Â
 Kepada Yth
 Menteri Pertahanan RI
 Jenderal TNI (Purn.) Riyamizard Riyacudu
 di
     Jakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Izinkanlah saya selaku anggota DPD-RI, Senator dari DKI Jakarta, Wakil Ketua DPR-RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR-RI (2004-2009), dan berbagai latarbelakang kegiatan sosial politik saya atau ringkasnya sebagai politisi tiga zaman  yang pernah bergerak dalam kegiatan politik di bawah dan kini di atas permukaan termasuk kebersamaan saya dengan beberapa senior militer dan tokoh pergerakan politik dari berbagai kalangan lainnya di Petisi 50. Melalui surat ini saya mengetuk hati Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn.) Riyamizard Riyacudu sebagai seorang senior militer  yang sedang dipercaya sebagai pembantu presiden dalam bidang pertahanan negara khususnya dalam mengkoordinir jajaran TNI di bawah komando Panglima TNI.
Sabtu 30 April 2016 saya meninjau situasi lapangan kawasan Luar Batang dan sekitarnya yang rencananya juga akan digusur oleh Gubernur Ahok, namun tertunda karena memperhitungkan risiko perlawanan rakyat. Kawasan Pasar Ikan bisa digusur lancar karena diperhitungkan perlawanan di situ cuma sekitar 100 orang menghadapi kekuatan ribuan anggota TNI-Polri dan Satpol PP. Sedangkan untuk menghadapi Luar Batang, kekuataan internal saja dari macam-macam asal daerah, suku dan etnis yang telah menyatakan semua ‘siap mati’ melawan penggusuran.Â
Konsolidasi berjalan terus ditambah dukungan dari berbagai unsur luar seperti beberapa tokoh nasional yang telah datang memberikan dukungannya termasuk seorang mantan Panglima TNI yang memberikan orasi dukungan politik membakar semangat perlawanan kepada warga Luar Batang. Sementara itu untuk tokoh tertentu meskipun pejabat politik yang kurang dikenal komitmennya termasuk anggota parlemen, dilarang masuk. Bahkan salah satu media elektronik dan media cetak terkenal, juga dilarang memasuki kawasan Luar Batang, karena pemberitaannya dianggap serba membela Gubernur Ahok.Â
Saya sangat menguatirkan berdasarkan pengalaman masa lalu, khususnya peristiwa tragedi berdarah  Tanjung Priok  tahun 1984 dan peristiwa penggusuran makam Mbah Priok tahun 2010. Peristiwa Priok 1984 sudah merupakan kesimpulan politik bahwa hal itu berpangkal dari provokasi intelijen dalam rangka isu asas tunggal, yang berakibat dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc, dan mengadili beberapa mantan perwira yang terlibat dalam peristiwa tersebut.Â
Meski saya tidak terlibat dalam peristiwa Priok tetapi dijadikan pintu masuk penahanan dan pemenjaraan saya dengan tuntutan seumur hidup dan divonis 18 tahun penjara, kemudian dapat amnesti dan rehabilitasi politik tahun 1998 sehingga saya bisa masuk parlemen, setelah ikut menggerakkan reformasi. Penahanan saya dalam peristiwa Priok sebenarnya sudah direncanakan jauh sebelumnya, karena saya dianggap sebagai penghubung antara tokoh-tokoh politik nasional, seperti M. Natsir dkk, dengan beberapa tokoh senior militer yang sama-sama berhadapan dengan Presiden Soeharto. Ini adalah pengakuan mantan PATI TNI di bidang intelejen kepada saya. Kebetulan saya juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Jenderal A.H. Nasution, Ali Sadikin, dan H.R. Dharsono yang akhirnya sama-sama di penjara.
Sementara penggusuran makam Mbah Priok yang berlangsung represif yang banyak menimbulkan korban jiwa dan harta, tanpa mengindahkan budaya religiusitas masyarakat yang kuat, sebagaimana juga sensitifitas warga Luar Batang terhadap aset kehidupan beragamanya. Untuk peristiwa penggusuran makam Mbah Priok ini saya ikut aktif mendamaikan.
Saya sependapat dengan banyak pihak dan sikap berbagai kalangan yang menyesalkan keterlibatan TNI dalam eksekusi penggusuran untuk mendukung  kebijakan Gubernur Ahok. Gubernur Lemhanas, Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo berpendapat, bahwa proses reformasi TNI mengalami kemunduran, akibat keterlibatan langsung kekuatan TNI dalam kasus-kasus penggusuran untuk kepentingan pemerintah lokal. Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan menghendaki agar militer tidak ikut cawe-cawe dalam kegiatan relokasi atau penggusuran.Â
Menurutnya, tidak pada tempatnya kalau militer berhadapan dengan rakyat sendiri, itu bukan tugasnya, sebab TNI itu tentara rakyat, sehingga tidak perlu diajak berhadapan dengan rakyat juga. Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun, juga meminta kepada Pemprov. DKI Jakarta melalui Wakil Gubernur Djarot Syaiful Hidayat, untuk tidak melibatkan TNI/Polri dalam segala bentuk penggusuran, karena itu bentuk intimidasi militer terhadap masyarakat.
Saya juga mendengar banyak berita berkembang di tengah masyarakat bahwa dukungan TNI terhadap kebijakan Gubernur Ahok karena ada balas budi atas pemberian dana hibah yang berasal dari APBD DKI Jakarta, dan berbagai aliran dana CSR untuk TNI dan Polri. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa misalnya mempertanyakan hal tersebut karena membaca bahwa banyak institusi TNI dan Polisi yang mendapat aliran dana CSR.
Karena itu, TNI terkesan menjadi ambigu untuk tidak turut dalam mendukung penggusuran yang dilakukan Gubernur Ahok. Bisa jadi akibat tidak terpenuhinya tingkat kesejahteraan, maka kemanunggalan ABRI dengan rakyat serta  profesionalisme menjadi terabaikan. Terkait hal ini, dulu Panglima ABRI, Jenderal M. Jusuf, menjadikan masalah kesejahteraan prajurit, kemanunggalan ABRI dengan rakyat, dan profesionalisme, sebagai kebijakan utama dalam pembinaan prajurit.
TNI berasal dari rakyat, TNI adalah alat politik negara, karena itu TNI tidak boleh berorientasi kepada kepentingan kelompok dan golongan tertentu. Kasus keterlibatan pasukan TNI saat penggusuran Pasar Ikan Jakarta Utara, seharusnya tidak perlu terjadi. Aparat militer tidak seharusnya dihadapkan  dengan rakyat dalam kasus semacam ini karena bukan merupakan tugas pokoknya sebagaimana UU No. 34/2004 tentang TNI. Keterlibatan langsung aparat TNI dalam berbagai penggusuran, selain memposisikan TNI berhadapan langsung dengan rakyat juga akan mendelegitimasi kewibawaan TNI di mata dan hati rakyat Indonesia. TNI harus teguh memegang Sapta Marga Prajurit dan kode etik militer yang mencintai dan dicintai rakyat.
TNI harus peka bahwa permasalahan pembangunan dan penataan kota Jakarta adalah masalah yang sangat sensitif. Warga Jakarta sadar bahwa penataan kota sering berujung kepada kegiatan relokasi dan penggusuran, lebih berpihak kepada kepentingan koorporasi dan pengembang. Kondisi ini menjadi pemicu kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang bisa berakibat meletupnya kerusuhan sosial, dan juga menjadi potensi konflik SARA.Â
Terlebih jika melihat kasus relokasi di kawasan Pasar Ikan dan rencana di Luar Batang, yang oleh warga ditangkap sebagai upaya keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap investor, sekaligus meneguhkan persepsi publik akan kuatnya pengaruh taipan terhadap para pemegang pelaksana kekuatan politik. Kepercayaan masyarakat terhadap TNI dan Polri jangan sampai menjadi rusak, sebagaimana rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum dan lembaga kekuasaan politik.
Mencermati dinamika yang terjadi di masyarakat Jakarta, khususnya warga yang akan menjadi sasaran penggusuran, dan demi menghindari jatuhnya korban jiwa rakyat dan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap TNI, serta kehormatan dan nama baik TNI pada umumnya , maka saya SEBAGAI ANGGOTA PARLEMEN MELALUI MENTERI PERTAHANAN, MEMINTA PANGLIMA TNI AGAR menghentikan pengerahan prajurit dalam program penggusuran yang dilakukan Gubernur Ahok. Khusus untuk rencana penggusuran kawasan Luar Batang Jakarta Utara, saya telah meminta Gubernur Ahok untuk dihentikan.Â
Masih banyak wilayah kumuh dan kawasan elit lainnya yang perlu ditertibkan, yang tidak perlu mengorbankan rakyat, dan malah mungkin mendatangkan kesejahteraan sosial, perbaikan lingkungan hidup, dan keindahan kota. Jakarta jangan dibangun hanya dengan berorientasi kepada pembangunan fisik, seperti halnya Singapura yang sangat jauh berbeda baik secara geografis, sosiologis, maupun budaya.
Demikian himbauan saya sampaikan kepada Menhan Jenderal (Purn.) Riyamizard yang saya tahu komitmen keprajuritannya tinggi, putra almarhum Brigjen TNI (Purn.) Riyacudu, yang dikenal pejuang legendaris sebagai prajurit tempur yang pemberani dan profesional.
Wassalam,
Anggota Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia
A.M. Fatwa
Senator dari DKI Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H