Pernahkah kamu merasa kesal karena laranganmu dilanggar? Saya pernah merasakannya. Kian dongkol rasanya, kadang terasa hingga ke ubun-ubun, kalau larangan itu dilanggar justru oleh orang terdekat.
Rasa kesal makin memuncak jika larangan itu ditujukan demi kebaikan. Jangan begadang, besok kamu sekolah. Eh, yang dilarang malah ngelunjak. Alih-alih cepat tidur, yang dilarang justru melek hingga larut malam hanya untuk mengulik gawai. Bete, kan?
Lebih kesal lagi kalau larangan yang dilanggar itu menyebabkan kita repot setengah mampus. Jangan buang sampah di sini. Keesokan harinya, kita malah sibuk membersihkan sampah akibat orang-orang tak berhati membuang sampah di area terlarang itu. Kan bangsat!
Pernahkah kamu menelan amarah karena perintahmu tidak dituruti? Saya pernah merasakannya. Celakanya, perintah itu justru demi kebaikan orang yang diperintah. Mengkal banget.
Rasa marah itu kian bertambah kalau orang yang diperintah justru mencibir, meledek, atau melengos seraya meleletkan lidah. Serasa pengen menelan orang itu bulat-bulat. Kamu tidak boleh malas, kerjakan PR-mu. Boro-boro belajar, yang disuruh malah berpaling muka.
Lebih menjengkelkan lagi jika perintah yang tidak dituruti itu ternyata bikin susah banyak orang. Tidak boleh merokok di sini, ada gas berbahaya. Orang-orang picek yang mendadak buta huruf tetap saja merokok di sana, padahal nyawanya terancam.
Pelajari Strategi Melarang dan Memerintah
Ternyata melarang ada strateginya. Secara psikologis, melarang dengan menggunakan kalimat negatif justru dapat merangsang impuls dan respons yang berlawanan dengan larangan. Memerintah juga begitu.
Jangan membayangkan sepatu!Â
Begitu mendengar kalimat negatif itu, otak kita secara spontan akan membayangkan sepatu, baru beralih membayangkan benda-benda yang mirip atau menyerupai fungsi sepatu. Sandal, misalnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!