Mohon tunggu...
Amhalogi
Amhalogi Mohon Tunggu... Seniman - Tendik dan Freelancer

Seorang manusia biasa; lagi sederhana. Gemar Menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Andai Kau Tahu!

6 April 2024   12:59 Diperbarui: 9 April 2024   14:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagiku, sanggar adalah tempat bermain kedua setelah sekolah. Bahkan ketika sekolah libur, tempat mainku ya di sanggar. Tempat yang asyik dan tak ada duanya. Selain itu, letaknya juga di pusat kota. Dekat dengan alun-alun. 

Awal mula aku singgah di sanggar, karena ingin melatih bakat di rampak bedug. Diajak oleh teman juga sih. Setelah semakin lama, diberi kepercayaan oleh pemilik sanggar untuk dikirim atau mewakili sanggar sebagai pelatih. Sebab, permintaan untuk melatih rampak bedug dari sekolah-sekolah lain cukup banyak dan tidak ter-hendel oleh sanggar.
____

Sekolahku terletak di pinggir kota, Asalku dari kampung. Semuanya serba sederhana dan apa adanya. Namaku Heru Supriyadi. Sedangkan gadis yang ku taksir berasal dari sekolah yang berbeda. Namanya Nadia Salsabila. Panggilannya Nida kadang juga Nadia. Perjumpaan kami bermula di sanggar.

Awal kisah ini tentu berawal dari kebersamaan, ketika sama-sama menggali ilmu di Sanggar. Karena sering bersama, maka benih-benih itu muncul. Tapi, rasa itu tetap kupendam. Bukan karena aku tidak bisa, hanya saja aku tidak mau merusak suasana pertemanan kami yang kala itu baru terjalin.

Jujur, awal mulanya aku hanya sebatas kagum. Tetapi, ketika mengenalnya lebih dekat, ia peribadi yang baik, jujur, peduli dan cukup hangat. Dia perempun yang terbaik di mataku saat itu. Terlepas dari kekurangan yang ada pada dirinya. Bahkan, karena kekurangan inilah yang akhirnya menjadi kisah penuh drama, greget, galau dan campur aduk.

Bagaikan gunung es yang mencair dan siap mengancam pinguin punah. Seperti itulah kagetnya aku ketika mengetahui Nadia memiliki penyakit yang namanya saja baru kudengar seumur hidupku.

Tadinya sih ia acuh akan penyakitnya. Akhirnya dengan perlahan kubujuk ia mau ikutan terapi. Aku bela-belain ngikutin maunya setiap selesai terapi. Minta cokelat dikasih, minta dianterin pulang dianterin. Targetku, supaya Nadia sembuh, sama seperti wanita pada umumnya. Tak ada embel-embel yang lain. Alhamdulillah atas izin Allah dan ikhtiar maksimal, Nadia pun sembuh.
###

Suatu waktu, Nadia minta ditemani untuk membeli kue ulang tahun. Ternyata kue yang dicari di kota kami tidak ada. Waktu itu sudah petang. Lalu, meski malam-malam dan dingin, dengan suka rela Nadia tetap kutemani mencari kue ultah ke kota lain.

Di perjalanan, tanpa ku sangka Nadia mengungkapkan sesuatu yang tak terduga.

"Her, kamu suka yang samaku..." Tanyanya datar.

Mendengar ucapan tersebut, aku hanya bisa diam. Bibir ini tak mampu mengungkapkan sepatah katapun. Bibir ini tiba2 menjadi kelu. Ingin sebenarnya aku mengatakan bahwa aku bukan hanya menyukainya detik itu juga, tapi aku tidak berani mengatakannya, lagipula aku fokus ke motor yang kukendarai.

Aku gugup. Andai saja, waktu itu ku jawab dengan jentel, mungkin ceritanya akan lain --Ah, penyesalan memang hadir di akhir.

Setelah kejadian malam itu, saat tidak ada kegiatan di sanggar pun ingin rasanya ku menemuinya. Beruntung, banyak sekali kegiatan yang mengharuskan kami terus bertemu. Aku tidak pernah melewatkan seharipun waktu bersamanya.

Ternyata, bukan cuma aku saja yang menyukainya. Teman dekatku pun juga. Meski demikian, aku tahu jika Nadia sendiri yang mampu merasakan ketulusan cintaku, dari beberapa orang yang mencoba mendekatinya --sebab bahasa hati, tak dapat dibohongi.
____
Sebulan, setelah acara yang kami garap di sanggar usai, kami tidak pernah bertemu lagi. Ditambah lagi persiapan ujian akhir sekolah, yang membuatku tidak terlalu memikirkan sanggar. Pun dengan Nadia. Ujian akhir memang menguras tenaga serta pikiran, wajar semua hal di luar sekolah teralihkan.

Setelah ujian usai, aku pun punya banyak waktu untuk ke sana. Bukan hanya sekedar main, tapi untuk bertemu dengan si idaman hati juga tentunya. Alangkah kagetnya diriku, bak mendengar petir di siang bolong. Mengetahui Nadia yang sedang dekat dengan temanku sendiri.

Aku tidak menyalahkan siapapun. Sebab, bagaimana pun juga aku tidak pernah mengungkapkan perasaaanku padanya. Rasa penyesalan ini selalu ada. Andai semua waktu bisa diputar kembali. Rasa penyesalan dan cemburu kadang menggangu konsentrasiku.

Di saat perasaan ini hancur, tanpa aku sadari ada seseorang dari sekolah lain yang mendekatiku. Namanya Riska, ia ketua paduan suara dan padus-nya adalah yang terbaik tingkat kabupaten.

Aku tau dari gaya dan sikapnya, yang memang menyukaiku. Riska memang pintar, mudah bergaul dan humoris. Akan tetapi, yang demikian itu tidak merubah apapun. Aku tetap masih menyukai Nadia.

Kadang, Aku dan Riska ngobrol berdua, bukan berarti aku menyukainya. Hanya saja aku ingin bersikap baik dan berteman sebagaimana mestinya.

Sesekali aku sengaja ngobrol dengan Riska, agar menutupi rasa cemburuku kepada Nadia. Aku "kepanasan" melihat Nadia yang dekat dengan temanku. Aku tahu sifat temanku, aku sadari itu mungkin tidak baik dan ada konsekuensinya.

Suatu hari Nadia menemuiku dan kami ngobrol. Dari obrolan itu, seolah ia mengirimkan sinyal jika ia juga masih memperhatikanku.

"Her, kau akhir-akhir ini sering ngobrol dengan Riska ya? Apakah Kalian sedang sedang pe-de-ka-te..." Tanya Nadia sambil menelisik.

"Kamu tahu dari mana? Aku rasa engga. Aku hanya ingin bersikap baik dan bergaul dengan siapapun." Jawabku datar

"Aku pernah lihat sih... Syukur deh kalau begitu..." Timpalnya lagi.

"Kenapa? Ada yg salah ya? Apakah aku membuat kesalahan?" Aku balik bertanya.

"Tidak ada yang salah kok, aku hanya merasa kurang suka jika dirimu dekat dengannya. Kurasa dia kurang baik untukmu..." Jawab Nadia, sepertinya ia mengungkapkan isi hatinya.

"Terima kasih kau sudah memperhatikanku..." Ku jawab dengan singkat. Padahal ingin rasanya kutuangkan semua dihadapannya. Sayang, waktunya sudah tidak memungkinkan lagi.

Rasanya amat senang dan bahagia, ternyata dia juga masih memperhatikanku. Hanya saja aku tidak ingin membahas kedekatan Nadia dengan temanku. Mungkin, inilah kesalahanku yang tidak ingin tahu tentang hubungannya.

Dan yang pasti, Aku selalu memperhatikannya hingga saat ini.

Semoga kamu baca catatan singkat ini ya.

Amhalogi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun