Saya percaya, kita semua pasti mempunyai pengalaman menarik dan cara bertahan hidup dalam menghadapi dan menjalani masa-masa sulit.
Kini kita semua sudah memasuki tahap "tatanan hidup baru". Orang-orang menyebutnya new normal. Kantor sudah dibuka. Mal dan pasar ramai lagi. Bahkan pariwisata pun kembali digenjot. Dengan begitu, setidaknya kian besar potensi makroprudensial aman terjaga.
Saya merasa sedikit lega walau masih tetap dihantui rasa cemas. Saya lega karena sudah bisa kembali bekerja seperti biasa. Saya tetap cemas karena vaksin untuk virus korona belum juga ditemukan.
Di luar itu, keuangan saya belum pulih seperti sediakala. Masih ada celah bagi pengeluaran tidak terduga. Masih ada ruang bagi ketidakpastian. Masih ada potensi kolaps. Dengan kata lain, saya masih harus benar-benar irit.
Stabilitas sistem keuangan nasional juga begitu. Masih ada kemungkinan nilai rupiah melemah. Masih ada kemungkinan pasar uang dan keuangan merosot. Masih ada kemungkinan pontensi pendapatan negara melorot.
Tiba-tiba saya teringat petuah John Fitzgerald Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat.
Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakanlah apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.
Stabilitas sistem keuangan negara bukan semata-mata tanggung jawab Bank Indonesia. Kita semua mesti bahu-membahu menjaga stabilitas sistem keuangan. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Amel Widya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H