Bayangkan sepatu!
Ketika mendengar kalimat positif itu, otak kita secara refleks langsung membayangkan sepatu dan kecil kemungkinan membayangkan benda-benda yang menyerupai fungsi sepatu. Selop, misalnya.
Larangan dan perintah yang terus-menerus menggunakan kata "jangan" atau "tidak" justru dapat menggerus kadar sakralitas kedua kata tersebut. Itu sebabnya larangan seperti "jangan membuang sampah di sini" biasanya malah merangsang orang untuk membuang sampah di tempat itu.
Oleh karena itu, gunakanlah larangan dan perintah yang memakai kata "jangan" atau "tidak" pada kondisi yang tepat, benar, dan memang diharuskan atau diperlukan.
Kalimat "jangan berdiri di pintu" bisa kita ganti dengan kalimat "berdiri di luar biar tidak menggangu orang yang mau keluar atau masuk". Selain lebih positif, kalimat pengganti itu menjelaskan fungsi pintu dan risiko kalau ada orang yang berdiri di pintu saat orang lain mau masuk atau keluar.
Kapankah penggunaan kata "jangan" atau "tidak" diperlukan atau memang harus dilakukan? Jawabannya, ketika ketika larangan yang dilanggar atau perintah yang diabaikan akan menyebabkan konsekuensi.
Jangan mengambil hak milik orang lain tanpa izin!
Simak baik-baik kalimat tersebut. Mengambil hak milik orang lain tanpa izin berarti mencuri. Perbuatan tidak menyenangkan itu ada konsekuensinya. Bisa-bisa didakwa pencuri dan dipidana apabila terbukti mencuri.
Gunakan Kata "Tolong"
Jadi, sakralitas "jangan" dan "tidak" akan terjaga selama kita menggunakannya dengan tepat. Biasakanlah menggunakan kalimat positif. Buanglah sampah pada tempatnya lebih berpotensi dituruti daripada jangan buang sampah di sini.
Selain itu, kita bisa menggunakan kata "tolong". Larangan dan perintah yang diawali kata "tolong" biasanya lebih meresap ke dalam hati. Kenapa? Sebab orang lebih suka dimintai bantuan daripada disuruh. Dan, secara psikologis orang lebih mudah dimintai pertolongan daripada disuruh-suruh.