Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Rupiah Kembali Terusik, Awas Jangan Sampai "Ia" Mencubit Perekonomian Negeri Ini!

16 November 2023   06:18 Diperbarui: 22 November 2023   02:01 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun yang lalu, masih melekat dimemori anak nenegri ini, peristiwa hiruk pikuk suatu perjungan yang cukup menguras tenaga, pikiran bahkan harta benda yakni "reformasi" yang dilakukan "pejuang reformasi" demi sebuah perubahan.

Terlepas perbuahan yang dimaksud sesaui harapan atau tidak, yang jelas perjuangan tersebut menyisahkan beberapa persoalan, termasuk meningkatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) atau melemahnya nilai rupiah. 

Pada saat itu sampai puncaknya tembus pada angka Rp. 18.000,-.per dolar AS (nilai dolar AS meningkat sampai 300 persen lebih dari angka sebelum adanya gerakan reformasi tersebut, harga-harga melambung tinggi)

Berkat kegigihan seorang Presiden pengganti antar waktu pada saat itu, sehingga peningkatan nilai tukar dolar AS bisa ditekan sampai pada angka yang cukup menggembirakan baik bagi pelaku bisnis, pemerintah maupun masyarakat sendiri.

Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah yang cendrung stabil tersebut berlangusng selama ini. Namun, beberapa hari belakangan ini, rupiah mulai terusuik kembali. Negeri ini kembali dihadapkan pada kenaikan nilai tukar dolar AS alias turunnya nilai rupiah.

Berdasarkan perkembangan-nya, beberapa hari ini nilai tukar dolar AS meningkat dan bertengger pada angka Rp.17.000,- an per dolar AS. 

Memang peningkatan nilai tukar dolar AS tersebut tidak terlalu signifikan bila dibandingkan peningkatan nilai tukar dolar AS pada masa reformasi beberpa tahun yang lalu, namun kenaikan harga dolar AS saat ini perlu diwaspadai.

Dengan kata lain niai tukar rupiah yang terusik kembali ini jangan sampai ia a "mencubit" dan atau mengganggu perekonomian negeri ini yang sudah stabil pasca pandemi. 

Kewaspadaan ini harus terpatri pada diri pihak yang berkompeten, jangan biarkan rupiah yang terusik ini akan berlarut-larut, apalagi mengingat negeri ini sebentar lagi akan menyelenggarakan pesta demokrasi.

Faktor Penyebab

Arrijal Rachman dalam cnbcIndonesia.com, 13 November 2023, menyitir bahwa Gubernur Bank Indonesia (BI), Ferry Warjiyo menyatakan potensi masih akan terus tingginya tekanan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dalam jangka waktu yang panjang. 

Kondisi tersebut dipicu oleh muculnya fenomena baru yakni term premia atau meningkat tingginya suku bunga US Treasury karena membengkaknya utang pemerintah AS untuk kebutuhan pemulihan Covid-19 dan pembiayaan perang. 

Kondisi ini akan membuat aliran modal dari negara-negara berkembang atau emerging market terus keluar menuju aset-aset likuid di negara maju, terutama dolar AS. Hal yang demikianlah akan menyebabkan "strong" dolar AS.

Kemudian meningkatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah atau melemahnya nilai tular rupiah terhadap dolar AS tersebut akibat kurangnya katalis positif dari internal dan eksternal. (lebih lengkap lihat Rizqi Rajendra dalam bisnis.com, 13 November 2023).

Maikel Jefrindo mensinyalir bahwa pihak (BI) lebih fokus menjaga kestabilan nilai rupiah dalam beberap waktu terakhir, mengingat pergerakan rupiah dalam tren melemah imbas ketidak pastian yang bersumber dari global, khususnya AS. 

Biang kerok terbesar pelemahan rupiah adalah AS. Inflasi tinggi diperkirakan membuat AS masih akan menaikkan suku bunga acuan pada posisi sekarang 5.25-5.50 % atau 525 bps sejak Maret 2020. 

Untuk itu, rupiah penting untuk dijaga agar tidak menimbulkan dampak ke masyarakat, ujar Erwindo Kolopaking, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI. (lebih lengkap lihat Maikel Jefriando dalam cnbcIndonesia.com, 13 November 2023).

Langkah Antisipasi

Agar rupiah yang tengah terusik tersebut tidak akan "mencubit" atau mengganggu stabilitas perekonomian negeri ini, harus ada langkah antisipasi dari pihak yang berkompeten.

Pertama: Kecukupan cadangan devisa mutlak harus dijaga.

Cadangan devisa Indonesia, kini dalam tren penurunan, terutama beberapa bulan terakhir. Data BI menunjukkan posisi cadangan devisa per akhir September 2023 mencapai US$ 134,9 miliar turun dari bulan sebelumnya US$ 137,1 miliar. 

Menurut Gubernur BI penurunan tersebut karena adanya kebutuhan untuk menahan tekanan global itu sendiri. (lihat Arrijal Rachman dalam cnbcIndonesia.com, 13 November 2023.

Kedua: Kegiatan ekspor harus gencar dan terus ditingkatkan.

Kegiatan ekspor di negeri ini selama pandemi bahkan pasca pandemi masih tergolong rendah, bila dikaitkan dengan potensi ekspor yang bisa kita lakukan. 

Rendahnya ekspor tersebut karena ada beberapa hambatan dalam kegiatan ekspor, lemahnya industri manufaktur, hambatan dalam menentukan/membidik negara tujuan ekspor (ruangguru.com). 

Kemudian saya mencermati bahwa yang mendasar sebagai penyebab rendahnya nilai ekspor negeri ini, karena negeri ini melakukan ekspor dominan produk primer, kedepan ekspor produk sekunder dan tersier harus diperbanyak.

Ketiga: Pengawasan lalu lintas mata uang asing yang masuk dan keluar.

Ini mesti ditingkatkan atau pengawasan harus lebih ketat lagi. Pengawasan ini penting, baik dimasa normal, terlebih ketika ada gonjang ganjing i pemicu meingkatnya nilai tukar dolar AS tersebut. 

Langkah mengebalikan sistem kurs pun, menurut saya saat ini masih diperlukan. Tidak ada salah-nya bila petinggi negeri ini menerapkan kembali yang pernah dilakukan Presiden Soeharto pada saat itu yakni "kontrol nilai tukar atau kurs".

Keempa:. Bujukan moral (moral suasion) untuk mengajak anak negeri ini menjaga kestabilan nilai tukar.

Terutama kepada pelaku bisnis masih perlu digaungkan. Saya ingat pada saat reformasi bergaung, ada petinggi negeri ini menghimbau berupa bujukan moral (moral suasion) agar anak negeri ini "mencintai rupiah". 

Mungkin maksudnya hibauan ini lebih tepatnya ditujukan untuk anak negeri ini yang "kaya", dan/atau "sering berbelanja keluar negeri" yang secara dominan bertransaksi menggunakan dolar AS.

Namun himbauan ini kurang tepat, jika ditujukan pada sebagain besar anak negeri ini, karena sebagain besar anak negeri ini bukan tidak mencintai rupiah, tetapi justru rupiah yang tidak mencintai mereka.

Betapa tidak, saking masih relatif kecil-nya penghasilannya (masih dibawah UMR/UMP), alias masih tingginya tingkat ketimpangan (lihat gini ratio), maka begitu mereka menerima "rupiah" dari pembayaran konpensasi mereka, tidak lama kemudian "rupiah" tersebut sudah habis, dengan kata lain rupiah sudah tidk mencinati mereka lagi, istilahnya " belum habis bulan rupiah sudah habis".

Menurut hemat saya, himbauan tersebut masih diperlukan, hanya orientasinya harus jelas dan dipertajam. Misalnya, ada petugas lapangan yang secara intensif memantau dipasar, jika ada pelaku bisnis yang menjual barang dengan tarif dolar AS, harus ditegor/disanksi, agar mereka mengalihkannya ke tarif rupiah.

Harus ada langkah monitoring di lapangan, untuk mendeteksi anak negeri ini yang terindikasi "menimbun dolar AS", agar mereka segera melepas dolar AS tersebut ke pasar, agar stok dolar AS dipasar tidak semakin langkah.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah, komitmen dan konsiistensi kita semua, dalam rangka menjaga perekonomian negeri ini, agar aktivitas perekonomian berjalan lancar, agar media penunjang yakni mata uang asing (dolar AS) tersebut stabil. 

Gunakan mata uang asing, terutama dolar AS, seca bijak dan kegiatan pengawasan lalu lintas mata uang asing harus dilakukan dan ditingkatkan dan sedapat mungkin menahan diri untuk menambah utang negara.

Saya yakin kita tidak ingin, jika ada pihak atau kelompok tertentu mempermainkan nilai tukar dolar tersebut untuk mengusik perekonomian negeri ini. 

Saya yakin kita tidak bangga, jika tindakan kita sendiri yang akan mendorong nilai tukar dolar AS tersebut cendrung meningkat. 

Saya yakin kita tidak tega, membiarkan-nya, bila ada "invisble hand" yang bermain dibelakang layar untuk mendorong kenaikan nilai tukar tersebut. Selamat Berjuang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun