oleh Amidi
Tidak sedikit produk yang diproduksi atau  dijual oleh pelaku bisnis yang memberi dampak negatif bagi kesehatan konsumen atau pembeli-nya. Namun, produk tersebut tetap saja disukai dan atau digandrungi konsumen.
Produk tersebut, meliputi berbagai jenis, ada produk makanan yakni terdiri dari  berbagai jenis makanan, ada produk minuman yakni terdiri dari berbagai jenis minuman dan ada produk non  makanan/minuman, misalnya rokok.
Sekali lagi, tidak sedikit produk yang terkadang memberi dampak negatif bagi kesehatan atau mendorong konsumen yang mengkonsumsinya akan terkena dampak yang menimbulkan terganggunya kesehatan konsumen. Apakah produk makanan/minuman tersebut diberi pewarna yang membahayakan, apakah produk makanan/minuman tersebut diberi pemanis buatan, apakah produk makanan/minuman tersebut diberi pengawet dari bahan berbahaya, apakah produk makanan/minuman tersebut dimasak berulang kali dan setrusnya.
Termasuklah rokok, yang jelas-jelas membahayakan kesehatan, yang akan merusak organ tubuh, Â atau yang akan menimbulkan unsur "kecanduan" tersebut, namun, anehnya, Â justru digandrungi konsumen atau perokok itu sendiri.
Ini semua karena salah satu faktor pendorongnya adalah iklan yang gencar, yang mendorong konsumen kena "hipnotis" untuk mengkonsumsinya, sampai-sampai terkadang konsumen  rela antri berjam-jam hanya untuk membeli produk makanan/minuman  tersebut.Â
Dalam wikipedia dijelaskan bahwa rokok adalah sebuah benda yang berbentuk slinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau kering yang telah dicacah.
Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan rokok tersebut  juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memberi peringatan kepada perokok akan bahaya  kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung.
Pesan kesehatan tersebut tidak hanya  tertera  pada kotak atau pembungkus rokok tersebut saja, tetapi di perkuat lagi dengan iklan rokok atau baliho rokok yang dipasang dijalan-jalan dan atau diruang publik dengan ukuran "gede" banget.
Pada iklan rokok  tersebut tertera kalimat dan gambar, kalimat  yang tertera  pada media iklan rokok tersebut "merokok merusak paru-paru, merokok merusak janin, merokok merusak jantung". Kemudian terkadang ada pula kalimat peringatan: "merokok membunuhmu".
Selanjutnya perancang iklan rokok pun menambahkan gambar pada  media iklan tersebut yakni gambar orang tua yang tenggorokannya "berlobang" yang memberi kesan bahwa merokok merusak paru-paru dan atau sampai menyebababkan tenggorokan perokok tersebut "berlobang", saking dahsyat-nya pengaruh rokok terhadap kesehatan.
Infopublik.id, untuk memvisualisasikan sekaligus menyebar luaskan infromasi  yang benar melalui edukasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya dari  merokok. Indoensia telah mengeluarkan kebijakan pencatuman peringatan kesehatan bergambar atau public helath warning (PHW) didalam kemasan rokok.
Iklan Mu Menakutkan Tapi Tidak Berdampak.
Bila dicermati, iklan rokok yang dipajang diruang publik atau disudut-sudut kota tersebut, sungguh "menakutkan". Betapa tidak, seperti dikatakan di atas bahwa  ada salah satu konten iklan rokok yang dipajang tersebut  tertera kalimat yang "seram", yakni "merokok merusak paru-paru, merokok merusak jantung, merokok merusak janin, dan seterusnya.
Kemudian salah satu iklan rokok tersebut pun menambahkan atau melengkapinya dengan  gambar wajah seorang yang sudah tua yang hanya kelihatan tenggorokannya yang "berlobang" tersebut, sebenarnya sudah cukup mengingatkan konsumen atau perokok  bahwa betapa dahsyat-nya  dampak rokok tersebut bagi kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya atau bagi perokok.
Kalimat dan gambar tersebut, Â memang menakutkan, namun apa yang terjadi, ternyata konsumen atau perokok sepertinya sedikitpun tidak takut dengan iklan rokok yang memperingatkan dampak merokok bagi kesehatan tersebut, yang ada justru konsumen atau perokok tersebut tidak bergeming dan tetap saja membeli rokok atau tetap saja merokok dan merokok lagi.
Iklan rokok yang dipajang diruang publik dan atau disudut-sudut kota tersebut justru akan menguatkan keberadaan produk rokok yang diproduksi pabrik rokok tersebut.
Anak negeri ini yang merokok justru semakin banyak saja,  agen dan atau pengecer rokok semakin banyak saja, pendapatan negeri ini dari cukai hasil tembakau atau cukai rokok  terus meningkat. Pada tahun 2022 lalu saja, cukai rokok mencapai Rp. 218, 6 triliun  (databoks.katadata.co,id)?, memang dilema, namun apa daya,  ini lah yang terjadi.
Konten Iklan Mu Justru Menguatkan Produk yang Diiklankan.
Dengan demikian iklan rokok dan iklan produk makanan/minuman atau non makanan/minuman tersebut, selain telah memberi tahu tentang pengaruh bagi kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya, juga telah memberi tahu tentang keberadaan produk yang diiklankan tersebut.
Dengan demikian, maka iklan yang demikian, justru akan "menguatkan" keberadaan produk yang diiklankan tersebut, baik produk makanan/minuman maupun produk non makanan/minuman, seperti rokok tersebut.
Termasuklah saat ini, iklan suatu produk yang mempertegas bahwa produk mereka adalah produksi "indonesia asli", karena beberapa waktu ini ada tindakan boikot terhadap produk yang diduga produksi negara yang sedang bertikai (negara yang menciptakan konplik tersebut).
Sehingga, tidak heran kalau mereka yang kena boikot tersebut ramai-ramai membuat iklan produk mereka dalam untuk "menguatkan keberadaan" produk dan atau unit bisnis mereka.
Bisa saja pelaku bisnis yang mengiklankan produknya tersebut berkilah; "kami telah memberi tahu, dalam konten iklan kami, bahwa produk ini atau produk itu yang kami produksi memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Tetapi, konsumen sendiri yang masih mau membeli-nya!
Bagaimana Sebaiknya?
Bila disimak secara seksama, Â disatu sisi bahwa produk-produk yang memberi dampak negatif bagi kesehatan diupayakan untuk dilarang dijual atau diedarkan alias produksinya dihentikan, namun disisi lain bahwa produk-produk yang memberi dampak negatif bagi kesehatan tersebut justru tidak kecil kontribusinya bagi negeri ini, dapat mendongkrak pendapatan negeri ini (cukai), pelaku bisnis-nya tidak sedikit menyerap tenaga kerja, dan dapat melibatkan pihak lain yang mendukung kelancaran proses produksi dan atau sebagai pemasok bahan baku untuk menghasilkan produk tersebut.
Lantas, bagaimana sebaiknya? Menurut hemat saya, agar buah simalakama ini tidak menjadi "bumerang" atau tidak tertelan bagi kita semua, bagi negeri ini, paling tidak ada jalan tengah yang bisa kita lakukan atau kita sikapi.
Misalnya dengan jalan terus menaikkan cukai rokok yang berimbas pada kenaikan harga rokok. Namun langkah ini tidak banyak memberi aspek "jera" bagi pecandu terhadap produk tersebut, yang ada, konsumen yang mengkonsumsi-nya justru masih tetap saja membeli produk tersbut.
Dengan jalan mengatur kembali pelaku bisnis yang memproduksi produk tersebut dengan jalan membatasi produksi. Namun, harus hati-hati, karena akan berdampak terhadap tenaga kerja dan pemasok bahan baku.
Dengan jalan memberi efek jera bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut diruang-ruang publik atau di alam terbuka, mereka diperbolehkan mengkonsumsi produk tersebut diruang khusus atau ruangan tertentu, jika melanggar akan diberikan sanksi yang ketat dan benar-benar harus diberlakukan, jangan hanya di atas kertas saja. Tidak ada salahnya, kita mencontoh negeri yang sudah memberlakukan ini.
Terkahir, yang tidk kalah pentingnya adalah bagaimana mendorong komitmen petinggi negeri ini yang berkompeten dibidangnya tersebut, untuk mengatasi dilema yang timbul disekitar peroslaan yang satu ini, agar pelaku bisnis yang memperoduski produk tersebut tidak dirugikan, konsumen berangsur sadar, anak negeri ini yang tidak mengkonsumsi produk tersebut tidak terkena dampak buruk yang ditimbulkan bila konsumen mengkonsumsi produk tersebut (menghisap asap/polusi) dan aspek ketenagakerjaan dan pemasok yang kita khawatirkan akan terganggu tersebut dapat dieliminir.Kita dihadapkan kondisi sulit, membunuh tidak mematikan atau membunuh banyak yang mati? Selamat Berjuang!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H