Mohon tunggu...
Ami Abeb
Ami Abeb Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Anak Rantau

Nulisnya nunggu mood.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembenci Cinta yang Mencintai Anita

6 Mei 2016   06:24 Diperbarui: 6 Mei 2016   07:20 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://m.feed.id/article/9-metamorfosis-penyanyi-cilik-tahun-90-an-1503124.html"][/caption]Kulihat sosok ceria itu di layar kaca setiap pukul enam pagi, di hari Minggu. Wajah manis yang menyanyikan lagu anak-anak favoritku. Tentu saja karena saat itu aku masih berusia 6 tahun. Kau yang tampak bersemangat, sesekali menggelengkan kepala kemudian berputar-putar. Dengan rambut yang dikepang dua, membuatku ingin memainkannya. Entah kenapa, perasaan suka yang mungkin belum bisa disebut 'cinta' itu membuatku ketagihan menonton acaramu setiap hari. Sambil menyeruput susu coklat buatan ibu, dengan beberapa potong roti, aku setia mendengarkan suara unik dan tawa renyahmu.

Begitu berlangsung setiap Minggu-nya, hingga acara itu pada suatu hari tak kulihat lagi. Tentu saja aku sangat sedih, tapi hal itu tak membuatku putus asa. Aku ngotot mencari informasi kapan kau akan muncul lagi. Kubaca berita dari beberapa majalah anak-anak. Kucari informasi tentangmu. Kutanyakan ke teman-temanku. Ini terjadi saat aku menginjak kelas 4 SD. Tentu saja aku kehilangan semangatku. Apalagi setelah kudengar kau tak bernyanyi lagi. Sedih sekali rasanya.

Hingga dua tahun kemudian, saat aku akan menghadapi ujian kelulusan SD, kutemukan dirimu kembali hadir di salah satu acaratalkshowdi salah satu stasiun televisi. Tak sadar aku berjingkrak-jingkrak di depan televisi sambil berteriak memanggil namamu hingga ibu mengomeli kelakuanku. Tapi, kau tampak berbeda kali ini. Gaya berpakaianmu sudah mulai modern. Celana jeans yang kau pakai, kaos lumayan ketat juga. Gaya rambutmu yang tidak lagi dikepang seperti biasanya, kini berponi. Sebenarnya sedikit aku sesalkan, tapi rasa sukaku masih tetap seperti dulu. Karena kata 'cinta' sudah kukenal, aku pun beranggapan bahwa aku mencintaimu.

Kau mulai sering tayang di televisi. Bukan hanya bernyanyi, tapi kini kau menjadi seorang artis dalam beberapa sinetron. Peran anak kecil yang kau mainkan sungguh mempesona. Sekali lagi, cintaku semakin bertambah.

Jenjang SMP akhirnya kumasuki. Mulai kukenal dari teman-temanku apa itu cinta, pacaran, rindu, dan beberapa hal yang wajar terjadi pada anak seusiaku. Bahkan beberapa temanku kulihat mencintai wanita yang sekelas dengannya. Sedangkan aku? Sedikitpun tak terpengaruh. Karena sebelum mereka mengenalkan padaku apa itu cinta, aku telah memilikinya sejak usiaku 6 tahun. Ya, tentu saja kaulah cintaku. Orang yang tak pernah kutemui secara langsung. Hanya kurasakan cinta itu dari balik layar televisi. Aku belum memikirkan tentang 'cinta yang terbalas'. Dan aku rasa aku belum membutuhkannya. Perasaan indah selalu ada di dadaku setiap kali aku melihatmu tayang di layar televisi dalam salah satu sinetron. Ditambah usiaku yang menginjak masa pubertas, tentu saja itu membuatku lebih tergila-gila padamu.

Sampai kutemukan kau di salah satu adegan di sinetron, yang mengisahkan kisah cintamu dengan seorang pria. Hatiku benar-benar hancur. Mulai kurasakan apa itu yang namanya cemburu. Dan kepalaku mulai berpikir bahwa cintaku harus terbalas. Aku tak ingin kau dimiliki oleh orang lain. Hanya aku yang boleh memilikimu, hanya aku. Tapi bagaimana caranya? Aku hanyalah salah satu pecintamu yang tinggal di kota yang jauh dari ibukota. Dan aku yakin kau tinggal disana. Kutahan perasaan ini, meskipun cemburu tidak membuat cintaku pudar.

Setelah kulalui ujian kelulusan SMP, kudengar berita tentang dirimu di salah satu acara infotaiment. KAU MEMILIKI PACAR! Bagai petir di siang bolong, kumatikan televisi. Kurobek dan kubuang semua foto, arsip, kliping dan segala hal yang berhubungan denganmu. Selesai sudah, pikirku. Aku takkan pernah memilikimu. Aku pun bersumpah takkan mendengar ataupun melihatmu lagi. Dimanapun kau, aku tak mau tahu. Aku, patah hati.

Kulewati masa-masa SMA tanpa cinta. Sebab kejadian saat itu membuatku terdoktrin bahwa cinta tak lebih dari sekedar keputusasaan. Aku mengenal beberapa wanita, bahkan ada yang menyatakan cintanya untukku. Tapi aku tak peduli. Aku telah membenci cinta, meskipun dalam hati kecilku, aku masih sangat mencintaimu.

Beasiswa kuliah kudapatkan karena prestasiku selalu meningkat. Perancis pun kudatangi. Negeri Menara Eifel itu menjadi pintu awalku mengenal dunia luar. Banyak teman-teman baru dari berbagai macam negara, agama, ras, dan suku. Tentu aku masih bergabung dalam komunitas pelajar Indonesia yang ada disana. Pikiranku yang dulu sangat kolot dan kaku, kini mulai terbuka. Aku mulai belajar bagaimana menghargai dan memahami orang. Dan tetap saja, untuk masalah cinta, aku tak pernah berkompromi. Aku masih saja anti dengan hal-hal yang berhubungan dengannya.

"Do you have a girlfriend?"

Pertanyaan semacam itu tak pernah kujawab. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Jangankan pacar, aku adalah pembenci cinta. Bisakah kau bayangkan seperti apa?

Dan hari itu pun terjadi. Hari dimana aku menghadiri acara kopdar para mahasiswa Indonesia. Aku menjadi MC dalam acara tersebut. Beberapa event memeriahkan acara. Hingga tiba saatnya penghargaan bagi para mahasiswa yang turut andil dalam acara tersebut. Tentu saja, sebagai MC, akulah yang berhak mengumumkan dan membagikan hadiah bagi para peserta. Hingga kusebut satu nama yang sebenarnya tak asing lagi di telingaku, tapi sengaja telah kubuat asing beberapa tahun terakhir. Sejenak aku berpikir, dimana aku telah mendengarnya.

Ya, itu namamu, Anita.

Kubacakan namamu pelan tapi pasti, selayaknya seorang MC. Tepuk tangan meriah meramaikan gedung saat kau berlari kecil menuju podium, menghampiriku. Aku masih belum sadar, siapa wanita ini, pikirku. Perasaan kalut mendadak menghampiriku. Degup jantungku bercampur bersama sorak sorai hadirin. Rambutmu lurus terurai. Wajah manismu tetap saja belum membuatku terjaga dari 'tidur panjang' ku. Aku bertingkah selaku seorang MC sebagaimana biasa, bersalaman kemudian memberikan hadiah. Kulihat kau yang bersemangat, melambaikan tangan ke arah hadirin. Mungkin mereka bingung, kenapa aku tak menyambutmu sebagai seorang artis. Tapi mau bagaimana lagi. Aku masih belum ingat siapa dirimu.

"Alex, kasihkan mic nya!" Teriak salah satu kru dari belakang panggung.

Kuserahkan mic kepadamu. Dengan bersemangat kau berbicara. Kudengar riuh para hadirin meminta sebuah lagu darimu. Kau pun berlari kecil ke arah tim musik. Mereka segera mendendangkan sebuah lagu. Lagu yang menggetarkan jantungku. Lagu ini pun menyadarkanku, membuatku mengenali siapa dirimu.

Itu sebuah lagu anak-anak. Itu adalah lagu cintaku.

Semua yang hadir tertawa mendengar lagumu, kecuali aku. Bulir air mata pelan-pelan menetes. Aku hanya tersenyum sedikit, tanpa mengusap air mata yang terus keluar. Aku masih tertegun kaku di sampingmu. Kau sangat riang menyanyikannya, Hanya saja rambutmu tak dikepang kali ini. Ah, ini bukan mimpi. Kau benar-benar nyata. Akhirnya, tepuk tangan meriah melengkapi lagumu yang usai. Kau tersenyum melihatku. Kemudian menyadari bahwa aku sedang berurai air mata.

“Bang Alex, kok nangis?” tanyamu, masih menggunakan mic.

Aku makin tak percaya kau sebut namaku. Tentu saja kau tahu sebab aku mengenalkan diri di awal pembukaan acara tadi. Tapi kudengar namaku disebut dari bibir orang yang sangat kucintai, itulah yang benar-benar istimewa.

“Saya ini pembenci cinta,” jawabku tanpa mic,”tapi saya sangat mencintai Anda.”

Makkah, 6 Mei 2016 ; dini hari.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun