Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Cabai Melambung Tinggi, Mengapa Demikian dan Bagaimana Sebaiknya?

4 November 2023   07:58 Diperbarui: 4 November 2023   19:56 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga cabai merah di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) terpantau kembali mengalami kenaikan (DOK YOGI via kompas.com)

Oleh Amidi

Belum usai negeri ini dihadapkan pada persoalan kenaikan harga beras, kini menyusul kenaikan harga cabai, harga cabai melambung tinggi. 

Fenomena kenaikan harga bahan pokok di negeri ini, datangnya silih bergnti, kenaikan harga tersebut bisa saja terjadi saat kondisi normal, dan bisa saja terjadi karena pengaruh cuaca dan atau musim.

Seperti saat ini, dengan adanya musim kemarau panjang dan atau adanya el-nino, mempengaruhi dan mendorong kenaikan harga kebutuhan pokok termasuk cabai.

Beberapa hari ini emak-emak di negeri ini pada "shok" dengan adanya kenaikan harga cabai. Sepekan yang lalu harga cabai rawit merah masih di angka Rp 55.520,- per kg dan cabai merah kriting di angka Rp 42.510,- per kg. Kini (30/10/2023), Panel Harga Badan Pangan mencatat  harga cabai rawit merah melonjak Rp 1.620 sehingga sudah mencapai Rp 64.970,- per kg dan cabai merah kriting naik Rp 1.740,-  sehingga mencapai Rp 50.120,- per kg. Ada suatu daerah, dimana harga cabai rawit merah sudah mencapai Rp 100.000,- per kg (CNBCIndonesia,  30 Oktober 2023)

Bila kita telusuri mengapa harga cabai tersebut melambung tinggi, banyak faktor yang menyebabkannya. 

Diskominfo.kaltimprov.go.id mensinyalir bahwa kenaikan harga cabai tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca yang tidak menentu, dan memburuknya kondisi tanah karena penggunaan pupuk kimia selama bertahun-tahun. Kemudian adanya serangan hama dan jamur yang menyebabkan penurunan produksi cabai di daearah sentra, seperti Jawa Timur.

Tidak hanya itu, jika kita dalami, ada faktor lain yang menyebabkan harga cabai melambung tinggi tersebut. Secara mendasar, karena stok cabai yang tersedia tidak dapat memenuhi permintaan cabai yang terus meningkat. Peningkatan permintaan cabai tersebut, antara lain karena semakin bertambahnya unit bisnis kuliner yang membutuhkan cabai.

Seperti di Palembang Provinsi Sumatera Selatan, pelaku bisnis bidang kuliner "pempek", dengan adanya pertambahan jumlah pelaku bisnis bidang kuliner seriring dengan meningkatnya permintaan "pempek" dari berbagai daerah, membutuhkan cabai yang tidak sedikit sebagai bahan baku untuk membuat "cuka" pelengkap makan "pempek", belum lagi permintaan cabai oleh rumah makan dan rumah tangga. Apalagi mengingat rata-rata anak negeri ini suka makan pedas yang membutuhkan cabai yang tidak sedikit.

Kemudian, mengapa stok cabai tidak mencukupi permintaan pasar? 

Ada banyak faktor yang menyebabkannya. Seperti faktor di atas, selai itu faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor kebiasaan petani yang mudah merasa puas dengan produksi yang dihasilkannya. 

Petani di negeri ini, terutama petani rumah tangga, biasanya mereka melakukan proses tanam dan produksi dengan cara konvensional dan kapasitas yang mereka targetkan tidak muluk-muluk, sedikit sekali yang mempunyai "ambisi" untuk memperoduksi/menanam dalam kapasitas besar. Selain memang lahan yang tersedia tidak mencukupi, memang adanya faktor kontinuitas yang teus berlangusung seperti-seperti itu saja.

Belum lagi adanya hambatan teknis, seperti distribusi yang tidak lancar, cabai yang dihasilkan mudah rusak/busuk, termasuklah sering masuknya cabai dari daerah lain. Seperti di Kota Palembang, cabai yang ada di pasar, sebagaian besar tidak berasal dari daerah yang berada di sekitar kawasan Kota Palembang, tetapi ada yang didatangkan atau dipasok dari daerah lain atau provinsi tetangga bahkan dari Jawa.

Bagaimana Sebaiknya?

Dalam mensolusi persoalan yang satu ini, apa yang harus kita lakukan agar ke depan persoalan yang satu ini tidak "mengalun kembali" alias tidak terulang kembali. Sebaiknya harus ada langkah-langkah antisipasi yang dapat mengantisipasi kekurangan stok cabai dan di pihak petani harus ada reformasi pertanian dan harus ada terobosan baru di pihak petani dan pemerintah selaku pengayom petani.

Perbaikan pola tanam dan pola panen mutlak harus dilakukan. Seperti di atas dikatakan, bahwa akibat pengunaan pupuk yang berlebihan, akan merusak tanah, sehingga mempengaruhi produksi cabai, produksi cabai tidak bisa maksimal. 

Kemudian, hambatan cuaca (kemarau panjang atau el-nino) yang menyebabkan turunnya jumlah produksi cabai juga mendorong kenaikan harga cabai di-pasar-an. Belum lagi hambatan hama dan faktor alam sekitar, sehingga produksi cabai tidak maksimal tersebut.

Lantas apa yang harus kita lakukan?

Di pihak petani sedapat mungkin mengubah pola tanam dan pola panen. Usahakan menanam cabai secara kontinuitas alias tidak tergantung dengan cuaca dan usahakan ada sentuhan teknologi, sehingga tidak tergantung dengan pupuk semata. Ini penting, selain untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas prodoksi cabai, juga dapat meningkatkan hasil produksi/panen cabai itu sendiri serta petani bisa panen beberapa kali dalam suatu periode.

Kemudian, pihak yang terkait, harus membantu petani untuk mengembangkan areal tanam dan tanah yang dimilikinya untuk menanam cabai tersebut. Kita tahu, selama ini tidak sedikit petani berpindah perofesi dari petani menanam cabai, misalnya, pindah menjadi petani menanam cengkeh dan yang lainnya. Hal ini terjadi, karena petani diimingi-imingi hasil yang lebih menjanjikan. Untuk itu mutlak harus ada langkah/upaya untuk mempertahankan petani cabai tetap sebagai petani cabai.

Pada saat cabai sudah dipanen, masih ada langkah lain yang harus kita lakukan untuk membantu petani cabai tersebut. Kita tahu bahwa cabai ini mudah rusak/busuk. Oleh karena itu, harus ada sentuhan teknologi untuk bisa mempertahankan cabai agar awet. Mengapa tidak, misalnya ada semacam alat penahan rusak/busuknya cabai, sehingga petani dapat menyediakan stok cabainya sesuai dengan peningkatan jumlah permintaan.

Selanjutnya, keberpihakan kita terhadap petani, termasuk petani cabai ini mutlak harus dikedepankan. Petani masih membutuhkan sentuhan-sentuhan berupa bantuan dan insentif. Mereka masih membutuhkan media penyubur tanaman yang ramah lingkungan, ramah kesehatan, mereka masih mebutuhkan pengembangan/pertambahan areal di tengah keterbatasan modal yang mereka miliki.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana merubah kebiasaan petani yang mudah merasa puas menjadi petani yang berpola pikir bisnis di bidang pertanian, agar mereka tidak semata-mata terjebak dengan pola dan model konvensional yang selama ini mereka lakukan. Selamat berjuang!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun