Selama saya menjabat sebagai gubernur di Papua, saya berusaha untuk meningkatkan Papua, dan untungnya banyak peningkatan yang terjadi di Papua dibanding ketika Papua dipimpin oleh pemerintahan Belanda, salah satu contohnya adalah pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan masyarakat, saya benar-benar berusaha keras untuk tanah Papua ini,dan tentu saja itu karena masyarakatnya juga, saya sangat berterimakasih kepada seluruh warga tanah Papua.
Sekitar lima tahun kemudian, pada tahun 1969 di Papua Barat dilakukan jajak pendapat yang diselenggarakan oleh PBB untuk menentukan status wilayah tersebut bergabung degan Indonesia atau menjadi milik Belanda, tentunya saya ingin Papua menjadi bagian Indonesia,tapi semua warga punya haknya masing-masing dan ada perwakilan dari masing-masing daerah untuk menentukan status Papua.
Saya juga sering melakukan kampanye ke Jayapura, Jayawijaya, Paniai , Fak-fak , Sorong, Manokwari, Teluk Cendrawasih, hingga ke Merauke, saya melakukan kampanye ini untuk meyakinkan para anggota dewan di daerah-daerah tersebut agar memilih bergabung dengan Indonesia
"Saya percayakan pada kalian saja,karena kalian punya hak juga, saya tidak bisa memaksa karena itu hak kalian." Seru saya pada perwakilan daerah
Tentu saja saya ada perasaaan khawatir,tapi saya tetap percaya
"Jangan khawatir bapa,kami akan selalu berada di pihak bapa" jawab salah satu perwakilan daerah
"Tak apa tidak usah memihak saya,teguhlah pada pilihan kalian masing-masing" seru saya.
"Baiklah bapa"
"Tapi saya harap kalian semua memikirkan perjuangan kita selama ini terhadap tanah tercinta kita ini" seru saya kembali.
Saya juga dipilih menjadi anggota delegasi Indonesia untuk menyaksikan pengesahan hasil  Pepera di markas Perserikatan Bangsa Bangsa di New York.
Setelah saya pension dari jabatan saya menjadi gubernur Papua, saya ditarik ke Jakarta oleh pemerintahan Indonesia, dan saya diangkat menjadi pegawai tinggi di Kmentriaan Dalam Negeri pegawai tinggi di Kementrian Dalam Negeri dan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ). Dan saya juga diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) periode 1973-1979
Banyak sekali permasalahannya yang saya alami bukan? Ayo kita istirahat dulu,saya akan menceritakan tentang keluarga saya ,saya menikah dengan wanita cantik,haha kalau saya bercerita tentang ini saya agak malu berceritanya,tapi tak apa,saya akan menceritakannya secara ringkas saya menikah dengan perempuan sederhana dan cantik bernama  Anthomina Arwam, pernikahan kami dikarunai tiga orang anak.saya sangat bersyukur keluarga saya tetap mendukung saya dan tetap berada di sisi saya pada saat saya sedih maupun senang. Tetapi tak selamanya abadi bukan,? Hubungan kami harmonis dan tetap bersama , sampai pada kematian istri saya, saya sangat sedih sebenarnya tetapi saya tau saya juga perlu bertahan untuk anak anak saya. Pada 12 November 1973 akhirnya saya bertemu dan jatuh cinta pada seorang Wanita dari Demak bernama Maria Magdalena Moorwahyuni, kami juga di karuniai satu orang anak.
Frans Kaisiepo akhirnya wafat pada 10 April 1979 akibat seragan jantung setelah dirawat selama beberapa hari di sebuah rumah sakit di Jakarta. Atas jasa-jasanya pada 14 September 1993 Frans Kaisiepo diaugrahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama kapal perang TNI AL dan bandara internasional di Pulau Biak. Bahkan pada tahun 2016 , Bank Indonesia meliris uang baru bernominal Rp.10.000 dengan gambar Frans Kaisiepo di salah satu sisinya.
Demikianlah sosok Frans Kaisiepo, sang pahlawan di tanah Papua. Dan juga sudah sepantasnya kita semua mengenal dan menghormati setiap pahlawan bangsa Indonesia karena atas jasa-jasanya kita bisa hidup dengan mudah tanpa ada paksaan dari negara lain
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H