Mohon tunggu...
AMI MUSTAFA
AMI MUSTAFA Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Apalah apalah, jangan ribet! aku sendiri sudah cukup ribet orangnya

Nulis suka-suka, tema suka-suka, konsistensi suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sungaiku Dulu Tak Begini

22 November 2020   13:09 Diperbarui: 22 November 2020   13:18 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai Jembatan Merah (dokpri)

Hujan lebat mengguyur belum berhenti sedari pagi. Warga desa khususnya yang tinggal di sekitar bantaran sungai pasti resah, khawatir terjadi banjir. Seperti yang terjadi pada Mei-2020 lalu yang merendam sekitar 40 rumah.

Banjir yang merendam dusun Jagabaya Pekon (Desa) Sinar Banten Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus adalah musibah yang sering terjadi jika hujan turun dengan lebat. Saat itu ada 39 rumah yang terendam setinggi mata kaki orang dewasa, tidak ada korban jiwa dalam musibah itu tapi kerugian material diperkirakan puluhan juta.

Banjir tersebut diakibatkan, selain aliran anak Sungai Way Tuba yang perlu di normalisasi atau meninggikan Talut Penahan Air juga disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah sembarangan. 

Pengelolaan sampah memang masih jadi kendala karena belum ada tempat pembuangan sampah akhir, warga juga bingung mau buang sampah kemana.

Sungai Jembatan Merah (dokpri)
Sungai Jembatan Merah (dokpri)

Terkenang saat kecil dulu bermain, mandi dan mencuci di airnya yang jernih berpasir hitam berkilau sembari menunggu buah asam jatuh, melepas perahu kertas yang berayun-ayun meliuk mengikuti arus. Atau naik batang pisang berhanyut-hanyutan mengikuti aliran sungai. Sungai adalah wahana bermain air yang hebat bagi kami. Belajar berenang pun disana. 

Saat itu sungainya masih lebar dan dalam. Beberapa titik ada yang kedalamannya melebihi dada orang dewasa. Di pinggiran sungai masih banyak pohon buah-buahan, batu-batu, tempat kami menggelar bekal makanan seperti sedang piknik.

Tapi sekarang lebarnya tinggal separuh dan sangat dangkal. Belum lagi sampah plastik dimana-mana. Airnya hitam, berlumpur dan bau. Penampakannya sudah macam got saja kalau musim panas. 

Penyempitan aliran sungai ini disebabkan oleh pembangunan rumah penduduk yang memakan sebagian badan sungai. Bahkan ada satu titik yang bagian atas sungai di tutup beton jadi halaman rumah sehingga saat hujan lebat air sungai meluap sampah tersangkut di bawah beton halaman itu. Akibatnya air meleber sampai ke jalan dan mengganggu lalu lintas warga.

Kalau sudah terjadi musibah banjir selalu saja sungai atau hujan yang disalahkan. Padahal kalau sungainya dirawat, tidak dipersempit dan tidak dijadikan tempat pembuangan sampah mungkin musibah banjir ini tidak akan terjadi. Kasihan sih kalau rumah yang memakan badan sungai terendam air tapi salah siapa?

Trend mengurangi pemakaian kantong plastik juga masih dianggap lebay. Seringkali kalau aku membeli sesuatu lalu menolak memakai kantong plastik dianggap aneh malah mendapat tatapan sinis pembeli yang lain. Padahal saat banjir terlihat nyata sampah plastik mendominasi tersangkut seolah menampar wajah mengatakan sungai mengembalikan apa yang kalian lempar padanya.

Di tempat lain sudah banyak sungai yang dikelola jadi tempat wisata. Aku berharap nanti bisa membuat tulisan lagi tentang sungai kami yang sudah dikelola dengan baik. Kalaupun belum bisa jadi tempat wisata minimal kembali seperti dulu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun