Mohon tunggu...
Amer Sabili
Amer Sabili Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru yang Terjajah dalam Kurikulum Merdeka

30 Oktober 2022   22:44 Diperbarui: 30 Oktober 2022   23:20 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan sebuah upaya sistematis yang dilakukan secara dalam melahirkan generasi bangsa yang lebih maju. Dalam upaya tersebut tentunya tidak terlepas dari adanya kaitan dengan peran lembaga pendidikan, baik dalam hal kebijakan, pengembangan, dan pelaksanaan.  

Pesatnya perkembangan zaman dan arus budaya yang masuk dalam masyarakat, pendidikan dituntut agar mampu melahirkan generasi yang adaptif dalam menghadapi perubahan. 

Kurikulum adalah 'jiwa' dari pendidikan yang menjadi keniscayaan. Kurikulum Merdeka Belajar adalah kebijakan yang lahir pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI).

Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar merupakan bentuk adaptasi dunia pendidikan terhadap kemajuan dunia digital yang menuntut peserta didik memiliki ketangkasan 4C yaitu, critical thingking, communication, colbaoration, and creativity. 

Hal ini menjadi tantangan khsusunya bagi para guru yang berperan menjadi garda terdepan dalam proses pendidikan. Guru dituntut dalam meningkatkan mutu dan profesionalisme demi tercapainya tujuan dari kurikulum tersebut. Namun, apakah penerapan Kurikulum Merdeka Belajar ini sudah membuat merdeka setiap lapisan di pendidikan?

Dalam proses pengembangan pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan pemerintahan ataupun swasta tentu tidak lepas kaitannya dengan tenaga pendidik yang perlu perhatian khusus oleh pemerintah selaku regulator. 

Data yang tercatat pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan bahwa sebanyak 3.357.935 orang tenaga pendidikan, baik yang bertugas sebagai guru ataupun tenaga administrasi di lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah dan swasta pada tahun 2022. 

Data tersebut tentunya bersifat dinamis dan akan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya status yang dimiliki tenaga kependidikan baik yang baru bergabung maupun yang sudah memasuki masa purna bakti. 

Terdapat fakta yang mengejutkan dari data yang disajikan tersebut, bahwa terdapat hampir 50 persen jumlah tenaga pendidik di Indonesia merupakan tenaga honorer yang belum berstatus ASN (aparatur sipil negara).

Status kepegawaian yang dimiliki oleh tenaga kependidikan tentu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap taraf tingkat kesejahteraan tenaga pendidik itu sendiri. Besaran anggaran dari APBN pada ranah pendidikan yang kita ketahui kini mencapai angka 20 persen yang dicanangkan dalam undang-undang. Dengan besaran anggaran tersebut seyogyanya mampu menstabilkan dan memberi dampak yang positif pada dunia pendidikan, tak terkecuali dalam hal kesejahteraan tenaga kependidikan. 

Masih banyak ditemui tenaga pendidik yang memiliki kondisi kesejahteraan jauh dari kata layak, khususnya para tenaga pendidik yang belum tergolong ASN. Mereka bahkan harus mencari kerja sampingan agar mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Pemerintah dalam hal ini seolah-olah lepas tangan dalam melihat kondisi tenaga pendidik yang tidak sejahtera, namun membebankan peran mereka dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan anggaran  APBN yang tertulis untuk pendidikan masih belum membuat para tenaga pendidik mendapat kesejahteraan, sehingga mereka masih harus berjibaku dalam bertahan hidup ditengah status kepegawaiannya yang juga belum membaik.

Kondisi kesejahteraan yang jauh dari kata layak ini diperburuk dengan tidak terpenuhinya hak para tenaga pendidik non-ASN ini yang berupa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, hinggal jaminan hari tua yang sepatutnya mereka dapatkan sesuai dengan beban kerja yang mereka tanggung. Ditambah dengan kebijakan mengenai kenaikan harga BBM yang juga membuat kondisi ekonomi mengalami penurunan secara nasional. 

Kenaikan BBM tentu berpengaruh pada naiknya harga bahan pokok, ongkos jasa, dan hampir seluruh sektor yang menjadi kebutuhan primer masyarakat. Kesejahteraan rasanya sulit dirasakan oleh tenaga pendidik dalam kondisi ini karena kenaikan harga bahan bakar tidak berbanding lurus dengan meningkatnya pendapatan mereka. 

Dan seperti yang kita ketahui bahwa tenaga pendidik termasuk profesi yang tidak layak dalam menerima bantuan pemerintah meskipun penghasilannya masih jauh dari kata layak, hal ini membuat kehidupan para tenaga pendidik non-ASN terasa kian sulit.

Dalam perspektif konflik, kondisi guru dan tenaga kependidikan yang belum sejahtera ini tentunya sangat bertolak belakang dengan anggaran yang tersedia untuk sektor pendidikan. 

Pelaksanaan kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar yang menjadi beban harusnya menjadi tolak ukur dalam memberikan hak hidup yang layak bagi mereka. Pemerintah selaku regulator harus mampu memperbaiki manajemen tata kelola kebutuhan guru dan tenaga kependidikan menjadi satu pintu dengan menyesuaikan kebutuhan. 

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan perlu memberikan keputusan-keputusan pada sektor pendidikan yang mengalami polemik karena peraturan-peraturan beserta turunannya pada tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Karena sejatinya pendidikan adalah implementasi dari memerdekakan manusia yang bukan hanya dirasakan oleh peserta didik, tetapi juga oleh guru dan tenaga kependidikan. Majunya pendidikan merupakan upaya dalam memajukan peradaban, dan tidak sejahteranya pendidikan sama artinya dengan memundurkan peradaban

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun