Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Libur Nasional: Antara Pertimbangan Kinerja dan Pendapatan

23 Januari 2023   07:15 Diperbarui: 24 Januari 2023   06:47 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hore libur lagi", ujar beberapa anak tetangga, "besok libur kan", bisik-bisik beberapa anak negeri ini. 

Kata-kata seperti itu akan muncul setiap menjelang hari libur nasional yang telah ditetapkan oleh penguasa negeri ini. Mengapa ucapan itu muncul? 

Jawabnya karena hari libur tersebut tidak tertera pada kalender yang terpajang di rumah mereka. 

Hari libur tersebut, merupakan konsekuensi memang hari libur tersebut jatuh pada tanggal merah. Bila hari libur tersebut memang sudah tertera pada kalender dan memang merupakan hari libur, maka tentunya tidak terlalu "heboh"

Sebelumnya anak negeri ini hanya dapat menikmati hari-hari libur pada hari tertentu saja. Di kalangan pegawai hari-hari libur yang dapat dinikmati adalah libur hari besar keagamaan dan libur hari besar kenegaraan, serta hari minggu. Itupun terkadang mereka tidak libur karena ada pekerjaan tambahan atau pekerjaan yang segera harus diselesaikan.

Setelah era reformasi, hari libur tersebut terus bertambah. Apalagi di zaman now ini, sedikitnya hari libur selain hari minggu rata-rata setahun mencapai 10-15 kali hari libur nasional, belum lagi ditambah hari libur yang dikenal dengan hari "terjepit".

Misalnya jika tanggal merah tersebut hari kamis, maka hari jumat-nya juga diliburkan, karena dianggap hari terjepit (mengingat hari sabtu adalah hari libur bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Swasta tertentu, sehingga semakin banyak lagi jumlah hari libur tersebut.

Kemudian, untuk kalangan tertentu, walaupun bukan tanggal merah, mereka melakukan libur sendiri. Seperti di bulan Pebruari nanti, pada tanggal 14 Pebruari adalah Hari Valentine (Valentine Day), bagi yang merayakannya, mungkin ada saja yang meminta libur kerja atau melibur sendiri alias tidak masuk kerja.

Dengan demikian, maka semakin banyak jumlah hari libur, hari libur nasional dan hari libur tambahan serta hari libur yang dilakukan untuk meliburkan diri. Bagaimana dampaknya dari aspek sosial dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian?

Meningkatkan Silaturrahmi

Memang dari aspek sosial, dengan semakin banyaknya hari libur tersebut, semakain banyak waktu luang yang dimiliki masyarakat. Sehingga secara sosial akan memberi kesempatan masyarakat untuk bersilaturrahmi, baik kepada sesama keluarga tercinta maupun kepada sesama masyarakat lainnya.

Selain itu, akan berdampak pula terhadap nilai-nilai sosial lainnya, seperti akan tercipta keakraban antar anggota keluarga tercinta dan antar sesama masyarakat. 

Kita tahu bahwa masyarakat di zaman now ini pada hari-hari biasa atau pada hari kerja, semua pada sibuk dengan pekerjaan dan urusannya maising-masing, tidak heran kalau ada yang pergi pagi pulang malam.

Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah kesempatan berinteraksi kepada sesama anggota keluarga tercinta dan kepada sesama masyarakat dilingkungannya. 

Jika ada acara keluarga atau acara handai tolan yang dilaksanakan pada hari libur atau tanggal merah tersebut, maka peluang untuk menghadiri acara tersebut terbuka luas, sehingga terjalin interaksi sosial antar kita.

Meningkatnya Konsumsi dan Pendapatan

Jika kita cermati dari aspek ekonomi, dampak positif dari hari libur atau tanggal merah tersebut setidaknya akan meningkatkan konsumsi di kalangan masyarakat, meningkatkan volume penjualan dikalangan pedagang atau produsen.

Kita tahu bahwa pada saat hari kerja, semua orang sibuk dengan aktivitasnya, sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dengan adanya kesempatan hari libur atau tanggal merah tersebut, maka waktu luang untuk makan tersedia dan atau terbukar lebar, mungkin bagi orang tertentu, jika ada waktu luang diisi dengan makan alias ngemil. 

Bayangkan, tidak sedikit orang kantoran atau pekerja yang terkadang kalau sudah bekerja atau kalau sudah melakukan aktivtasnya, "lupa makan", mereka makan terkadang terlambat bahkan tidak sempat makan.

Dengan demikian, maka hari libur atau tanggal merah mendorong meningkatnya konsumsi masyarakat dan sekaligus akan mendorong ,meningkatnya pendapatan pedagang atau produsen. 

Kondisi ini bisa kita lihat sendiri, pada hari libur atau tanggal merah, tempat-tempat hiburan, tempat-tempat wisata dan tempat-tempat berbelanja (mall) pada ramai dikunjungi, disana meraka akan berbelanja ria bahkan terkadang akan terjadi aksi "borong".

Kinerja Pegawai Terkikis dan Produktivitas Turun

Dari itu semua, ternyata hari libur nasional pun selain berdampak positif, juga menimbulkan dampak negatif. 

Dengan semakin banyaknya hari libur atau tanggal merah tersebut, maka semakin banyak waktu/jam kerja yang hilang. Dengan semakin banyaknya jam waktu/jam kerja yang hilang tersebut, akan berdampak pada penurunan kinerja pegawai.

Kinerja pegawai di negeri ini terbilang rendah dibandingkan dengan negara- negara tetangga, jika dengan semakin banyaknya hari libur atau tanggal merah tersebut, maka dikhawatirkan kinerja pegawai kita justru akan turun.

Kemudian, perlu diketahui pula bahwa kinerja berpengaruh terhadap produktivitas pekerja pada khususnya dan berpengaruh terhadap produktivitas nasional. Jika kinerja pegawai turun atau kinerja nasional turun, maka akan berpengaruh terhadap produktivitas nasional akan ikut turun.

Selanjutnya perlu dipertimbangkan, jangan ada ke-mubazir-an akibat bertambah banyaknya hari libur nasional tersebut. Jika hari libur nasional tersebut tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, atau hal-hal kebaikan, maka akan mubazir saja.

Menyimak dampak negatif yang timbul dengan adanya hari libur nasional tersebut, tidak ada salahnya kalau dipertimbangkan kembali. Dari aspek ekonomi (penghematan, pendapatan dan kinerja) tersebut mana yang lebih menonjol. 

Memang perlu kajian yang mendalam. Jika yang lebih menonjol adalah turunnya kinerja, maka keputusan atau tindakan kita menetapkan hari libur nasional tersebut perlu ditinjau ulang.

Mari kita berpikir ulang, merenung kembali, apakah tidak sebaiknya kebiasaan kita yang salah tersebut kita ubah ke dalam tindakan positif, apakah kita harus terjebak dalam kesalahan pemahaman atas hari libur tersebut, apakah jika harus menambah lagi hari libur dengan tanpa memperhitungkan dampak negatifnya. 

Saya yakin, kita tidak ingin terjebak bila tindakan yang akan kita lakukan tersebut justru akan mengabaikan kemaslahatan anak negeri ini. Selamat berjuang!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun