Jika bicara mengenai tokoh perempuan di Indonesia pasti tidak jauh dari R. A Kartini, Raden Sartika, Cut Nyak Dien dan lain sebagainya. Padahal terdapat satu tokoh perempuan yang berjasa dalam pendidikan perempuan Indonesia dan beliau berasal dari Padang yaitu Rahmah El Yunusiyah. Lahir dari keluarga priyayi dan islam yang taat menjadikan Rahmah mengeyam pendidikan tinggi.
Awalnya Rahmah bersekolah di Islam Diniyah School. Sekolah tersebut memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum dan dijalankan dengan cara pendidikan modern, menggunakan alat peraga dan memiliki perpustakaan. Sekolah ini menerima murid perempuan di kelas yang sama dengan murid laki-laki, hal yang baru bagi sekolah agama saat itu. Rahmah ikut mendaftar, diterima duduk di bangku kelas tiga (sekarang setara tsanawiyah) oleh pihak sekolah menyesuaikan dengan kemampuannya.
Rahmah mengalami kerisauan karena berada dalam satu kelas yang sama dengan murid laki-laki. Menurut Rahmah akan jika murid perempuan dan laki-laki berada dalam satu kelas yang sama, akan terjadi kecanggungan dan membuat perempuan tidak bebasa mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar, karena dalam pembelajaran akan membahasa mengenai kodrat-kodrat perempuan seperti haid, dan melahirkan. Ia mengamati banyak masalah perempuan, terutama dalam perspektif fikih, tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene laki-laki, sementara murid perempuan enggan bertanya.
 Bermula dari kerisauan hatinya, Rahmah saat bersekolah di Diniyah School bergabung dengan Persatuan Murid-Murid Diniyah School (PMDS). Ketika duduk di bangku kelas VI Rahmah menyampaikan gagasannya untuk mendirikan sekolah khusus perempuan kepada anggota PMDS yang lain (Ajisman, 2017). Ia menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada 1 November 1923, Rahmah membuka Madrasah Diniyah Li al-Banat sebagai bagian dari Diniyah School yang dikhususkan untuk murid-murid putri. Rahmah mengatur kegiatan belajar mengajar di masjid yang terletak berseberangan dengan rumah kediamannya di Jalan Lubuk Mata Kucing (sekarang Jalan Abdul Hamid Hakim), Pasar Usang, Padang Panjang. Dua teman Rahmah, Sitti Nansiah dan Djawana Basyir, termasuk guru terawal, sementara Rahmah merangkap sebagai guru dan pimpinan (Deliar, 1991).
Dalam perkembangannya Madrasah Diniyah Li al-Banat memiliki ratusan murid perempuan yang tersebar mulai Minangkabau, Bengkulu, Tapanuli, Deli, Aceh, dan Selangor. Tidak hanya pendidikan agama, tetapi Rahmah juga mengajarkan mengenai kebidanan, menenun, dan ilmu kerumahtanggaan. Majalah Aboean Goeroe-Goeroe milik perkumpulan para guru di Sumatera Barat pada Mei 1930 menyebut Rahmah sebagai orang pertama yang berkiprah "untuk kemajuan anak-anak perempuan di Minangkabau". Rahmah dipuji sebagai sosok yang "sedikit bicara dan tertawa, tetapi banyak bekerja". Dalam perjuangannya Rahmah ingin membuktikan bahwa perempuan yang dianggap lemah ternyata dapat setara dengan laki-laki. Sekolah Rahmah El Yunusiyah sekarang menjadi STIT Diniyyah Puteri Rahmah El Yunusiyyah.
 Perjuangan Rahmah El Yunusiyah dalam memenuhi hak pendidikan perempuan mendapat perhatian dari Universitas Al Azhar Kairo. Tahun 1955 para petinggi Universitas Al Azhar mendatangan diniyah putri Rahmah di Padang. Para petinggi tersebut mengakui bahwa Al Azhar masih tertinggal daripada pendidikan yang digagas oleh Rahmah. Pendirian Diniyah Putri menginspirasi Universitas Al-Azhar di Kairo untuk mendirikan Kulliyatul Lil Banat, sebuah fakultas yang ditujukan khusus bagi perempuan. Setelah Imam Besar Al-Azhar, Abdurrahman Taj, mengunjungi Diniyah Putri, pihak Al-Azhar menyadari pentingnya pendidikan perempuan dalam kemajuan peradaban. Berkat semangat dan kisah inspiratif Rahmah, pada tahun 1957, Al-Azhar menganugerahkan gelar Syaikhah untuk pertama kalinya kepada Rahmah saat ia berkunjung ke universitas tersebut.
Perjuangan Rahmah El Yunusiyah dalam mendirikan sekolah Diniyah Putri pertama memberikan pelajaran berharga tentang ketekunan dan keberanian dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Dedikasinya tidak hanya membuka jalan bagi banyak perempuan dimasa sekarang untuk mengejar ilmu, tetapi juga menginspirasi kita untuk terus berjuang demi kesetaraan dan keadilan.
Daftar pustaka :
Ajisman dkk. 2017. Tokoh Inspiratif Bangsa. Jakarta: Kemendikbud
Noer, Deliar. 1991. Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900--1942. Jakarta: LP3ES.
      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H