Cuma saya yang membaca puisi di depan penonton dan ke atas panggung hanya untuk menjura dan menyapa penyaksi. Bagi saya semua arena pertunjukan adalah panggung, malah penonton adalah bagian dari pembacaan puisi.
Selagi asyik menikmati sajian puisi, seorang penyair mendekati saya dan menyodorkan sebuah buku. Yose S Beal namanya. Beliau berasal dari Malang. Pada buku hadiahnya ia sertakan tanda tangan dan petikan akhir puisi saya.
Saya menjawab sesuai alir pikiran saja. Panitia, Yayasan Hari Puisi Indonesia, harus diacungi jempol untuk acara seperti ini. Apalagi tahun ini memasuki tahun keenam acara seperti ini digelar. Tentu menggembirakan karena ada konsistensi. Kehadiran puisi juga dinikmati oleh anak-anak milenial. Siswa SMA terlihat antusias menikmati suguhan.
Para penyair bergiliran mengisi panggung hingga matahari senja menghilang di balik gedung-gedung pencakar langit di depan TIM. Sebagian pengisi panggung pada hari pertama tidak muncul karena mereka meminta digeser ke hari kedua. Maklum, beberapa penyair dari daerah baru tiba di Jakarta pada Sabtu siang atau sore. Mereka tentu masih letih.
Saya dan teman-teman bergeser ke sebuah kedai kopi, mengobrol kian kemari, membahas acara yang riuh dan gegap gempita. Adhi Nugroho terpana. Ia baru saja menyaksikan sebuah dunia yang jauh dari kesehariannya. Meskipun rajin menulis, selama ini dunia Mas Adhi adalah hiruk-pikuk perbankan. Baru kali ini ia saksikan puisi dibacakan oleh banyak orang.
Mas Adhi pamit pulang. Magrib berlalu. Saya, Iqbal, dan Khrisna berpindah ke pelataran TIM.Â
Sajian makanan tradisional memanjakan perut kami. Ya, setelah jiwa kami diasupi puisi, giliran perut yang mesti dimanjakan.
Setiba di panggung, setelah menyanyikan Indonesia Raya, para penghadir kembali menyaksikan helat perayaan Hari Puisi. Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, turut larut bersama hadirin. Beliau membuka acara. Penyaji puisi kembali menghiasi elok panggung.
Begitulah. Puisi yang lahir dari dorongan batin untuk mengulang atau mengabadikan momen perasaan secara intens memang harus dirayakan. []
Amel Widya