Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Awas Jangan Sampai Anda Korban Kena "Hipnotis" Tenaga Penjual!

13 Desember 2023   05:27 Diperbarui: 13 Desember 2023   05:41 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Oleh Amidi

Seorang konsumen yang boleh dibilang memiliki ilmu dan pengetahun yang sudah cukup dan mumpuni, bercerita pada saya; pada suatu hari konsumen tersebut berjalan di suatu komplek pertokoan, tidak sengaja konsumen tersebut  melihat suatu toko yang menjual alat  untuk memanaskan  makanan/masakan (baca: microwave) dan beberapa peralatan dapur. Pemilik  toko tersebut  memasang banner, dengan konten iklan; "Dengan Membeli Peralatan Dapur Kami, Anda dapat Berwisata ke Pulau "B"  dan Akan Mendapatkan Hadiah Lainnya".

Dengan  membaca dan memperhatikan iklan yang tertera pada banner, konsumen tersebut mulai tergoda dan terdorong  untuk mampir ke toko tersebut. Awalnya, konsumen tersebut  hanya "iseng" untuk mengetahui lebih jauh kebenaran  konten iklan dalam banner tersebut. Pada saat di toko konsumen tersebut digoda tenaga penjual, singkat kata,  konsumen tersebut terus dicerca oleh tenaga penjual sampai pada akhirnya konsumen tersebut memutuskan untuk membeli.

Cerita  di atas, menggambarkan bahwa tenaga penjual tersebut mampu "meng-hipnotis" atau mampu secara dagsyat-nya membujuk konsumen  sampai konsumen tersebut  "terpaksa" harus membeli.

Pada awalnya tenaga penjual tersebut menawarkan barang-nya dengan santai dan biasa-biasa saja, setelah kelihatan "gelagat" konsumen tidak mau membeli, mulai tenaga penjual tersebut memainkan jurus pamungkas yang telah diperolehnya dari hasil tranning yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh pelaku bisnis yang mempekerjakannya. Konsumen tersebut  sudah berujar, maaf adik saya belum punya uang, karena harga peralatan dapur yang ditawamkan tersebut terbilang mahal,  paling murah Rp. 5.000.000,- per  unit..

Konsumen tersebut dikejarnya lagi, "masalah pembayaran jangan dipikirkan, berapa saja 'Ibu" (memanggil konusmen tersebut)  mempunyai  uang saat ini", konsumen tersebut berujar lagi, "tidak ada, saat ini saya hanya mempunyai  uang Rp. 100.000,-". Tenaga  penjual berkata kembali; " tidak apa-apa,  Rp. 100.000,- bisa kita jadikan  sebagai  uang muka atau tanda "jadi" terlebih dahulu, kemudian  tenaga penjual menjawab sang ibu, "nanti kami datang kerumah  untuk menyelesaikannya". Singkat kata, konsumen tersebut dicerca terus menerus  oleh  tenaga penjual, sampai konsumen  tersebut  benar-benar membeli produk yang ditawarkannya.

Barang sudah dibeli, hadiah tak kunjung tiba, karena, ternyata  hadiah akan diundi terlebih dahulu, tidak lama kemudian  "penyesalan" mulai mengusik diri konsumen tersebut. Pelik-nya lagi, pada saat konsumen  sudah tenang dan menyadari barang tersebut mahal, beberapa hari setelah itu, konsumen  tergerak untuk mengembalikan atau membatalkan pembelian barang tersebut, namun apa daya,  barang tidak dapat dikembalikan. 

Diperkirakan toko tersebut sudah banyak menggaet konsumen, sudah banyak memburu konsumen, sehingga toko yang menjual barang tersebut tidak lama kemudian sudah tutup dan  pindah ke kota lain.

Cirita  tersebut, tidak hanya dialami satu-dua orang konsumen saja, tetapi  tidak sedikit konsumen menjadi "bidikan" tenaga penjual seperti itu. Bila disimak, tindakan tenaga penjual yang demikian, tindakan tenaga penjual yang sangat dahsyat  atau tindakan tenaga penjual yang meng-"hipnotis" konsumen tersebut boleh dibilang sangat "jitu" dan sukses.

Pada bagian lain, Sekar Pitutur Arum,  menceritakan pengalaman menjadi korban "marketing pemaksaan" pedagang tradisional  disuatu kota di Pulau Jawa. Pengalaman tersebut yakni pada saat mau makan di suatu  warung di pasar tardisional di kota tersebut, pemilik dan pelayan warung memaksa untuk cepat-cepat mengambil makanan, dan mereka berujar;  jangan membandingkan makanan ke sana ke mari pada warung yang ada di sekitarnya. (lebih lengkap lihat Mojok.co, 08 November 2023).

Dari cerita  di atas, dapat disimpulkan bahwa tenaga penjual sudah melakukan penyimpangan dan atau tidak mengindahkan etika bisnis, strategi pemasaran atau strategi penjualan yang mereka lakukan "menyimpang jauh" dari etika bisnis dan sudah tidak mengindahkan hak-hak yang harus diperoleh konsumen pada saat konsumen akan melakukan permintaan atau membeli suatu barang atau jasa.

Menjalankan strategi pemasaran,  sah-sah saja, asal tidak ada unsur pembohongan, penipuan dan atau pemaksaan bahkan "mengangkangi" hak-hak konsumen.

Zaman serba digital.

Di era zaman serba digital saat ini, sebetulnya, strategi pemasaran atau penjualan yang cendrung tidak jujur tersebut, idealnya sudah tidak ada lagi, karena segala bentuk dan model serta strategi pemasaran atau penjualan yang akan pelaku bisnis lakukan, sudah bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi yang menyajikan berbgai media sosial yang ada.

Melalui media sosial yang ada, pelaku bisnis sudah bisa dengan mudah dan cepat untuk membujuk konsumen dengan strategi pemasaran atau strategi promosi yang dilakukan. Mengapa harus dengan unsur pamaksaan segala, mengapa harus  mengarah pada tindakan "hipnotis".

Segala penjuru, diberbagai  kesempatan, diberbagai media sosial, pelaku bisnis sudah dengan mudah membidik calon konsumen. Istilah saya tiada hari tanpa iklan itu dapat benar-benar kita terapkan. Pada saat anak negeri ini mau membuka konten WA sudah diganggu oleh iklan, pada anak negeri ini mau membuka konten google sudah diganggu iklan, pada saat anak negeri ini mau membuka konten Tik Tok sudah diganggu iklan, pada saat anak negeri ini mau mendengarkan lagu atau "lantunan ayat suci" sudah diganggu oleh iklan.

Iklan yang demikian pun ada etikanya, pengiklan pun ternyata menerapkan etika bisnis. Misalnya, pada saat  konten atau muatan iklan sudah tersaji pada media sosial tersebut, kita diberikan waktu sekian detik untuk menghilangkan tayangan konten  iklan atau iklan tersebut selesai/hilang  dengan sendirinya atau bisa juga di-klik  untuk menyetop tayangan konten  iklan. Sekali lagi, mengapa kita harus melakukan strategi pemasaran atau penjualan dengan cara memaksa tersebut?.

Bagaimana sebaiknya?

Menurut hemat saya, pelaku bisnis tetap sajalah melakukan strategi pemasaran atau penjualan yang normal-normal saja.

Dalam menjalankan strategi pemasaran atau penjualan, perlu mempelajari secara seksama, apa dan bagaimana menjalankan pemasaran (marketing) yang jitu tersebut.

Topbrandaward.com,  mensinyalir ada  10 tip marketing jitu yang sederhana, yang dapat dijalankan oleh pelaku bisnis, yakni;

Mengerti akan pelanggan (customer) kita, 

Lakukan observasi lingkungan marketing,

Rancang produk atau Service Anda di sekeliling customer,

Pastikan Anda bekerja secara halus dan efisien,

Rancang target iklan dan Komunikasi pelanggan,

Jaga Kerapihan tempat usaha Anda,

Memiliki startegi harga,

Tanggapi kompalin dengan baik,

Tulis marketing plan

Berinvestasi, berkolaborasi dan berkomunikasi dengan orang lain.

(lebih legkap lihat topbrandaward.com, 22 November 2022).

Kemudian, sedapat mungkin mengedepankan dan mengutamakan hak-hak konsumen dalam pelayanan. Ini penting, karena konsumen semakin hari semakin cerdas, sehingga konsumen dapat menilai sendiri pelayanan yang kita berikan. Jangan coba-coba mengecewakan konsumen, konsumen akan lari dan berhenti menjadi pelanggan (customer) kita.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sedapat mungkin pelaku bisnis menjalankan etika bisnis yang berlaku, selain melakukan startegi pemasaran atau penjauan. Etika bisnis ini penting, selain akan memberi kenyamanan dan kepuasan kepada konsumen, etika bisnis yang kita jalankan akan membuahkan "keberkahan" dalam bisnis yang kita lakukan.

Dalam melakoni bisnis kita harus jujur, ingat, konsumen adalah raja, ini harus benar-benar di "camkan" oleh pelaku bisnis. Konsumen harus di posisikan sebagai panglima dalam kemajuan bisnis kita, sehingga pelayanan maksimal yang kita berikan kepada konsumen akan mendorong konsumen terus menerus  jatuh cinta dengan barang  yang kita tawarkan. Semoga!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun