Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rakyat Lebih Tinggi daripada Wakilnya

12 Maret 2020   16:30 Diperbarui: 13 Maret 2020   21:11 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana gedung DPR RI, Jakarta. (Foto: KOMPAS/PRIYOMBODO)

Di mana-mana kedudukan wakil pasti lebih rendah daripada yang diwakilinya. Itu hukum alam. Tidak bisa diubah. Kedudukan Wakil Bupati pasti di bawah Bupati. Kedudukan Wakil Gubernur pasti di bawah Gubernur. Kedudukan Wakil Menteri pasti di bawah Menteri.

Dengan demikian, kedudukan Wakil Rakyat seharusnya di bawah Rakyat--yang diwakili. Faktanya tidak begitu. Tidak sedikit Wakil Rakyat yang merasa dirinya setingkat lebih tinggi dibanding Rakyat yang diwakilinya. Malahan ada yang terjangkit wabah "merasa jauh lebih tinggi di atas Rakyat".

Padahal sekarang Rakyat semakin cerdas. Sekarang Rakyat sangat paham bahwa Wakil Rakyat adalah "juru bicara" mereka di parlemen. Dalam hal ini, 575 anggota DPR masa bakti 2019--2024 adalah wakil mereka dalam menerima, menampung, dan menyalurkan aspirasi mereka.

Tidak heran jika Rakyat makin kritis menanggapi kinerja wakilnya. Memang seharusnya begitu. Jika Wakil Rakyat bolos rapat, Rakyat berhak marah-marah. Jika Wakil Rakyat tidur saat sidang paripurna, Rakyat berhak mencak-mencak. Direktur saja meradang apabila amanah yang ia serahkan tidak dilaksanakan dengan baik oleh Wakil Direktur.

Akan tetapi, 575 Wakil Rakyat periode 2019-2024 pasti orang-orang cerdas. Mereka pasti orang pilihan. Mereka pasti tahu bahwa kinerja mereka harus lebih baik daripada Wakil Rakyat masa bakti sebelumnya. Mereka pasti sudah membekali diri tentang bagaimana sebaiknya dan seharusnya "menjadi wakil rakyat".

Di mana-mana porsi kewenangan setiap wakil pasti lebih sedikit dibanding yang diwakili. Itu sebabnya seorang wakil tidak memiliki kewenangan yang persis serupa dan seberat dengan kewenangan yang diwakilinya. Wakil hanya boleh mewakili, bukan "merasa berkuasa atau berwenang seperti yang diwakilinya".

Wakil Kepala Sekolah boleh mewakili Kepala Sekolah, tetapi tidak boleh "merasa sebagai Kepala Sekolah". Wakil Walikota boleh mewakili Walikota, tetapi "tidak boleh merasa sebagai Walikota". Wakil Presiden boleh mewakili Presiden, tetapi "tidak boleh merasa benar-benar sebagai Presiden".

Mungkin itu penyebab sehingga banyak Wakil Rakyat yang "merasa tidak sama dengan Rakyat". Rakyat marah-marah di media sosial gara-gara kinerja wakilnya yang lemah, Wakil Rakyat jangan ikut-ikutan gusar.

Menjadi wakil memang tidak mudah karena harus tahan banting, tahan mental, dan tahan uji. Setiap wakil harus siaga setiap saat disuruh-suruh oleh yang diwakilinya. Kadang-kadang diomel-omeli. Namanya juga wakil. Apalagi Wakil Rakyat.

Di mana-mana gaji wakil selalu lebih kecil dibanding gaji yang diwakilinya. Gaji Wakil Presiden lebih kecil dibanding gaji Presiden. Gaji Wakil Gubernur lebih kecil dibanding gaji Gubernur. Gaji Wakil Bupati lebih kecil dibanding gaji Bupati. Itu hukum alam.

Hanya ada satu gaji wakil yang lebih besar daripada gaji yang diwakili. Gaji Wakil Rakyat lebih besar dibanding gaji Rakyat. Gaji itu dikumpulkan dari pajak keringat Rakyat yang kadang-kadang bisa makan siang, tetapi belum tentu mampu makan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun