Oleh Amidi
Palembang sudah diguyur hujan, namun kabut asap tak kunjung berhenti bahkan beberapa  hari ini justru semakin parah. Kabut asap, tidak hanya mengganggu kesehatan anak negeri ini atau daerah ini, tetapi lebih jauh justru mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan terlebih lagi  mengganggu aktivitas perekonomian
Dinkes.kotimkab.gp.id pada 12 September 2023, mengatakan bahwa dari aspek kesehatan, kabut asap yang mengandung partikel-partikel mikroskopis dapat dengan mudah masuk ke dalam saluran pernapasan manusia yang akan menyebabkan iritasi  tenggorokan, hidung dan mata. Gejala pernapasan seperti  batuk, pilek,  dan sesak napas sering kali muncul.
Kemudian dampak ekonomi kabut asap dapat kita rasakan sendiri, kabut asap mengganggu aktivitas rutin sehari-hari yang pada akhirnya berakumulasi akan mengganggu aktivitas perekonomian setiap daerah yang terkena kabut asap tersebut, termasuk negara tetangga.
Di bidang pendidikan, pihak yang terkait terpaksa menyesuaikan jam masuk dan jam keluar/pulang anak didik, pada saat kondisi normal, jam masuk sekolah ditetapkan relatif lebih pagi, namun dengan adanya kabut asap, maka jam masuk sekolah diubah menjadi siang menyesuaikan dengan kondisi kabut asap yang ada.Â
Begitu juga dengan jam pulang, dengan adanya kabut asap, maka jam pulang ditetapkan lebih awal, anak didik dipulangkan lebih cepat.
Laju kendaraan tidak bisa kencang, karena pemandangan terhalang oleh kabut asap, sehingga waktu jarak tempuh menjadi lebih lama. Begitu juga dengan aktivitas ekonomi lainnya, pelaku bisnis yang biasa menggelar barang dagangannya di halaman terbuka, terpaksa harus menunda waktu terlebih dahulu, yang biasanya pagi-pagi barang dagangan sudah digelar, karena ada kabut asap, barang dagangan digelar menjadi siang hari
Tidak hanya itu, penerbangan pun terganggu, karena jarak pandang menjadi lebih pendek. Dengan demikian, maka jumlah penerbangan akan berkurang, karena menunggu dan atau menyesuaikan dengan jarak pandang yang mendekati normal.Â
Dengan demikian pula, maka bukan hanya pihak maskapai yang dirugikan tetapi pihak pengelola bandara pun akan dirugikan termasuk penumpang, karena merusak jadwal aktivitas yang sudah dijadwalkan mereka.
Secara hitungan sederhana saja, dan dengan perkiraan yang diangkakan dengan rupiah, kerugian karena adanya bencana kabut asap tersebut mencapai triliunan rupiah. Dampak ekonomi akibat bencana kabut asap yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2015 saja bisa melebihi 20 triliun (lebih lengkap lihat bbc.com, 17 September 2023).
Jika disimak, kerugian akibat kabut asap tersebut tidak kecil, masing-masing daerah atau provinsi akan berbeda-beda, karena tergantung dengan tingkat ketebalan kabut asap itu sendiri. Semakin dekat dengan api sebagai penyebab timbulnya kabut asap, maka semakin tebal kabut asap yang akan melanda daerah tersebut.
Berdasarkan data yang ada pada Kementerian Lingkungan Hidup  dan Kehutanan (KLHK) selama  Januari-Juli 2023 luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 90.405 Ha. Kebakaran tersebut menghasilkan emisi lebih dari 5,9 juta ton  ekuivalen karbon dioksida  (CO2e). (lihat cnbc.indonesia.com)
Fenomena Lama
Bila ditelusuri, bencana kabut asap dan atau fenomena kabit asap ini, merupakan fenomena lama dan terjadi hampir setiap tahun. Sebagaimana pengalaman tahun-tahun lalu bahwa  berdasarkan informasi yang ada bahwa kabut asap timbul karena petani atau pemilik lahan membuka lahan dengan cara membakar, kemudian memang adanya lahan yang terbakar karena suhu panas yang terlalu tinggi.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup  pada saat itu mengungkapkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi seluruh  wilayah di Indonesia tidak lepas dari  kebiasaan para petani yang membuka lahan dengan jalan pintas yakni dengan cara membakar lahan, karena biaya membuka lahan dengan cara rama lingkungan itu mahal (kompas.com, 07 September 2015).
Memang secara ekonomi membuka lahan dengan cara membakar tersebut memang lebih efisien ketimbang harus "membabat" tanaman/pohon/tumbuhan yang berada di atas lahan tersebut.Â
Sehingga, tidak heran jika setiap tibanya musim kemarau panjang, petani atau pemilik lahan berlomba-lomba membuat lahan/hutan  dengan cara membakar lahan/hutan tersebut.
Sebenarnya Anda Bisa
Untuk mengatasi persoalan yang satu ini, dipihak yang berkompeten mengambil kebijakan sepertinya  masih berupa imbauan, "jangan membakar lahan, jangan membakar hutan, jaga lingkungan". Sebenarnya  jangan hanya berupa larangan saja tetapi terapkan sanksi yang tegas, dan lakukan langkah antisipasi jauh-jauh hari.
Memang ada sanksi yang akan dikenakan bagi anak negeri ini yang sengaja membakar lahan/hutan tersebut, namun di lapangan belum maksimal, sehingga masih memberi peluang kepada mereka untuk tidak "jera". Sebaiknya lakukan tindakan tegas terhadap pelaku pembakaran lahan/hutan tersebut.
Sebenarnya kita bisa mengantisipasi tindakan yang tidak terpuji ini, asal ada komitmen dan kemauan yang kuat dan ada tindakan ingin "meniadakan" tindakan pembakaran lahan/hutan tersebut. Indikasi ini, diperlihatkan oleh seorang Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu.
Pada saat akan dilakukan perhelatan Asian Games di Sumatera Selatan (Palembang) pada tahun 2018 Â yang lalu, memang tidak terjadi kabut asap, sehingga perhelatan besar tersebut tidak terganggu.Â
Awalnya memang sudah ada lahan/hutan yang mulai terbakar, di dua kawasan dekat dengan lokasi penyelenggaraan Asian Games, namun berkat kesiapan dan kesiagaan serta komitmen Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu, karena akan menjaga kredibilias daerah yang tercinta, sehingga dua kawasan tersebut berhasil dipadamkan dan kawasan lainnya dijaga ketat sehingga tidak terjadi kebakaran lahan/hutan.
Untuk itu mari kita bahu membahu untuk menghentikan kabus asap ini dengan tindakan menurunkan tim pemadam, pengawas, dan penjaga di lokasi. Saya yakin kita tidak ingin kabut asap terus menerus mengganggu kesehatan dan aktivitas perekonomian kita.Â
Saya yakin, ke depan, kita bisa melakukan tindakan antisipasi agar tidak terjadi kabut asap akibat adanya pembakaran lahan/hutan tersebut. Kata kuncinya adalah "kemauan keras", komitmen dan siap/siaga. Kita tidak kekurangan petugas. Selamat Berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H