Beberapa hari belakangan ini benak saya dikilik-kilik sebuah pertanyaan. Pentingkah Hari Puisi Indonesia diperingati? Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi jawabannya sungguh njelimet. Ruwet bin rumit. Intinya, tidak sesederhana yang saya bayangkan.
Pertanyaan itu bisa saja dijawab singkat. Cukup dengan satu kata, penting. Namun, satu kata itulah yang justru menggelitik. Mengapa penting? Pasti ada alasan kuat dan kukuh sehingga UNESCO merasa penting menetapkan 21 Maret sebagai Hari Puisi Internasional atau World Poetry Day.
Lembaga PBB itu percaya bahwa puisi memiliki peran penting dalam sejarah, seni, dan budaya masyarakat. Alhasil, sidang UNESCO pada November 1999 memutuskan 21 Maret sebagai puncak perayaan puisi sejagat.
Perayaan puisi sejagat itu juga diperingati penuh sukacita di Indonesia. Para pegiat sastra, terutama kaum penyair, sontak membanjiri media sosial dengan puisi. Ada yang mengunggah puisi sendiri, ada yang memajang puisi penyair yang masih hidup, ada pula yang menayangkan puisi penyair yang telah mangkat. Setiap 21 Maret, puisi begitu semarak di media sosial.
Tentu saja ini kondisi yang sangat menggembirakan. Selama ini, media sosial tidak lagi sekadar berbagi cerita, curhat gratisan, atau medium penyampai unek-unek, tetapi sekaligus menjelma sebagai media penyaluran ekspresi puitis rakyat Indonesia.
Bahkan pada rentang 2010-2015, penyair-penyair bermunculan di Facebook. Antologi puisi terbit di mana-mana bagai laron di musim hujan. Memasuki 2016, keterangan gambar yang dipajang warga Instagram pun makin puitis. Akun-akun penyair menghiasi medsos penyaji foto itu.
Jauh sebelumnya, sekisar 2012, linikala Twitter sudah lebih dulu diriuhi puisi. Akun @sajak_cinta malah menerbitkan kumpulan sajak "Cinta, Kenangan, dan Hal-hal yang Tak Selesai" yang dinukil dari akun-akun penyuka sajak.Â
Saya sempat tutup akun Twitter dalam jangka sementara pada 2015, tetapi diblokir secara abadi oleh Twitter. Tragis! Baru-baru ini terpaksa saya buka akun twitter anyar. Suasana di linikala ternyata sudah jauh berbeda. Gonjang-ganjing politik mendominasi twit orang-orang.Â
Bagaimana dengan peringatan Hari Puisi Indonesia? Inilah yang menggelitik benak saya. Betapa tidak, peringatan hari puisi di negeri tercinta kita terbagi atas dua kubu.
Kubu pertama memilih 28 April sebagai puncak perayaan. Alasannya, hari tersebut merupakan hari wafatnya Chairil Anwar, legenda puisi modern Indonesia. Linimasa dipenuhi tagar #haripuisiIndonesia pada 28 April 2016 dan sempat menjadi topik yang tengah tren di Twitter. Begitu hasil riset kecil-kecilan saya lewat jasa Google.
Empat tahun sebelumnya, 22 November 2012, kurang lebih 40 penyair telah menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Pada hari itu, tepatnya 26 Juli 1922, Chairil Anwar dilahirkan di Medan. Deklarasi hari puisi itu diselenggarakan di Anjungan Idrus Tintin, Pekanbaru.