab tersebut, yang jelas dari aspek kemanusiaan, perbuatan  tersebut tidak "manusiawi", sehingga wajar, kalau anak negeri ini  yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan "marah",  "emosi" dan sekaligus "terdorong" untuk melakukan tindakan boikot, dan aki-aksi positif  lainnya..

Betapa tidak, akibat pertikaian tersebut, anak kecil, orang yang lemah, orang tua rentah, "tewas" diterjang peluru yang sangat dahsyat tersebut. Selaku manusia yang didalam sanubari-nya masih terpatri  nilai kemanusiaan-nya, wajar kalau dalam dirinya "berontak", "mengutuk keras", agar pertikaian segera diakhiri.

Dampak Biikot Tidak Signifikan.

Bila disimak secara seksamara, dampak boikot tidak secara signifikan menurunkan volume penjualan produk-produk yang kena boikot tersebut. Memang ada informasi, adanya penurunan volume penjualan dikalangan mereka, namun perlu ditelusuri lebih jauh lagi, apa benar dampak adanya penurunan volume penjualan atau penurunan omset mereka tersebut karena aksi boikot. (lihat Amidi dalam Kompasiana.com, 27 November 2023)

Memang di media diberitakan adanya penurunan, seperti yang disinyalir oleh  Fuji Pratiwi, Republika.co.id,  24 November 2023,  bahwa dampak boikot, menyebabkan gerai Starbucks dan McD sepi sehingga penjualan mereka anjlok 70 persen.

Romys Binekasari, cncb Indoensia.com, 22 November 2023, mensinyalir bahwa Pengelola Pizza Hut RI mencatat  kerugian bersih tahun berjalan  hingga kuartal III tahun 2023  sebesarRp. 38,95 Milyar. Restoran Pizza Hut sendiri  menjadi salah satu produk yang terkena boikot karena diduga terafliasi dengan Israel.

Konsumen Memang Raja.

            Namun, bila dipelajari lebih jauh lagi, dari besaran tingkat penurunan volume penjualan atau penurunan omzet mereka tersebut, ternyata aksi boikot ini tidak terlalu signifikan atau tidak berhubungan  positif dengan apa yang kita harapkan. Diharapkan konsumen yang mayoritas di negeri ini akan mengerem permintaannya  terhadap suatu produk yang diproduksi oleh pelaku usaha yang diduga terafiliasi dengan Israel, ternyata masih saja melakukan permintaan/membeli-nya.

            Namun, pelanu bisnis yang memproduksi produk yang diduga terafiliasi dengan Israel tersebut, ternyata merasa "ketakutan" juga dengan aksi boikot tersebut, terutama bagi mereka yang mempertimbangkan  keberadaan unit bisnis mereka dalam jangka panjang.

            Tidak heran, kalau ada unit bisnis yang berlomba-lomba memperbaiki atau memperbaharui konten  iklan mereka, dengan menambahkan kata "pamungkas" bahwa produk "A" ini memang benar diproduksi di Indonesia, memang benar milik pelaku bisnis yang bertahun-tahun berproduksi di Indoensia, singkat kata, bahwa produk "A" tersebut adalah bukan produk yang terafiliasi dengan Israel. Begitu juga dengan produk "B", "C", dan seterusnya.

            Ini menunjukkan bahwa pelaku bisnis ternyata merasa takut jika aksi boikot tersebut akan memberi kesan dan menanamkan ingatan konsumen kepada produk mereka bahwa produk mereka diduga terafiliasi dengan Israel.

            Kondisi ini sekaligus menunjukkan kepada anak negeri ini bahwa pelaku bisnis memang benar-benar mengakui bahwa koonsumen adalah raja, dengan kata lain konsumen harus diposisikan sebagai  raja dalam posisinya selaku konsumen itu sendiri.

            Konsumen atau pembeli atau pelanggan adalah raja, memberi makna bahwa konsumen   memiliki kekuatan dan otoritas dalam hubungan bisnis. Pelaku bisnis harus fokus pada memenuhi kebutuhan konsumen atau pelanggan, memberikan pengalaman positif, dan menjaga  hubungan  jangka panjang (sab.id). Seorang pelaku bisnis harus melayani konsumen   selayaknya raja, oleh karena itu pelaku bisnis tidak boleh abai dan  memberikan pelayanan yang tidak berkualitas kepada konsumen. (hitoko.id)

            Konsumen  adalah raja, harus dimaknai sesuai dengan posisi dan kapasitas seorang raja, konsumen atau pelanggan harus dilayani dengan pelayanan prima, apa mau-nya konsumen  harus kita penuhi, ada konsumen  yang meminta untuk dimanja dalam berbelanja, kita panuhi dengan memberi kemanjaan, ada konsumen  dalam berbelanja yang meminta untuk disanjung, kita layani dengan memberi sanjungan.

            Tidak heran, kalau disuatu gerai atau disuatu toko, untuk menggoda konsumen atau  pembeli agar mampir ke gerai atau ke tokonya, dengan cara calon konusmen atau calon pembeli yang lalu lalang didepan gerai atau toko milik-nya, ia panggil  dengan sebutan "mampir bos", agar calon konsumen atau calon pembeli merasa tersanjung dan pada akhirnya tergerak untuk mampir yang pada akhirnya membeli.

            Sekali lagi, pelaku bisnis ternyata sudah mulai memahami bahwa konsumen atau pembeli atau pelanggan tersebut, memang benar-benar harus diposisikan sebagi raja.

            Jika sang raja "marah", jika sang raja "ngambek", bisa saja, ia tidak akan menjadi pelanggan kita lagi, bisa saja ia akan beralih pada  produk yang dianggapnya dapat memenuhi kehendak/keinginan-nya, beralih pada  produk yang dirasakan aman/nyaman bagi dirinya, beralih pada produk yang disukai-nya sekalipun produk tersebut sebelumnya tidak "favorit" dikalangan mereka.

            Akhirnya, yang tidak kalah pentingnya adalah, selain pelaku bisnis harus memposisikan konusmen adalah raja, pelaku bisnis juga harus memahani bahwa konsumen atau pembeli atau pelanggan merupakan bagian integral kemajuan dan perkembangan suatu unit bisnis mereka. Untuk itu, mari kita memberikan pelayanan  prima dengan memenuhi segala pernak-pernik yang diinginkan konsumen atau pembali atau pelanggan, agar unit bisnis kita tetap eksis dalam segala kondisi dan situasi. Semoga!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun