Asmiati Malik (kumparan.com, 18 November 2018) pemilih di Indonesia terbagi dalam 3 tipe pemilih yakni pemilih emosional, pemilih rasional-emosional dan pemilih rasional. Pemilih emosional memiliki hubungan emosional sangat kuat dengan identitas yang membentuk dirinya dari sejak lahir.Â
Identitas itu bisa berbentuk dalam paham ideologis, agama dan budaya. Pemilih rasional-emosional pemilih yang cenderung diam ketika melihat isu yang bersifat agama, identitas, dan simbolik karena mereka membutuhkan waktu untuk memproses informasi tersebut.Â
Pemilih rasional adalah pemilih yang mengesampingkan emosional dalam memaknai suatu informasi, mengedepankan komunikasi aktif dan terbuka dalam artian bisa menjawab secara rinci kenapa mereka memutuskan pilihan politiknya.
Terlepas dari 3 kelompok pemilih tersebut, yang jelas jika pemilih mempertimbangkan berbagai aspek yang ada pada si calon, sama halnya dengan konsumen yang akan membeli produk yang dipromosikan unit usaha, konsumen akan mengetahui berbagai aspek termasuk keunggulan dan kelemahan dari produk yang dipromosikan tersebut.
Jika pemilih tersebut tidak mempertimbangkan berbagai aspek pada saat proses pemilihan, yang diperhatikannya/diingatnya adalah hanya gambar/wajah si calon saja, maka branding diri dikategorikan cukup efektif.Â
Tetapi jika pemilih tersebut sama halnya dengan konsumen yang akan menjatuhkan pilihannya sama dengan membeli produk yang dipromosikan unit usaha yakni dengan mempertimbangkan berbagai aspek, maka branding diri yang kita lakukan tersebut, sepertinya kurang efektif dan tidak optimal.
Pemilih rasional, singkatnya adalah pemilih yang mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, harus disikapi dengan langkah yang tepat pula. Misalnya pemilih tersebut tidak hanya terfokus pada foto si calon, tetapi mereka juga menilai "sepak terjang" si calon di belantika kehidupannya sehari-hari, maka branding diri tersebut bisa saja bertolak belakang.
Pada saat branding diri, foto kita pajang dengan senyum seakan-akan menampilkan diri bak malaikat, orang baik, bersih dan mempunyai berbagai kelebihan. Padahal pemilih telah mengantongi berbagai catatan, kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita. Bila ini yang terjadi, maka tampilan branding diri kita tersebut hanya dipandang sebelah mata, di acuh kan pemilih saja.
Misalnya foto diri kita pada branding diri tersebut menampilkan senyum, kesan ramah, atribut/pakaian yang agamis, dengan harapan pemilih tertarik dan pada saatnya untuk memberikan/menyalurkan suaranya kepada kita.
Namun sekali lagi apa yang kita harapkan itu jauh panggang dari api, apabila diri kita sebenarnya justru bertolak belakang dengan kondisi yang kita gambarkan tersebut.
Bagaimana Sebaiknya?