Inilah faktanya, konsumen harus didorong oleh suatu kondisi yang menghendaki mereka antri yang pada akhirnya menyita waktu berjam-jam tersebut. Konsumen terpaksa untuk membeli BBM bersubsidi walaupun harus antri lama terlebih dahulu.
Begiut juga ada saat konsumen yang akan membeli produk tertentu yang digandrungi oleh banyak orang/konsumen, seperti membelin makanan/minuman siap saji dan sejenisnya. Untuk membeli makanan/minuman tersebut mereka harus antri menyita waktu yang tidak sebentar, terkadang antri pamjang sampai keluar gerai yang menjual makanan/minuman tersebut. Demi membeli makanan/minuman tersebut mereka terpaksa rela berdiri antri berlama-lama, ditambah lagi demi "prestise" untuk makan/minum di gerai yang dianggap menganggkat prestise mereka tersebut.
Membeli dengan adanya dorongan Teknologi.
Konsumen pun dihadapkan dengan kondisi keterpaksaan dalam hal penggunaan teknologi terhadap pembelian suatu produk yang sudah melekat pada produk tersebut, misalnya dalam hal membeli pulsa tenaga listrik atau pulsa HP.
Konsumen harus dengan serta merta membeli pulsa yang sudah habis tersebut (walaupun masih tersisa) harus segera di isi ulang. Teknolgi yang melekat pada alat tenaga listrik  tersebut memang menghendaki konsumen segera membeli kembali atau mengisi ulang, karena mereka akan diganggu/diingatkan dengan suara otomatis "terus berdering/berdetak" ketika pulsa tenaga listrik tersebut sudah hampir habis.
Begiut juga dengan pulsa HP. Jika pulsa HP yang kita beli dengan sistem pra bayar, maka ketika pulsa HP kita sudah habis, ia segera harus di isi ulang, karena bila terlena atau terlambat, maka  jaringan akan di blokir dan kita tidak bisa menggunkan HP untuk menelpon karena tidak ada pulsa.
Konsumen tidak bisa dipandang sebagai mangsa semata, dan tidak bisa diposisikan sebagi objek semata, Â tetapi konsumen harus diperlakukan pelaku usaha sebagai subjek dan mitra serta sebagai "raja". Pelaku usaha membutuhkan konsumen dan konsumen membutuhkan pelaku usaha. Untuk memenuhi segala macam barang/jasa kebutuhannya, konsumen membutuhkan pelaku usaha yang menjual/memproduksi segala macam barang/jasa tersebut. Begitu juga pelaku usaha, untuk memasarkan/menjual segara macam barang/jasa, pelaku usaha membutuhkan konsumen selaku pihak yang akan menggunakan/membeli barang/jasa tersebut.
Untuk itu, pelaku usaha harus saling tenggang rasa, kalaupun ada kebijakan untuk menetapkan harga lebih tinggi pada kondisi tertentu, jangan sampai memberatkan konsumen. Pelaku usaha harus memposisikan konsumen tidak semata-mata sebagai objek tetapi juga sebagai subjek.
Konsumen pun harus bijak dan piawai dalam menyikapi kondisi yang demikian, jangan sampai konsumen terjebak dalam ketidak berdayaan. Konsumen harus tahu hak-hak mereka dan konsumen harus benar-benar mengetahui bahwa kita sedang dipaksa untuk membeli dengan harga lebih tinggi tersebut, agar kita bisa menyikapinya dengan seksama. Selamat berjuang!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H