Jika dicermati dari dua pernyataan tersebut, sepertinya ada yang kontradiksi. Disatu sisi kita ingin agar desa bisa menjadi mandiri atau agar terbentuknya DESA MANDIRI serta tercipta percepatan keberhasilan pembangunan desa.
Sedangkan di sisi lain jika dana desa tersebut dihambat dan atau dihentikan akan menghambat terbentuknya kemandirian desa dan atau akan terhambatnya pembentukan DESA MANDIRI serta percepatan pembangunan desa tersebut.Â
Belum lagi jika kita hubungkan dengan Indek Desa Membangun (IDM) yang kita dengung-dengungkan tersebut.
Indek Desa Membangun.
Otonomi daerah yang telah dicanangkan beberapa tahun yang lalu memang menunjukkan hasil, walaupun belum optimal.Â
Indikasi ini ditunjukan/dibuktikan oleh ada beberapa daerah/kabupten/kota baik yang sudah ada maupun hasil pengembangan yang sudah berhasil mandiri dan memang masih ada juga yang masih jalan ditempat bahkan justru membebani negara, karena harus terus disubsidi atau dibiayai pusat.
Dari pengamalan tersebut, kita sambut baik kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi yang meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) beberapa waktu yang lalu.Â
Jika kita perhatikan, ada dua (2) persoalan besar yang mengganjal desa selama ini; 1. Persoalan desa tertinggal dan 2. Kesenjangan sosial di desa. Kita tahu bahwa sedikitnya ada 5000 desa tertinggal dan betapa kesenjangan soaial semakin melebar.
Diharapkan dengan adanya IDM ini setidaknya akan mengurangi DESA TERTINGGAL dan mengurangi KESENJANGAN SOSIAL, yang pada akhirnya diharapkan desa-desa yang ada akan MANDIRI atau menjadi DESA MANDIRI.
Kalau dilihat dari program unggulan dalam IDM tersebut; yakni; 1) jaring komoditas wiralaba (JKWD), 2) Lumbung ekonomi desa (LED) dan 3) Lingkar Budaya Desa (LBD). Sebetulnya sudah cukup untuk mendorong terbentuknya DESA MANDIRI.Â
Menurut hemat saya yang sebelumnya sudah pernah saya sampaikan pada desapedia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kalau program unggulan tersebut bisa berhasil dengan baik: