Mohon tunggu...
Ami Abeb
Ami Abeb Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Anak Rantau

Nulisnya nunggu mood.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lari

16 September 2017   06:17 Diperbarui: 17 September 2017   20:02 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

###

"Makan enak sudah, ke wahana sudah, berenang sudah, beli baju sudah, tinggal ngantuknya sekarang," kataku pada Dian, "tidurnya di rumah aja, ya?"

Dian cemberut seperti anak kecil yang akan diajak pulang ketika sedang asyik-asyiknya bermain. Kedua mata indahnya mulai berkaca-kaca.

"Pokoknya aku nggak mau pulang!" serunya sambil menempelkan wajahnya di dadaku, "bawa aku pergi, Kak. Aku sayang Kak Aldo, aku cinta, aku cuma mau Kak Aldo."

Dian mulai terisak. Sepanjang perjalanan kami dari semalam, aku tak pernah membuka omongan sama sekali tentang cinta dan masa lalu kami. Aku benar-benar seperti membawa anak kecil dan membuatnya gembira. Bukan seperti membawa kabur calon istri orang yang juga mantanku.

"Cup, cup... Udah dong. Iya Kak Aldo juga sayang Dian, masih seperti dulu. Nggak berubah sama sekali," hiburku sambil mengusap kepalanya, "tapi Dian harus ngerti juga, Dian sekarang udah dewasa, Dian udah punya calon, Kak Aldo juga udah punya istri. Udah, nggak apa-apa cuma mata kita berdua yang nangis sekarang. Jangan sampai kita bikin banyak mata menangis. Sekarang papi pasti lagi kebingungan nyari Dian. Kak Fitri juga pasti mikir aneh-aneh tentang aku. Sekarang pulang, ya?"

Tangisnya mereda. Kukecup lembut keningnya. Pelan-pelan kugandeng Dian ke pinggir jalan untuk menyetop taksi. Sebelum pagi kami harus sampai di rumahnya. Semalaman kami tidak tidur, bahkan tanpa menginap di hotel. Tubuhku serasa remuk, mungkin Dian juga. Tapi cinta memaksa kami untuk tidak merasakannya.

                                                                       ###      

Pukul sepuluh malam kami tiba di rumah. Paman Pram yang tampak terduduk lemas langsung bangkit melihat kami datang. Berlari memeluk Dian. Ajaibnya, dia tidak marah sama sekali padaku. Dengan lembut dia bertanya apa saja yang terjadi. Perlahan aku menceritakan semuanya, aku juga bersumpah bahwa Dian tidak kuapa-apakan. Bahkan kami tidak check in di hotel.  Paman Pram hanya tersenyum mendengar jawabanku.

"Ceraikan aku, Bang!"

Kulihat Fitri mendadak muncul di belakang Paman Pram. Aku terkejut, bingung harus bagaimana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun