Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Money

Beberapa Permintaan Konsumen karena Ada Unsur Keterpaksaan

13 Mei 2023   09:46 Diperbarui: 13 Mei 2023   09:52 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsumen dalam memenuhi kebutuhannya dan atau dalam melakukan permintaan terhadap suatu barang/jasa dalam kondisi tertentu terkadang  ada unsur keterpaksaan, terlepas pada saat mereka berada dalam pasar persaiangan sempurna (perfect competation) maupun dalam pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competation).

 

Membeli dengan harga lebih mahal. 

Seorang konsumen yang sedang menderita suatu penyakit, setelah berobat dengan tenaga kesehatan ditempat praktek atau di Rumah Sakit, biasanya ia akan  menerima "secarik kertas" sebagai pengantar untuk membeli obat di apotik. Setelah mendapatkan secarik kertas tersebut, konsumen/pasien dengan serta merta pergi ke apotik untuk membeli obat tersebut, sesampainya di apotik, biasanya konsumen/pasien ditanya pihak apotik, apakah obat mau diambi/dibeli semua atau sebagian.

Bagi konsumen yang tidak memiliki uang yang cukup ia membeli sebagian terlebih dahulu. Pertanyaan tersebut wajar dilontarkan pihak apotik, karena konsumen/pasien belum tahu harga obat tersebut. Kemudian berdasarkan informasi bahwa harga obat antara satu apotik dengan apotik yang lain berbeda, kemudian ada lagi unsur perbedan harga antara obat yang dibeli secara bebas dengan obat yang dibeli dengan pengantar secarik kertas tersebut.

Nah, biasanya berapa saja harga yang ditetapkan oleh pihak apotik tersebut konsumen/pasien langsung meng "ia" kan untuk dibeli, tidak ada konsumen/pasien membandingkan harga yang berlaku di apotik yang satu dengan apotik yang lain terlebih dahulu, baru membeli. Hal ini dilakukan mereka, selain karena mereka tidak mau "repot" lagian mereka kan pada posisi kurang sehat. Dalam hal ini terkesan ada unsur keterpaksaan dalam mebeli.

Selanjutnya, konsumen juga terkadang terpaksa melakukan permintaan atau membeli suatu barang/jasa dengan harga yang lebih mahal, karena mereka membeli dengan cara "kredit". Pembelian secara kredit biasanya lebih mahal 30-50 persen dari harga cash, karena beban bunga dan biaya kelengkapan kredit lainnya.

Disini konusmen tidak bisa berbuat banyak dalam menyikapi harga yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha tersebut, pilihannya membali secara kredit atau secara cash. Jika membeli secara cash, mereka tidak mempunyai uang yang cukup, maka pilihannya adalah membeli secara kredit.

Kemudian, konsumen pun dihadapkan pada keterpaksaan melakukan permintaan adalah pada saat mereka berada pada suatu tempat tertentu. Misalnya, jika sebelumnya harga semen di papua berlipat-lipat dibandingkan di Sumatera. Misalnya. Konsumen berada pada tempat yang jauh dari keramaian atau "pelosok", maka konusmen terpaksa harus menerima harga yang ditetapkan oleh pelaku usaha lebih mahal dari harga yang berlaku dipasar pada umumnya.

Membeli dengan Kehilangan Waktu.

Saat ini sudah menjadi pemandangan umum, jika konsumen mau membeli BBM bersubsidi harus antri berjam-jam di SPBU, baru konsumen dapat memebeli atau mengisi BBM bersubsidi tersebut. Selama mereka antri, selama itu pula mereka kehilangan waktu yang apabila dikonversi dengan nilai ekonomi, mereka akan kehilangan "opportunity cost" yang tidak kecil.

Inilah faktanya, konsumen harus didorong oleh suatu kondisi yang menghendaki mereka antri yang pada akhirnya menyita waktu berjam-jam tersebut. Konsumen terpaksa untuk membeli BBM bersubsidi walaupun harus antri lama terlebih dahulu.

Begiut juga ada saat konsumen yang akan membeli produk tertentu yang digandrungi oleh banyak orang/konsumen, seperti membelin makanan/minuman siap saji dan sejenisnya. Untuk membeli makanan/minuman tersebut mereka harus antri menyita waktu yang tidak sebentar, terkadang antri pamjang sampai keluar gerai yang menjual makanan/minuman tersebut. Demi membeli makanan/minuman tersebut mereka terpaksa rela berdiri antri berlama-lama, ditambah lagi demi "prestise" untuk makan/minum di gerai yang dianggap menganggkat prestise mereka tersebut.

Membeli dengan adanya dorongan Teknologi.

Konsumen pun dihadapkan dengan kondisi keterpaksaan dalam hal penggunaan teknologi terhadap pembelian suatu produk yang sudah melekat pada produk tersebut, misalnya dalam hal membeli pulsa tenaga listrik atau pulsa HP.

Konsumen harus dengan serta merta membeli pulsa yang sudah habis tersebut (walaupun masih tersisa) harus segera di isi ulang. Teknolgi yang melekat pada alat tenaga listrik  tersebut memang menghendaki konsumen segera membeli kembali atau mengisi ulang, karena mereka akan diganggu/diingatkan dengan suara otomatis "terus berdering/berdetak" ketika pulsa tenaga listrik tersebut sudah hampir habis.

Begiut juga dengan pulsa HP. Jika pulsa HP yang kita beli dengan sistem pra bayar, maka ketika pulsa HP kita sudah habis, ia segera harus di isi ulang, karena bila terlena atau terlambat, maka  jaringan akan di blokir dan kita tidak bisa menggunkan HP untuk menelpon karena tidak ada pulsa.

Konsumen tidak bisa dipandang sebagai mangsa semata, dan tidak bisa diposisikan sebagi objek semata,  tetapi konsumen harus diperlakukan pelaku usaha sebagai subjek dan mitra serta sebagai "raja". Pelaku usaha membutuhkan konsumen dan konsumen membutuhkan pelaku usaha. Untuk memenuhi segala macam barang/jasa kebutuhannya, konsumen membutuhkan pelaku usaha yang menjual/memproduksi segala macam barang/jasa tersebut. Begitu juga pelaku usaha, untuk memasarkan/menjual segara macam barang/jasa, pelaku usaha membutuhkan konsumen selaku pihak yang akan menggunakan/membeli barang/jasa tersebut.

Untuk itu, pelaku usaha harus saling tenggang rasa, kalaupun ada kebijakan untuk menetapkan harga lebih tinggi pada kondisi tertentu, jangan sampai memberatkan konsumen. Pelaku usaha harus memposisikan konsumen tidak semata-mata sebagai objek tetapi juga sebagai subjek.

Konsumen pun harus bijak dan piawai dalam menyikapi kondisi yang demikian, jangan sampai konsumen terjebak dalam ketidak berdayaan. Konsumen harus tahu hak-hak mereka dan konsumen harus benar-benar mengetahui bahwa kita sedang dipaksa untuk membeli dengan harga lebih tinggi tersebut, agar kita bisa menyikapinya dengan seksama. Selamat berjuang!!!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun