Aku gugup. Andai saja, waktu itu ku jawab dengan jentel, mungkin ceritanya akan lain --Ah, penyesalan memang hadir di akhir.
Setelah kejadian malam itu, saat tidak ada kegiatan di sanggar pun ingin rasanya ku menemuinya. Beruntung, banyak sekali kegiatan yang mengharuskan kami terus bertemu. Aku tidak pernah melewatkan seharipun waktu bersamanya.
Ternyata, bukan cuma aku saja yang menyukainya. Teman dekatku pun juga. Meski demikian, aku tahu jika Nadia sendiri yang mampu merasakan ketulusan cintaku, dari beberapa orang yang mencoba mendekatinya --sebab bahasa hati, tak dapat dibohongi.
____
Sebulan, setelah acara yang kami garap di sanggar usai, kami tidak pernah bertemu lagi. Ditambah lagi persiapan ujian akhir sekolah, yang membuatku tidak terlalu memikirkan sanggar. Pun dengan Nadia. Ujian akhir memang menguras tenaga serta pikiran, wajar semua hal di luar sekolah teralihkan.
Setelah ujian usai, aku pun punya banyak waktu untuk ke sana. Bukan hanya sekedar main, tapi untuk bertemu dengan si idaman hati juga tentunya. Alangkah kagetnya diriku, bak mendengar petir di siang bolong. Mengetahui Nadia yang sedang dekat dengan temanku sendiri.
Aku tidak menyalahkan siapapun. Sebab, bagaimana pun juga aku tidak pernah mengungkapkan perasaaanku padanya. Rasa penyesalan ini selalu ada. Andai semua waktu bisa diputar kembali. Rasa penyesalan dan cemburu kadang menggangu konsentrasiku.
Di saat perasaan ini hancur, tanpa aku sadari ada seseorang dari sekolah lain yang mendekatiku. Namanya Riska, ia ketua paduan suara dan padus-nya adalah yang terbaik tingkat kabupaten.
Aku tau dari gaya dan sikapnya, yang memang menyukaiku. Riska memang pintar, mudah bergaul dan humoris. Akan tetapi, yang demikian itu tidak merubah apapun. Aku tetap masih menyukai Nadia.
Kadang, Aku dan Riska ngobrol berdua, bukan berarti aku menyukainya. Hanya saja aku ingin bersikap baik dan berteman sebagaimana mestinya.
Sesekali aku sengaja ngobrol dengan Riska, agar menutupi rasa cemburuku kepada Nadia. Aku "kepanasan" melihat Nadia yang dekat dengan temanku. Aku tahu sifat temanku, aku sadari itu mungkin tidak baik dan ada konsekuensinya.
Suatu hari Nadia menemuiku dan kami ngobrol. Dari obrolan itu, seolah ia mengirimkan sinyal jika ia juga masih memperhatikanku.
"Her, kau akhir-akhir ini sering ngobrol dengan Riska ya? Apakah Kalian sedang sedang pe-de-ka-te..." Tanya Nadia sambil menelisik.