Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kiprah Korindo di Beranda Nusantara

9 Mei 2019   23:07 Diperbarui: 10 Mei 2019   11:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar bahwa pada tahun ini, 2019, Indonesia akan berusia 74 tahun. Usia yang sebenarnya sudah tidak muda, meskipun hasil pembangunan di seluruh penjuru Nusantara belumlah merata. Tidak heran apabila kita masih mengenal istilah daerah tertinggal. Bukan hanya itu, ketimpangan pembangunan juga terasa di daerah terdepan dan terluar. Maka dari itu, tidaklah keliru jika Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang.

Apakah pengertian sederhana daerah tertinggal itu?

Kita ambil ibarat sederhana saja. Satu kelas di sebuah sekolah biasanya dihuni oleh puluhan siswa. Kemampuan siswa dalam mencerna pelajaran tidak setara atau sama rata, sekalipun guru dan alat bantu belajar yang dipakai sama. Ada yang daya tangkapnya cepat, ada yang daya tanggapnya lambat. Ada yang kurang pintar, pintar, dan sangat pintar. Nah, siswa yang kurang pintar acapkali tertinggal dibanding rekan sekelasnya yang pintar dan sangat pintar.

Apakah siswa tertinggal itu akan diabaikan begitu saja? Tidak bisa. Biar bagaimanapun, mereka tetap siswa yang berhak mendapatkan pendidikan atau pelajaran. Guru dan pihak sekolah mesti ulet mencari jalan agar siswa yang tertinggal tidak semakin jauh ketinggalan. Begitu pula dengan daerah tertinggal. Pemerintah dan negara harus sigap memacu pembangunan di kawasan tertinggal supaya tidak semakin tercecer dibanding kawasan lain di sekitarnya.

Kiprah Korindo di Pilar Kesehatan [Foto: Korindonews]
Kiprah Korindo di Pilar Kesehatan [Foto: Korindonews]
Adapun daerah terdepan adalah daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Ambil contoh, Merauke di Papua. Dulu, daerah perbatasan jarang dilongok atau diperhatikan oleh pemerintah. Kehadirannya antara ada dan tiada. Tak ayal, sering terlihat perbedaan mencolok antara wilayah Indonesia dengan wilayah negara tetangga di perbatasan.

Sekarang tidak lagi. Pemerintah benar-benar menggenjot pembangunan di kawasan terdepan. Bahkan beberapa di antara Pos Lintas Batas Negara (PLBN) makin mentereng. Sebut saja PLBN Skouw di Distrik Muaratami, Kota Jayapura, kini menjadi magnet baru di daerah perbatasan.

Sementara itu, daerah terluar adalah pulau-pulau yang terletak di kawasan perbatasan. Pulau Batam, misalnya, merupakan salah satu pulau terluar yang berbatasan dengan negeri jiran Singapura. Dari sekian banyak daerah terluar, hanya Pulau Batam yang layak disebut maju. Pulau lain, baik di bagian barat maupun timur, masih sangat atau sedikit jauh dari kata "maju".

Barangkali terlintas pertanyaan di benak kita mengapa ada daerah yang tertinggal. Kelihatannya itu pertanyaan ringan yang bisa dijawab dengan lekas dan tuntas. Kenyataannya tidak begitu. Hanya saja, saya tidak akan mengulik perkara itu di dalam tulisan ini. Tentu butuh penelitian dan analisis mendalam supaya tersua jawaban yang tepat, sementara artikel ini hanya menyertakan riset dan tilikan sederhana.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pertanyaan berikutnya: siapa yang harus bertanggung jawab? Pemerintah. Itu jawaban ringkasnya. Namun, harus kita ingat bahwa pembangunan merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah dan rakyat mesti bahu-membahu membangun bangsa, termasuk membangun daerah tertinggal. Demikian juga dengan pihak swasta, suka tidak suka mesti urun serta dalam upaya itu.

Bagaimanapun, pemerintah tidak akan mampu menanggung seluruh beban pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Pihak swasta, terutama perusahaan-perusahaan yang bergiat di daerah tertinggal, mau tidak mau harus berpartisipasi aktif dalam usaha mengejar ketertinggalan itu. Tidak bisa dimungkiri, kehadiran swasta sangat penting. Bukan sekadar melengkapi atau menggenapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun