Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kebijakan "Melenyapkan" BBM Pertalite Bisa Saja Mengusik Perekonomian yang Sudah Stabil

14 September 2023   16:16 Diperbarui: 16 September 2023   19:54 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lenyap pemandangan antrean di SPBU-SPBU sebagai imbas dari penyaluran BBM Subsidi (Pertalite) yang ekstra ketat agar tidak disalahgunakan, atau akibat Pertamina menghapus BBM RON 88 atau mengganti Premium dengan Pertalite, kini anak negeri ini kembali akan menghadapi fenomena yang senada, yakni akan "dilenyapkannya" BBM Pertalite, diganti dengan BBM Pertamax Green-92 mulai 2024.

Berita Kompas.com, 31 Agustus 2023, mensinyalir bahwa Pertamina akan mengganti BBM RON 90 atau pertalite dengan kadar oktan yang lebih tinggi, yakni Pertamax Green 92 sebagai bagian dari program langit biru. Kemudian kompas.com melansir kontan, 28 Agustus 2023 bahwa hadirnya Pertamax Green 92 dapat menekan emisi karbon dan menekan gasoline,sehingga Pertamina nantinya hanya memproduksi BBM gasoline, berupa Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo.

Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menjelaskan bahwa mengganti BBM Pertalite dengan Pertamax Green dengan emisi lebih rendah bukan perkara sederhana.

Pada bagian lain, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, menjelaskan tujuan utama dari migrasi BBM Pertalite menjadi BBM Pertamax Green 92 untuk mengurangi emisi kendaraan sebagai sumber polusi udara dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia minimal 91. (Republika.co.id, 07 September 2023).

Dari pernyataan petinggi-petinggi tersebut, kebijakan "melenyapkan" BBM Pertalite menggantinya dengan BBM Petamax Green 92 tersebut, sepertinya dengan serta-merta akan direalisasikan sesuai rencana.

Saya mencermati, sebelum kebijakan tersebut diambil apakah tidak sebaiknya kita mengkajinya secara saksama, karena negeri ini baru saja berhasil mengangkat kembali perekonomian yang terpuruk akibat pandemi yang melanda dua tahun yang lalu.

Pertumbuhan ekonomi minus/negatif atau terkoreksi yang kita alami pada saat pandemi berlangsung, kini pertumbuhannya sudah kembali plus/positif dan bertengger pada angka kisaran 5 persen per tahun. Bila kita bandingkan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang pernah kita capai 7 persen-an bahkan lebih tersebut, berarti perjuangan kita masih panjang.

Kontradiksi Kebijakan dengan Kondisi Saat Ini

Bila kita perhatikan secara saksama bahwa penggantian BBM Pertalite menjadi Pertamax Green 92 terjadi kontradiksi. Di satu sisi, memang kita akan menekan subsidi dan membutuhkan lingkungan bersih dari polutan, yang harus didukung oleh BBM yang memiliki oktan tinggi. Di sisi lain, kita dihadapkan pada kondisi yang penuh pertimbangan bahwa masyarakat kita masih dalam kondisi "sejahtera semu". Tidak sedikit kelompok masyarakat yang masih perlu disubsidi, dan sebetulnya masih ada langkah lain yang dapat dilakukan dalam mendukung program "Langit Biru".

Pemilik kendaraan (mobil dan motor) di negeri ini terus bertambah, namun perlu diingat bahwa mereka memperoleh/membeli kendaraan tersebut sebagian besar dilakukan dengan cara "kredit". Hampir 80-90% kendaraan pribadi yang dibeli mereka dilakukan dengan cara kredit ( Lihat Amidi dalam Sriwijaya Post dan Sripoku.com, 31 Agustus 2022) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun